Harimau sumatra

subspesies mamalia
Harimau sumatra
Harimau sumatra di Tierpark, Berlin, Jerman
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
Subspesies:
P. t. sondaica
Nama trinomial
Panthera tigris sondaica
Temminck, 1844
Sinonim

sebelumnya P. t. sumatrae Pocock, 1929

Harimau sumatra adalah populasi Panthera tigris sondaica[2] yang mendiami pulau Sumatra, Indonesia dan satu-satunya anggota subspesies harimau sunda yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Ia termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di Pegunungan Bukit Barisan jama sejarah taman-taman nasional di Sumatra jaman pra-sejarah. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.[3]

Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi saat ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau sumatra terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.

Asal-usul

Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener, “The Natural History of Wild Cats”). Harimau kemudian berkembang di kawasan timur Asia di Tiongkok dan Siberia sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat daya menjadi harimau kaspia. Sebagian lagi bergerak dari Asia Tengah ke arah kawasan pegunungan barat, dan seterusnya ke Asia Tenggara dan Kepulauan Sunda, sebagiannya lagi terus bergerak ke barat hingga ke India.[butuh rujukan]

Ciri-ciri

Harimau sumatra merupakan harimau yang memiliki ukuran terkecil.[4] Harimau sumatra mempunyai warna paling gelap di antara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat dan juga berhimpitan. Harimau sumatra jantan dewasa memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala ke kaki atau sekitar 250 cm panjang dari kepala hingga kaki dengan berat 300 pound atau sekitar 140 kg, sedangkan tinggi dari jantan dapat mencapai 60 cm. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci atau sekitar 198 cm dan berat 200 pound atau sekitar 91 kg. Belang harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Warna kulit harimau sumatra merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga jingga tua. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan. Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.[butuh rujukan]

Habitat

 
Harimau sumatra pada tahun 1926.

Harimau sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing besar ini mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi.

Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, di blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan, dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau sumatra mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan[5] terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan jalan. Riset menyatakan bahwa perluasan perkebunan sawit adalah penyebab utama dari merosotnya luasan habitat harimau sumatra, yang mencapai 20% sepanjang tahun 2000 dan 2012.[6] Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan sering kali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia.[butuh rujukan]

Makanan

Makanan harimau sumatra tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah mangsanya. Mereka hanya memakan apa pun yang dapat ditangkap, umumnya babi hutan,rusa, ikan, kerbau dan reptil. Orangutan juga dapat jadi mangsa, akan tetapi mereka jarang menghabiskan waktu di permukaan tanah, sehingga jarang ditangkap harimau.

Dalam keadaan tertentu harimau sumatra juga memangsa berbagai alternatif mangsa seperti kijang (Muntiacus muntjac), kancil (Tragulus sp), beruk (Macaca nemestrina), landak (Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanica), beruang madu (Helarctos malayanus), dan kuau raja (Argusianus argus).[7]

Perkembangbiakan

Harimau sumatra dapat berbiak kapan saja. Masa kehamilan adalah sekitar 103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan 2 atau 3 ekor anak harimau sekaligus, dan paling banyak 6 ekor. Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh, meskipun anak harimau di kebun binatang ada yang tercatat lahir dengan mata terbuka. Anak harimau hanya minum air susu induknya selama 8 minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba makanan padat, namun mereka masih menyusu selama 5 atau 6 bulan. Anak harimau pertama kali meninggalkan sarang pada umur 2 minggu, dan belajar berburu pada umur 6 bulan. Mereka dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur 2 tahun anak harimau dapat berdiri sendiri. Harimau sumatra dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20 tahun dalam kurungan.

Ancaman

 
Seorang pria berpose bersama seekor harimau sumatra yang telah ditembak mati (foto antara 1890-1900).

Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Penemuan tentang perdagangan harimau tersebut tercermin dalam survei Profauna Indonesia yang didukung oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW) pada bulan Juli - Oktober 2008. Selama 4 bulan tersebut Profauna mengunjungi 21 kota/lokasi yang ada di Sumatra dan Jakarta.

Dari 21 kota yang dikunjungi Profauna, 10 kota di antaranya ditemukan adanya perdagangan bagian tubuh harimau (48 %). Bagian tubuh harimau yang diperdagangkan meliputi kulit, kumis, cakar, ataupun opsetan utuh.

Harga bagian tubuh harimau yang dijual itu bervariasi. Untuk yang utuh dijual seharga Rp. 5 juta per lembar sampai dengan 25 juta per lembar. Sedangkan taring harimau ditawarkan seharga Rp. 400.000 hingga Rp. 1,1 juta.

Kebanyakan bagian tubuh harimau tersebut dijual di toko seni, penjual batu mulia, dan penjual obat tradisional. Untuk perdagangan bagian tubuh harimau paling banyak terjadi di Lampung.

