Museum Geologi Bandung

museum di Indonesia
Revisi sejak 28 November 2024 14.23 oleh Hysocc (bicara | kontrib) (Membatalkan 1 suntingan oleh Juanjuhana (bicara) ke revisi terakhir oleh Hysocc)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Museum Geologi (bahasa Sunda: Musieum Géologi Bandung) didirikan pada tanggal 16 Mei 1929.[1] Museum ini direnovasi dengan mendapat dana bantuan dari JICA (Japan International Cooperation Agency).[2] Setelah renovasi selesai, Museum Geologi dibuka kembali dan diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada 23 Agustus 2000.[2]

Museum Geologi
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya
Museum Geologi Bandung
Cagar budaya Indonesia
PeringkatNasional
KategoriBangunan
No. RegnasCB.989
Lokasi
keberadaan
Kota Bandung, Jawa Barat
Tanggal SK2010 & 2017
Pemilik Indonesia
PengelolaMuseum Geologi dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Sebagai monumen bersejarah, museum ini berada di bawah perlindungan pemerintah dan merupakan peninggalan sejarah nasional. Di museum ini, tersimpan dan mengelola berbagai materi geologi, seperti fosil, batuan, dan mineral. Semua materi tersebut dikumpulkan selama kerja lapangan di Indonesia sejak tahun 1850.

Pengantar

sunting

Di masa penjajahan Belanda, keberadaan Museum Geologi berkaitan erat dengan sejarah penyelidikan geologi dan tambang di wilayah Nusantara yang dimulai sejak pertengahan abad ke-17 oleh para ahli Eropa. Setelah Eropa mengalami revolusi industri pada pertengahan abad ke-18, Eropa sangat membutuhkan bahan tambang sebagai bahan dasar industri. Pemerintah Belanda sadar akan pentingnya penguasaan bahan galian di wilayah Nusantara. Dengan demikian, diharapkan dapat menunjang perkembangan industri di Negeri Belanda.

Pada tahun 1850 terbentuk Dienst van het Mijnwezen dan berganti nama menjadi Dienst van den Mijnbouw pada 1922, yang bertugas melakukan penyelidikan geologi serta sumber daya mineral. Hasil penyelidikan berupa contoh-contoh batuan, mineral, fosil, laporan, dan peta memerlukan tempat untuk penganalisisan dan penyimpanan, sehingga pada 1928 Dienst van den Mijnbouw membangun gedung di Rembrandt Straat Bandung.

Gedung tersebut semula bernama Geologisch Laboratorium kemudian disebut Geologisch Museum. Gedung Geologisch Laboratorium dirancang dengan gaya Art Deco oleh arsitek Ir. Menalda van Schouwenburg, dan dibangun selama 11 bulan dengan 300 pekerja serta menghabiskan dana sebesar 400 Gulden. Pembangunannya dimulai pada pertengahan 1928 dan diresmikan pada 16 Mei 1929. Peresmian tersebut bertepatan dengan penyelenggaraan Kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik ke-4 (Fourth Pacific Science Congress) yang diselenggarakan di Bandung pada 18 - 24 Mei 1929.

Riwayat

sunting

Masa Penjajahan Jepang

sunting

Sebagai akibat dari kekalahan Belanda dari Jepang pada perang dunia II, keberadaan Dienst van den Mijnbouw berakhir. Letjen. H. Ter Poorten (Panglima Tentara Sekutu di Hindia Belanda) atas nama Pemerintah Kolonial Belanda menyerahkan kekuasaan teritorial Indonesia kepada Letjen. H. Imamura (Panglima Tentara Jepang) pada 1942. Penyerahan itu dilakukan di Kalijati, Subang. Dengan masuknya tentara Jepang ke Indonesia, Gedung Geologisch Laboratorium berpindah kepengurusannya dan diberi nama Kogyo Zimusho. Setahun kemudian, berganti nama menjadi Chishitsu Chosacho.

Selama masa pendudukan Jepang, pasukan Jepang mendidik dan melatih para pemuda Indonesia untuk menjadi PETA (Pembela Tanah Air) dan HEIHO (Pasukan Pembantu Bala Tentara Jepang pada Perang Dunia II). Laporan hasil kegiatan pada masa itu tidak banyak yang ditemukan, karena banyak dokumen (termasuk laporan hasil penyelidikan) yang dibumihanguskan ketika pasukan Jepang mengalami kekalahan pada awal tahun 1945.

