Perang Belanda–Kamboja

Revisi sejak 19 November 2024 05.55 oleh Syadthabigo (bicara | kontrib)

Perang Kamboja-Belanda (bahasa Belanda: Cambodjaans-Nederlandse Oorlog; bahasa Khmer: សង្គ្រាមកម្ពុជា-ហូឡង់) adalah konflik yang berlangsung antara tahun 1643 dan 1644 setelah naiknya Raja Ramathipadi I sebagai Raja Kamboja yang baru usai kudeta yang dilancarkannya. Sang Raja merencanakan pembantaian terhadap karyawan-karyawan Perusahaan Hindia Timur Belanda dan kemudian berhasil mengalahkan tentara-tentara Belanda yang dikirim untuk membalas serangan Kamboja tersebut.[1][2]

Peperangan

Pada tahun 1642, Pangeran Ponhea Chan dari Kamboja berhasil menjadi Raja Ramathipadi I usai menggulingkan dan membunuh Raja sebelumnya, Padumaraja I. Pedagang-pedagang dari Nusantara yang bermukim di Kamboja membantu upaya kudeta Ponhea Chan tersebut sehingga dia kemudian menjadi mualaf dari sebelumnya menganut agama Buddhisme, mengubah namanya menjadi Ibrahim, dan menikahi seorang wanita Melayu. Ramathipadi I kemudian memulai pertempuran untuk mengusir Perusahaan Hindia Timur Belanda yang mengakibatkan tersitanya dua kapal Belanda dan terbunuhnya 35 karyawan Perusahaan Hindia Timur Belanda beserta duta besar Perusahaan, Pieter van Regemortes.[1][2][3]


Dalam pertempuran di Sungai Mekong pada tahun1644, pasukan Kamboja berhasil membunuh 156 dari 432 tentara Belanda yang dikerahkan dari Batavia untuk membantu Perusahaan Hindia Timur Belanda di Kamboja serta disitanya dua kapal Belanda untuk Kamboja berkat bantuan dari pedagang-pedagang Nusantara. Sementara di sisi Kamboja, sekitar 1.000 orang tewas dibunuh Belanda.[1][2][3][4][5] Duta besar Perusahaan Hindia Timur Belanda Pierre de Rogemortes beserta beberapa anak buahnya turut tewas terbunuh dalam pertempuran tersebut. Bangsa Eropa baru dapat kembali menancapkan pengaruhnya di Kamboja dua abad setelah kekalahan yang diderita Belanda ini.[6]

Beberapa tahun setelah serangan terhadap Belanda tersebut, Raja Ramathipadi I berhasil digulingkan dan ditahan berkat kerja sama antara saudara-saudara sang Raja yang masih menganut Buddhisme dengan penguasa Nguyễn dari Vietnam. Mereka ingin mengembalikan kejayaan Buddhisme ke Kamboja dengan menggulingkan sang Raja.[1][2] Sementara pada tahun 1670-an, Belanda meninggalkan semua pos perdagangan yang mereka kelola di Kamboja, yang sebelumnya dipindahkan ke Udong dan Phnom Penh terlebih dahulu sebagai akibat dari kejadian di tahun 1643-1644 tersebut.[7]

Lihat Juga

Referensi

' '

  1. ^ a b c d Kiernan, Ben (2008). Blood and Soil: Modern Genocide 1500-2000 (dalam bahasa Inggris). Melbourne Univ. Publishing. ISBN 978-0-522-85477-0. 
  2. ^ a b c d Kiernan, Ben (2002-01-01). The Pol Pot Regime: Race, Power, and Genocide in Cambodia Under the Khmer Rouge, 1975-79 (dalam bahasa Inggris). Yale University Press. ISBN 978-0-300-09649-1. 
  3. ^ a b Cormack, Don (2001-05-01). Killing Fields, Living Fields: An Unfinished Portrait of the Cambodian Church - The Church That Would Not Die (dalam bahasa Inggris). Kregel Publications. ISBN 978-0-8254-6002-9. 
  4. ^ Reid, Anthony (1999). Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). Silkworm Books. ISBN 978-974-7551-06-8. 
  5. ^ Chakrabartty, H. R. (1988). Vietnam, Kampuchea, Laos, Bound in Comradeship: A Panoramic Study of Indochina from Ancient to Modern Times (dalam bahasa Inggris). Patriot Publishers. ISBN 978-81-7050-048-3. 
  6. ^ Fielding, Leslie (2008). Before the Killing Fields: Witness to Cambodia and the Vietnam War (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Academic. ISBN 978-1-84511-493-0. 
  7. ^ Osborne, Milton (2008-09-04). Phnom Penh: A Cultural History (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-971173-4.