Deforestasi dan degradasi hutan di Pulau Sumatra yang sangat besar akan mengancam terhadap keanekaragaman hayati yang ada. Deforestasi dan degradasi akan menyebabkan hilangnya hutan atau terpotong-potongnya hutan menjadi bagian-bagian kecil dan terpisah. Alih fungsi hutan banyak digunakan untuk perkebunan, hutan tanaman industri, pemukiman, industri, dll. Investigasi Eyes on the Forest (2008) melaporkan bahwa pembuatan jalan logging oleh Asia Pulp & Paper (APP) sepanjang 45 km yang membelah hutan gambut di Senepis Propinsi Riau mengakibatkan penyusutan luas hutan dan memicu peningkatan konflik manusia-harimau di kawasan tersebut. Perusakan habitat dan perburuan hewan mangsa telah diketahui sebagai faktor utama yang menyebabkan turunnya jumlah harimau secara dramatis di Asia[8]

Keberadaan harimau sumatra saat ini menjadi sebuah polemik tersendiri karena mengakibatkan konflik antara manusia dan harimau. Rusaknya habitat alami harimau sumatra mengakibatkan satwa ini tersingkir dari habitat alaminya, sehingga menimbulkan gangguan terhadap manusia. Serangan harimau sumatra terhadap manusia dan hewan ternak telah sering terjadi. Serangan harimau sumatra yang menewaskan 3 ekor ternak sapi terjadi di Desa Talang Kebun Kecamatan Lubuk Sandi Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu.[9] Sementara itu dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Popinsi Sumatera Barat tercatat 26 kasus konflik harimau dengan manusia, sebanyak 16 kasus menghilangkan nyawa manusia dan sisanya memangsa ternak masyarakat.[10]

Masih maraknya perdagangan bagian tubuh harimau tersebut sudah dilaporkan Profauna ke Departemen Kehutanan melalui Dirjen PHKA pada bulan April 2009, dengan harapan pemerintah bisa mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi perdagangan satwa langka yang dilindungi tersebut. Beberapa tindakan nyata telah diambil pemerintah untuk memerangi perdagangan bagian tubuh harimau di Jakarta.

Penegakan hukum

Pada tanggal 7 Agustus 2009, Satuan Polhut Reaksi Cepat dan Satuan Sumdaling Polda Metro Jaya berhasil menggulung sindikat perdagangan kulit harimau di Jakarta. Selain mengamankan 2 kulit harimau sumatra utuh, polisi juga menyita 6 awetan burung cendrawasih, 2 kulit kucing hutan, 12 awetan kepala rusa, 1 surili, 5 tengkorak rusa, 1 kepala beruang dan 1 kulit rusa sambar. Sindikat perdagangan satwa langka itu diduga juga melibatkan sejumlah kebun binatang di Jawa dan Sumatra.

Terungkapnya sindikat perdagangan harimau dan satwa langka lainnya di Jakarta tersebut membuktikan bahwa laporan Profauna tentang perdagangan harimau adalah sebuah fakta. Fakta tersebut seperti fenomena gunung es, hanya tampak di permukaannya. Fakta sebenarnya diyakini jauh lebih besar dari yang sudah terdeteksi.

Perlindungan

 
Harimau sumatra berada di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra di Dharmasraya, Sumatera Barat, Indonesia

Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia adalah perbuatan kriminal, karena melanggar Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Berdasarkan pasal 21 dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 poin (d) bahwa "setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki, kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia". Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimum 100 juta.

Memulihkan dan meningkatkan populasi harimau sumatra beserta bentang alamnya pulih. Upaya konservasi in-situ merupakan program utama konservasi harimau sumatra dengan memulihkan populasi harimau dan habitat alaminya. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain adalah:

 
Harimau sumatra di Kebun Binatang Taronga, Sydney, Australia

Membangun jaringan komunikasi dan kemitraan untuk meningkatkan kerjasama konservasi di semua tingkatan baik lokal, nasional, maupun internasional. Mengembangkan pengawasan terpadu dan intensif antara pemerintah, lembaga non pemerintah, dan masyarakat terhadap kegiatan konservasi. Selain itu juga dilakukan pendidikan dan penyadartahuan masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan tentang pentingnya konservasi harimau sumatra. Membangun mekanisme pendanaan yang berkelanjutan dalam mendukung kegiatan konservasi harimau sumatra.

Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia dengan melaksanakan berbagai program peningkatan kapasitas tim konservasi harimau sumatra baik yang dikelola oleh pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat. Memperkuat infrastrukur instansi yang melakukan pelaksanaan dan pemantauan konservasi harimau. Selain itu juga dilakukan penyusunan rencana pengelolaan konservasi pada setiap bentang alam harimau sumatra sesuai dengan karakteristik dan potensi di lapangan. Mengembangkan pusat informasi terpadu tentang konservasi harimau sumatra yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat.

