Anwar Suprijadi
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh RaFaDa20631 (Kontrib • Log) 43 hari 843 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Drs. H. Anwar Suprijadi, M.Sc. (EYD: Anwar Suprijadi, lahir 23 Desember 1948) adalah akuntan, rekayasawan perkeretaapian, dan birokrat Indonesia yang pernah menjabat sebagai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada periode 2006 hingga 2009. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia (2001). Dia juga pernah menjabat sebagai Direktur Perumka (1991–1995).
Anwar Suprijadi | |
---|---|
Direktur Jenderal Bea dan Cukai | |
Masa jabatan 27 April 2006 – 31 Desember 2009 | |
Menteri | Sri Mulyani |
Pendahulu Eddy Abdurrachman Pengganti Thomas Sugijata | |
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara | |
Masa jabatan 12 Juni 2001 – 23 Juli 2001 | |
Presiden | Abdurrahman Wahid |
Direktur Utama Perusahaan Umum Kereta Api ke-16 | |
Masa jabatan 1991 – 27 Januari 1995 | |
Pendahulu Harbani | |
Informasi pribadi | |
Lahir | 23 Desember 1948 Semarang, Jawa Tengah, Indonesia |
Suami/istri | Herawati Pudyastuti |
Anak | 3 |
Almamater | |
Pekerjaan | |
Sunting kotak info • L • B |
Kehidupan awal
Anwar Suprijadi lahir di Kota Semarang, Jawa Tengah pada 23 Desember 1948. Ayahnya adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan tour and travel haji dan umrah, sedangkan ibunya adalah seorang guru. Ia merupakan anak terakhir dari enam bersaudara; dan sebagai anak bungsu, ia sudah dilatih untuk hidup mandiri, bertanggung jawab, serta berani dengan tantangan. Di masa kecil hingga masa mudanya, ia sangat menyukai renang dan banyak menjuarai olahraga renang. Setelah ia lulus SMA, ia kemudian menjalani pendidikan tingginya di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro dan mengambil program studi ekonomi perusahaan, dan lulus tahun 1972.[1]
Karier
Karier di PJKA
Berawal dari membaca koran yang menampilkan sebuah iklan lowongan kerja di Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), Suprijadi mencoba melamar di PJKA. Begitu ia melamar kerja, ia langsung ditolak HRD perusahaan tersebut hanya karena mereka mengira dia lulus SMA. Ia berupaya agar dirinya tetap bisa diterima karena ia sebenarnya sudah lulus kuliah. Upaya melobi HRD pun berhasil, dan langsung mengikuti tes. Walaupun sarjana ekonomi, ia justru dididik di bidang operasi dan teknis. Bahkan dalam tes tersebut, ia diminta untuk memanjat menara instalasi kabel listrik dan menjadi pengatur perjalanan kereta api (PPKA).[1]
Dua tahun berselang, Suprijadi memilih untuk berhenti bekerja di PJKA dan ingin beralih menjadi karyawan Bank Negara Indonesia (BNI). Namun kariernya di Bank BNI tidaklah lama, dan Kaperjanka pun justru mencari dirinya dan meminta kepada Direktur Personalianya agar Suprijadi kembali ke PJKA. Suprijadi pun mengiyakan dengan syarat, menyediakan job description dengan jelas. Setelah disepakati, rekan-rekan kerjanya pun menyusul untuk kembali ke PJKA. Ia pun menjalani pendidikan lanjutan dan mendapat brevet (sertifikat kecakapan), kemudian diangkat menjadi Pengawas Kereta Api untuk rute Bandung–Sukabumi dan Bandung–Cikampek (waktu itu masuk Inspeksi 2 Bandung). Ada total 25 stasiun yang berada di bawah pengelolaannya.[1]
