Penghuni surga (Islam)

Revisi sejak 1 November 2024 00.01 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (mengembangkan artikel)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Dalam Islam, penghuni surga adalah para manusia yang akan memasuki dan menikmati segala kenikmatan di dalam surga. Kriteria manusia yang layak menghuni surga disebutkan oleh Allah dalam beberapa ayat di dalam Al-Qur'an. Beberapa kriterianya ialah beriman, mengerjakan kebajikan, takut akan azab Allah dan takut tidak dimasukkan ke dalam surga.

Kisah para penghuni surga ketiika memasuki surga disebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 43. Kenikmatan yang tersedia di dalam Surga antara lain kamar dan kemah berserta istri-istri dari kalangan bidadari di dalamnya. Namun kenikmatan tertinggi bagi penghuni surga adalah melihat Allah secara langsung. Di dalam hadis, disebutkan bahwa para wanita penghuni surga dipimpin oleh Fatimah, sedangkan para pemuda penghuni surga dipimpin oleh Hasan dan Husain.

Kelayakan

sunting

Dalam Surah Al-Baqarah ayat 82, Allah menetapkan kriteria penghuni surga. Penghuni surga adalah orang-orang beriman yang mengerjakan kebajikan. Para penghuni surga ini akan kekal di dalam surga.[1] Di dalam Surah At-Tur ayat 26 disebutkan bahwa para penghuni surga dahulu selalu merasa takut akan diazab dan takut tidak termasuk penghuni surga. Rasa takut ini timbul ketika para penghuni surga masih bersama keluarga mereka di dunia.[2] Dalam Surah Al-Isra' ayat 57, disebutkan pula bahwa rasa takut para penghuni surga disertai dengan rasa harap atas rahmat Allah.[3]

Pengisahan

sunting

Memasuki surga

sunting

Ketika penghuni surga memasuki surga untuk pertama kalinya, mereka memuji Allah atas kenikmatan yang diberikan-Nya kepada mereka. Pujian ini disematkan atas nikmat Allah berupa petunjuk-Nya bagi manusia untuk mencapai surga. Kisah pemujian penghuni surga kepada Allah ini disebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 43.[4]

Kenikmatan yang diperoleh

sunting

Kemah-kemah dan kamar-kamar

sunting

Para penghuni surga akan memperoleh kemahnya masing-masing. Bahan pembuatan kemah ini adalah permata yang berongga. Masing-masing kemah membentang sepanjang 60 mil.[5] Bagi penghuni surga yang mengerjakan salat tahajjud, Allah telah menyiapkan kamar-kamar di tempat yang tinggi di Surga. Ketinggian kamar-kamar ini untuk menunjukkan ketinggian derajat dari mukmin yang mengerjakan salat tahajjud dan menjadi penghuni surga.[6]

Istri dari bidadari

sunting

Bagi laki-laki penghuni surga disediakan istri-istri dari bidadari. Para istri ini tinggal di dalam kemah-kemah. Istri-istri mereka tidak saling melihat satu sama lain sehingga tidak ada keributan di dalam surga antara para istri ini.[5]

Kebun-kebun

sunting

Para penghuni surga juga memperoleh kebun yang isinya terbuat dari emas dan perak.[5]

Melihat Allah secara langsung

sunting

Melihat Allah secara langsung merupakan kenikmatan yang terbesar yang diterima oleh para penghuni surga. Tingkat kenikmatannya melebihi tingkat kenikmatan apapun yang disediakan di dalam surga. Para penghuni surga akan melihat Allah dengan sangat jelas. Kejelasannya melampaui kejelasan ketika manusia menatap bulan pada saat purnama maupun ketika menatap matahari pada hari yang cerah.[7]

Kepemimpinan

sunting

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Hudzaifah bin al-Yaman, disebutkan bahwa dirinya bertemu dengan Muhammad dalam perjalanan pulang dari salat Isya, Muhammad mendoakan dirinya dan ibunya kemudian menjelaskan tentang kedatangan seorang malaikat yang pertama kali turun ke Bumi. Malaikat ini memberi salam dan memberikan kabar gembira kepada Muhammad. Kabar gembiranya ialah bahwa Fatimah akan menjadi penghulu pada wanita yang menjadi penghuni surga, Selain itu, malaikat tersebut mengabarkan bahwa Hasan dan Husain akan menjadi penghulu para pemuda yang menjadi penghuni surga.[8]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Qamariyah, Ulfa (2015). Usman dan Alfrida, ed. Nama-Nama Surga dan Penghuninya. Semarang: Bengawan Ilmu. hlm. 2. ISBN 978-979-021-573-3. 
  2. ^ Al-Hanbali 2019, hlm. 25.
  3. ^ Al-Hanbali 2019, hlm. 24.
  4. ^ Al-Qaradhawi, Yusuf (2019). Artawijaya, ed. Tafsir Juz 'Amma. Diterjemahkan oleh Nurdin, Ali. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 6. ISBN 978-979-592-827-0. 
  5. ^ a b c Hadi 2021, hlm. 99.
  6. ^ Al-Qahthani 2019, hlm. 474.
  7. ^ Hadi 2021, hlm. 96.
  8. ^ Al-Qahthani 2019, hlm. 480-481.

Daftar pustaka

sunting