Membangun dan meningkatkan koneksitas antara habitat-habitat utama harimau sumatra melalui pengembangan koridor dalam rangka memperluas daerah bagi harimau sumatra untuk menjelajah. Karena harimau sumatra memerlukan teritori (wilayah) yang luas untuk mendapatkan mengsa yang cukup. Semua potensi habitat dan sebaran harimau sumatra perlu dimasukkan sebagai bahan pertimbangan utama dalam proses perencanaan zonasi taman nasional. Membina kekayaan genetik unit-unit populasi harimau sumatra, terutama pada habitat yang kritis untuk menghindari erosi ragam genetik melalui pengembangan restocking populasi dan translokasi. Mengembangkan upaya pengelolaan mitigasi konflik untuk menyelamatkan harimau yang bermasalah dengan relokasi, translokasi, dan penetapan kawasan pelepasliaran alami. Meningkatkan program pemantauan terhadap populasi, ekologi, dan habitat harimau sumatra dengan memperkuat dasar hukum dan kapasitas aparatur yang berwenang[11]

Di Indonesia, usaha perlindungan terhadap harimau telah melibatkan unsur lain. Pada tahun 2014, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa pelarangan perburuan terhadap harimau. Kelompok-kelompok konservasi alam dan satwa menggunakan fatwa ini untuk memberikan pendidikan bahwa memburu harimau sumatra bukan saja melanggar hukum, tapi juga melanggar ketentuan agama.[6]

Pada budaya populer

Di Sumatera Selatan, harimau dikenali pula dengan nama nek ngau dan setue. Makna setue adalah sosok yang dihormati atau dituakan. Di kawasan seperti hutan adat Tebat Benawa, hewan ini begitu dihormati. Hewan ini kerap terlihat di lahan warga memang, namun tak pernah menyerang. Itu karena hewan ini dianggap hidup berdampingan dengan manusia. Bahkan hutan itu adalah kawasan habitat hutan sumatra, sehingga tiadalah yang hendak bercocok tanam di sana.[12]

Bagi rakyat Sumatera, harimau merupakan hewan yang disegani. Rakyat Sumatera Barat, sebagian Aceh terutama Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Aceh Selatan pantang menyebut harimau dengan namanya. Mereka memanggil harimau dengan sebutan "inyik" , datuk, atau nenek. Di Sumatera Utara, harimau dipanggil "ompung" sementara di Kerinci sebutannya "hangtuo" (orangtua).[13]

Suku Kluet di Aceh Selatan memiliki tari ritual Landok Begu. Tarian ini menirukan gerak harimau yang gesit. Tari Landok Begu ditarikan sebagai upaya agar harimau tidak mengganggu penduduk setempat.[14]

Referensi

  1. ^ Cat Specialist Group (1996). Panthera tigris ssp. sumatrae. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2006. Diakses 11 Mei 2006. Database entry includes a brief justification of why this subspecies is critically endangered and the criteria used.
  2. ^ Kitchener, A.C.; Breitenmoser-Würsten, C.; Eizirik, E.; Gentry, A.; Werdelin, L.; Wilting, A. & Yamaguchi, N. (2017). "A revised taxonomy of the Felidae: The final report of the Cat Classification Task Force of the IUCN Cat Specialist Group" (PDF). Cat News. Special Issue 11. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2017-07-31. Diakses tanggal 2017-11-21. 
  3. ^ Cracraft J., Felsenstein J., Vaughn J., Helm-Bychowski K. (1998). "Sorting out tigers (Panthera tigris) Mitochondrial sequences, nuclear inserts, systematics, and conservation genetics". Animal Conservation. 1: 139–150. 
  4. ^ Mazák, V. (1981). "Panthera tigris" (PDF). Mammalian Species. 152: 1–8. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-03-09. Diakses tanggal 2013-11-05. 
  5. ^ "Taman Nasional Bukit Tigapuluh". tnbt.ksdae.menlhk.go.id. Diakses tanggal 2024-06-03. 
  6. ^ a b "Sumatran tiger, facts and photos". Animals (dalam bahasa Inggris). 2020-03-24. Diakses tanggal 2024-06-03. 
  7. ^ Sriyanto dan Rustiati, E.L. 1997. Hewan mangsa potensial harimau Sumatra di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Dalam: Tilson, R., Sriyanto, E.L. Rustiati, Bastoni, M. Yunus, Sumianto, Apriawan, dan N. Franklin (ed.). Proyek Penyelamatan Harimau Sumatra: Langkah-langkah konservasi dan Manajemen In-situ dalam Penyelamatan Harimau Sumatra. LIPI. Jakarta.
  8. ^ Seidensticker, J., S. Christie, and P. Jackson. 1999. Preface. In: Siedensticker, J., S. Christie, and P. Jackson (eds.). Ridding the Tiger: Tiger Conservation in Human Dominated Landscape. Cambridge University Press. Cambridge, UK.
  9. ^ Kompas. 2008a. Terkam Orang, Harimau Sumatra Diburu. Harian Kompas Edisi 31 Januari 2008
  10. ^ Kompas. 2008b. Harimau Mengganas di Bengkulu, Memangsa Tiga Sapi. Harian Kompas Edisi 20 Februari 2008
  11. ^ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419).
  12. ^ Jati, Rhama Purna (17 Februari 2020). "Menghormati Setue, Menghindari Konflik". Kompas. Hlm.15
  13. ^ "Harimau Sumatera Itu Bagian dari Peradaban Masyarakat". Mongabay. Diakses tanggal 2024-06-03. 
  14. ^ Ihan Nurdin (2023-12-20). "Berbagi Ruang Dengan "Nenek"". Perempuan Peduli Leuser. Diakses tanggal 2024-06-03. 

Pranala luar