Suprijadi kemudian dipindahkan ke Surabaya dan mulai membangun keluarga barunya, dengan menikahi Herawati Pudyastuti.[1] Saat bertugas di Surabaya, ia ditawari untuk S2 di Institut Teknologi Bandung jurusan Transportasi, dan ia pun lulus tahun 1983, dan dipindahkan sebagai Kepala Bidang Operasi di Eksploitasi Jawa Bagian Timur. Selanjutnya ia dipindahkan lagi ke Jakarta. Pada saat ia menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Operasi di Jakarta, terjadi tabrakan kereta api Bintaro 1987 yang menimbulkan 139 tewas dan 254 terluka. Suprijadi kemudian ditunjuk menjadi Kepala Ekspertasi. Menurutnya, penyebab utama insiden ini adalah masalah indisipliner penumpang dan pegawai kereta api. Untuk melaksanakan langkah represif, PJKA menggandeng Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian untuk menggelar operasi yustisi. Tercatat, dalam operasi yustisi tersebut, terdapat 10.000 penumpang terjaring; termasuk tidak memiliki tiket, menjadi calo tiket, buang air sembarangan. Empat bulan menjadi Kepala Ekspertasi, ia diangkat menjadi Direktur Operasi.[2]
Direktur Utama Perumka
Menpan dan Kepala LAN
Pada tanggal 12 Juni 2001, Suprijadi kemudian diangkat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) oleh presiden Abdurrahman Wahid, untuk menggantikan penjabat sementara Marsillam Simanjuntak yang pada saat yang sama, juga sebagai Menteri-Sekretaris Negara sejak 7 Februari 2001. Namun, ia hanya menjabat selama kurang lebih sebulan, karena pada 23 Juli 2001, Megawati Soekarnoputri dilantik sebagai Presiden, dan susunan kabinet pun otomatis berubah. Jabatan Menpan di kabinet Megawati, Kabinet Gotong Royong, kemudian diisi oleh Muhammad Feisal Tamin.[3]
Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Pada saat pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu pada 2005, Sri Mulyani ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Keuangan Indonesia. Sri Mulyani ditunjuk untuk menjadi menteri keuangan pada tahun 2005 oleh Presiden. Sri Mulyani memecat petugas korup di lingkungan Kementerian Keuangan, terkhusus di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ia dinilai berhasil meminimalisasi korupsi di kementeriannya dan memprakarsai reformasi dalam sistem pajak, bea cukai, dan keuangan Indonesia,[4][5]
Berikutnya, pada tanggal 27 April 2006, Suprijadi diangkat oleh Mulyani menjadi Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang baru, menggantikan Eddy Abdurrachman
Kehidupan pribadi
Saat bekerja di PJKA Inspeksi 9 Surabaya, Suprijadi menikah dengan Herawati Pudyastuti pada tanggal 17 Januari 1974, yang saat itu juga bekerja di PJKA bagian operasi. Ia menikah di Jember. Dari pernikahannya itu, keluarga Suprijadi dikaruniai 3 orang anak:
Referensi
- ^ a b c d ifa 2007, hlm. 76.
- ^ ifa 2007, hlm. 78.
- ^ Ferizal 2022, hlm. 72.
- ^ Honorine, Solenn; George Wehrfritz (January 10, 2009). "As Good As It Gets". Newsweek.
- ^ Budi, Chandra (May 6, 2010). "Sri Mulyani dan Modernisasi Pajak". Jawa Pos. Surabaya. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-23. Diakses tanggal 2016-10-23.
Daftar pustaka
- Ferizal (2022). Sejarah lahirnya puskesmas, ASN, BKN, Kementerian PANRB, Korpri, KUA, dan akreditasi puskesmas (edisi ke-Cetakan pertama). Sukabumi, Jawa Barat: CV Jejak. ISBN 978-623-338-580-0.
- ifa (2007). "Anwar Suprijadi: "Sebagai Pimpinan Harus Tahu Kesulitan Anak Buah..."". Warta Bea Cukai. 391: 76–79.
- Susanto, S. (2010). Mengapa Sri Mulyani?. Jakarta: Elex Media Komputindo. ISBN 9789792790368.