Penjara Bawah Tanah Batavia

Revisi sejak 25 November 2024 15.59 oleh T Taufiqqurrahman (bicara | kontrib) (membuat artikel kelas awal wikipedia)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Penjara Bawah Tanah Batavia ini terletak di Museum Fatahillah atau dikenal juga sebagai Museum Sejarah Jakarta, di Kota Tua, Jakarta. Sebelum difungsikan sebagai museum seperti saat ini, bangunan ini difungsikan sebagai balai kota yang dibangun oleh VOC dengan nama stadhuis van batavia sekitar tahun 1707-1710, kemudian diubah menjadi museum sejarah sejak tanggal 30 Maret 1974 oleh gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin.[1]

Ruang Sidang di Balai Kota Stadhuis van Batavia

Saat masih menjadi balai kota, disini dilaksanakan pusat pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga, dilakukan persidangan untuk tawanan dan sandera dari pihak pribumi yang dianggap memberontak terhadap mereka. Putusan dari persidangan itu akan membawa para tawanan menjalani beragam hukuman mulai dari hukuman mati hingga penjara. Maka oleh sebab itulah, dibawah bangunan ini dibangun penjara bawah tanah untuk tawanan yang menjalani hukuman penjara ini.

Beberapa pahlawan nasional pernah menjalani hukuman penjara disini, diantaranya Cut Nyak Dhien, Pangeran Diponegoro, dan Untung Surapati.

Penjara Bawah Tanah Wanita

 
Penjara Bawah Tanah Pria di Museum Fatahillah

Penjara bawah tanah wanita ini dihuni oleh tahanan wanita, salah satu yang pernah mengalaminya adalah Cut Nyak Dhien. Cut Nyak Dhien, setelah dibawa dari Aceh oleh Gubernur Hindia Belanda untuk Aceh, Van Heutsz, ia menjalani hukuman penjara dalam penjara wanita beberapa hari sebelum diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, dibawah naungan bupati Sumedang saat itu, Arya Surya Atmadja.[2][3][4][5]

Penjara ini terletak disisi kanan belakang bangunan ini, ukurannya sangat sempit, dengan tinggi ruang 2 meter. Meskipun demikian, letaknya lebih rendah dari permukaan tanah, sehingga saat terjadi banjir seringkali menyebabkan air masuk kedalam penjara ini.[6]

Penjara Bawah Tanah Pria

Penjara bawah tanah pria terletak disisi tengah dan kiri belakang bangunan. Letak dan lokasinya masih bisa dilihat dari luar bangunan karena langsung berhadapan dengan ruang bebas udara. Tingginya berkisar antara 150-160 cm. Didalam penjara ini diisi 40-60 tahanan dengan kaki dan tangan tahanan diikat pada rantai yang digantung bola-bola batu yang berat. Untung Surapati pernah menjalani hukuman penjara disini.[7]

Sementara Pangeran Diponegoro menjalani hukuman didalam ruangan khusus didalam bangunan ini. Ruangan itu difungsikan sebagai kamar tamu atau vila. Belanda tidak berani memasukkan Pangeran Diponegoro kedalam penjara ini, sebab gelar pangeran yang disandangnya dapat memicu pergejolakan rakyatnya bila mereka tahu perlakuan Belanda terhadap Pangeran Diponegoro.[8]

Referensi

  1. ^ antaranews.com (2022-07-21). "Museum Fatahillah, saksi bisu jejak sejarah Jakarta". Antara News. Diakses tanggal 2024-11-25. 
  2. ^ antaranews.com (2022-07-21). "Museum Fatahillah, saksi bisu jejak sejarah Jakarta". Antara News. Diakses tanggal 2024-11-25. 
  3. ^ "Penampakan Penjara Bawah Tanah Cut Nyak Dhien, Kini Jadi Museum Sejarah Jakarta". Tribun Video. Diakses tanggal 2024-11-25. 
  4. ^ admin (2022-01-17). "Sebelum ke Sumedang, Cut Nyak Dien Ditahan di Penjara Bawah Tanah Jakarta". Pos Aceh. Diakses tanggal 2024-11-25. 
  5. ^ Azis, Nur. "Cerita Kala Cut Nyak Dien Diasingkan ke Sumedang". detiknews. Diakses tanggal 2024-11-25. 
  6. ^ "Tjoet Njak Dhien Ditahan Sembilan Bulan di Penjara Bawah Tanah Batavia". tribungayo.com. Diakses tanggal 2024-11-25. 
  7. ^ "Penampakan Penjara Bawah Tanah Cut Nyak Dhien, Kini Jadi Museum Sejarah Jakarta". Tribun Video. Diakses tanggal 2024-11-25. 
  8. ^ Liputan6.com (2019-04-19). "Menengok Ruang Tahanan Pangeran Diponegoro di Batavia". liputan6.com. Diakses tanggal 2024-11-25. 

Kategori

Sejarah Jakarta, Pahlawan Nasional