Balai Harta Peninggalan
Balai Harta Peninggalan atau biasa disingkat menjadi BHP, adalah unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yang bertugas mewakili dan melaksanakan pengurusan kepentingan subjek hukum dalam rangka menjalankan putusan dan/atau penetapan pengadilan atau kepentingan demi hukum di bidang harta peninggalan dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Organisasi ini pun bertindak sebagai kurator dalam pengurusan, pemberesan, dan pelaksanaan likuidasi perseroan terbatas dalam masalah kepailitan.[1]
Sejarah
Organisasi ini pertama kali dibentuk di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1624 dengan nama Wees en Boedelkamer untuk mengurus harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal bagi kepentingan ahli warisnya yang berada di Belanda, anak yatim piatu, dsb. Pada tahun 1926, organisasi ini telah ada di Jakarta, Surabaya, Semarang, Padang, Ujung Pandang, dan Medan. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1955, pemerintah mengubah nama dari organisasi ini menjadi seperti sekarang. Pada tahun 1980, BHP Padang dibubarkan.[2]
Daftar
Hingga akhir tahun 2023, tedapat lima BHP yang tersebar di seantero Indonesia, yakni:[1]
Nama | Wilayah kerja |
---|---|
BHP Medan | Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, dan Kepulauan Riau |
BHP Jakarta | Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Kalimantan Barat, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat |
BHP Semarang | Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta |
BHP Surabaya | Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara |
BHP Makassar | Pulau Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Pulau Papua |
Referensi
- ^ a b "Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2021" (PDF). Badan Pemeriksa Keuangan RI. Diakses tanggal 15 Oktober 2024.
- ^ "Sejarah BHP". Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Diakses tanggal 15 Oktober 2024.