Perdagangan (kota)
Perdagangan merupakan salah satu daerah Kecamatan yang berada di Kabupaten Simalungun. Perdagangan merupakan nama kelurahan di kabupaten Simalungun namun meskipun begitu, Perdagangan juga lebih dikenal masyarakat sebagai Kota Perdagangan. Dari makna kata dagang, kota Perdagangan memang sesuai dengan penyebutannya dimana sebagian besar hidup masyarakatnya hidup dengan berdagang.
Sejarah kota Perdagangan
Cerita bahwa dahulu kira-kira sekitar di bawah sekitar tahun 1910 di kota Perdagangan ada sebuah pabrik getah milik penjajahan Belanda yang saat ini lokasinya berada di sekitar Lingkungan Lormes (Lorong Mesjid), Kelurahan Perdagangan I dan pengusahaannya dipercayakan kepada seorang pengusaha Tionghoa bernama Tan Hong Seng dan inilah awal cikal bakal berdirinya kota Perdagangan.
Awalnya di sekitar kota Perdagangan, semuanya masih dikelilingi oleh hutan dan tanaman karet. Memang pada saat itu daerah tersebut merupakan daerah perkebunan karet yang sudah ada sejak jaman Belanda. Singkat cerita seiring tanaman karet udah menghasilkan dibangunlah pabrik karet. Setelah hasil produksi kebun karet meningkat maka tenaga kerja semakin bertambah. Dengan bertambahnya tenaga kerja maka penyediaan bahan pokok untuk makanan sehari-hari bagi pekerja dan pegawai yang ada di pabrik tersebut juga semakin meningkat pula.
Biasanya pada saat itu bahan pokok makanan disuplai dari kampung tetangga yakni dari kampung Kedai bawah, yang saat ini daerahnya masih ada di sekitar Nagori Marihat Bandar, Kecamatan Bandar dan juga dari kampung Boluk yang saat ini daerahnya masih ada di Kecamatan Bosar Maligas. Karena masih minimya infrastruktur dan transportasi kedua daerah tersebut pada saat itu cukup jauh untuk ditempuh dan biasanya transportasi masih melalui jalur sungai Bahbolon dengan menggunakan sampan (sejenis perahu yang terbuat dari kayu dan papan).
Guna mempermudah persediaan makanan pokok, pihak pabrik pun berinisiatif mengundang para pengusaha bahan pokok untuk berjualan di sekitar pabrik tersebut dengan iming-iming akan dibuatkan fasilitas rumah. Seiring dengan waktupun aktifitas semakin bertambah, masyarakatpun semakin banyak yang datang dan tinggal di sekitar pabrik. Pihak pabrikpun akhirnya membuat perkampungan baru dengan diberi nama Perdagangan, nama ini diambil karena awalnya pabrik mengundang para pedagang untuk berdagang ke lokasi tersebut hingga menjadi pusat perdagangan yang cukup besar dan berkembang di Sumatera Utara. Dan akhirnya berkembang menjadi seperti sekarang ini.
Melihat penelusuran cerita yang didapat bisa saja berdirinya kota Perdagangan, kemungkinan di sekitar tahun 1900an awal namun belum tahu kapan tanggal bulan dan tahun pastinya. Menurut tanda yang ada di atas bangunan salah satu rumah tua yang saat ini milik pengusaha Rumah Makan Buyung Kawi di Jalan Sisingamangaraja Perdagangan ditemukan ada ukiran tahun 1931. Mungkin saja kota Perdagangan sudah dibangun sekitar tahun tersebut. Karena saat ini bangunan tersebutlah yang masih menyisakan tanda, sementara bangunan pabrik saat ini sudah tidak ada lagi. Lokasi pabrik karet dahulu berada di sekitar di belakang Jalan Sisingamangaraja tepatnya di Lingkungan Lorong Mesjid (Lormes), Kelurahan Perdagangan I.
SampanTao
Kota ini dikenal dengan sebutan SampanTao di kalangan etnis Tionghoa.
Disebut dengan "SampanTao", kalangan etnis Tionghoa lebih suka menyebut kota Perdagangan dengan kata SampanTao, sebab menurut cerita orang tua-tua dulu, pada saat itu angkutan darat sangatlah jarang di kota Perdagangan. Kebanyakan masyarakat untuk berdagang dan berinteraksi selalu memakai jasa angkutan air di sungai Bah Bolon yakni dengan menggunakan sampan sebagai sarana utama dalam transportasi dan perdagangan. Karena kala itu para pedagang lebih didominasi dari kalangan etnis Tionghoa dan mereka menyebut kota Perdagangan dengan kata SampanTao yang artinya kepala sampan atau pusat sampan. Sebutan tersebut terus melekat sampai saat ini.[1]
Dari cerita tersebut, kemungkinan kata-kata SampanTao sudah ada sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Sejarah ini juga dapat ditandai dengan adanya Vihara khas umat Buddha Tionghoa yang usianya sudah mencapai lebih seratus tahun lebih. Dan sampai saat ini Vihara tersebut masih berdiri kokoh serta masih terus difungsikan untuk kegiatan keagamaan bagi kalangan etnis Tionghoa. Salah satu tokoh pengusaha yang terkenal disana adalah Lie Seng Wie yang merupakan pendiri dari Kilang Limun Segar (SGR) yang sangat terkenal pada masa dulu. Lie Seng Wie merupakan kakek dari Sultan Hendrick, seorang DharmaDuta dan tokoh Buddhis yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Tionghoa dan umat Buddha kota Perdagangan.
Kota Perdagangan juga dikenal dengan kota walet dikarenakan sangat banyaknya burung walet yang selalu berterbangan di atas kota Perdagangan sehingga banyaknya bangunan-bangunan rumah walet milik pengusaha Tionghoa di kota tersebut. Sarang burung walet kemudian menjadi salah satu komoditas perdagangan utama dari daerah ini.
Kota Perdagangan mencakup tiga kelurahan, diantaranya Kelurahan Perdagangan I, Kelurahan Perdagangan II, dan Kelurahan Perdagangan III. Perdagangan dapat mengacu pada beberapa hal berikut:
- Perdagangan I, Bandar, Simalungun
- Perdagangan II, Bandar, Simalungun
- Perdagangan III, Bandar, Simalungun
- ^ hariansib.com/v1 (2024-11-15). "Menelusuri Awal Berdirinya Kota Perdagangan dan Mengapa Disebut Sampan Tao?". Harian SIB.