Masa Kemerdekaan

sunting
 
Prangko Museum Geologi, Bandung

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pengelolaan Museum Geologi berada dibawah Pusat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG/1945—1950). Pada 19 September 1945, pasukan sekutu pimpinan Amerika Serikat dan Inggris yang diboncengi oleh Netherlands Indiës Civil Administration (NICA) tiba di Indonesia. Mereka mendarat di Tanjungpriuk, Jakarta. Di Bandung, mereka berusaha menguasai kembali kantor PDTG yang sudah dikuasai oleh para pemerintah Indonesia. Tekanan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda memaksa kantor PDTG dipindahkan ke Jl. Braga No. 3 dan No. 8, Bandung, pada 12 Desember 1945.

Pemindahan kantor PDTG terdorong oleh gugurnya seorang pengemudi bernama Sakiman dalam rangka perjuangan mempertahankan kantor PDTG. Saat itu Tentara Republik Indonesia Divisi III Siliwangi mendirikan Bagian Tambang, di mana berbagai kebutuhan kemudian diambil dari PDTG. Setelah kantor di Rembrandt Straat ditinggalkan oleh pegawai PDTG, pasukan Belanda mendirikan lagi kantor yang bernama Geologische Dienst di tempat yang sama.

Akibat pertempuran yang terjadi di berbagai wilayah, maka selama kurun waktu 4 tahun sejak Desember 1945 sampai dengan Desember 1949 kantor PDTG terus mengalami pemindahan dari satu tempat ke tempat lainnya. Pemerintah Indonesia berusaha menyelamatkan dokumen-dokumen hasil penelitian geologi. Hal ini menyebabkan dokumen tersebut harus berpindah tempat dari Bandung, ke Tasikmalaya, Solo, Magelang, Yogyakarta, dan baru pada tahun 1950 dokumen-dokumen tersebut dapat dikembalikan ke Bandung. Dalam usaha penyelamatan dokumen tersebut, pada 7 Mei 1949, Kepala Pusat Jawatan Tambang dan Geologi, Arie Frederic Lasut, diculik dan dibunuh oleh tentara Belanda. Ia gugur sebagai kusuma bangsa di Desa Pakem, Yogyakarta. Setelah kembali ke Bandung, Museum Geologi mulai mendapat perhatian dari pemerintah Republik Indonesia, yang dibuktikan oleh kunjungan Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno ke museum Geologi pada 1960.

Pengelolaan Museum Geologi yang semula berada di bawah Pusat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG), telah melalui berbagai pergantian nama, antara lain:

  • Djawatan Pertambangan Republik Indonesia (1950—1952),
  • Djawatan Geologi (1952—1956),
  • Pusat Djawatan Geologi (1956—1957),
  • Djawatan Geologi (1957—1963),
  • Direktorat Geologi (1963—1978),
  • Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (1978—2005),
  • Pusat Survei Geologi (sejak akhir 2005 hingga sekarang)[1]

Pada tahun 1999 hingga 2000, Museum Geologi direnovasi. Dana untuk renovasi berasal dari Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA).[3] Pemerintah Jepang memberikan bantuan dana senilai 754,5 juta Yen. Setelah ditutup selama satu tahun, Museum Geologi dibuka kembali pada 20 Agustus 2000. Pembukaannya diresmikan oleh Wakil Presiden RI pada waktu itu, Megawati Soekarnoputri yang didampingi oleh Menteri Pertambangan dan Energi Susilo Bambang Yudhoyono.

Dengan penataan yang baru ini peragaan Museum Geologi terbagi menjadi 3 ruangan yang meliputi Sejarah Kehidupan, Geologi Indonesia, serta Geologi dan Kehidupan Manusia. Sedangkan untuk koleksi dokumentasi, tersedia sarana penyimpan koleksi yang lebih memadai. Diharapkan pengelolaan contoh koleksi di Museum Geologi akan dapat lebih mudah diakses oleh pengguna baik peneliti maupun grup industri.

Sejak 2002, Museum Geologi yang statusnya merupakan Seksi Museum Geologi, telah dinaikkan menjadi UPT Museum Geologi, kemudian dibentuk 2 seksi dan 1 Subbag yaitu Seksi Peragaan, Seksi Dokumentasi, dan Subbag Tatausaha. Guna lebih mengoptimalkan peranannya sebagai lembaga yang memasyarakatkan ilmu geologi, Museum Geologi juga mengadakan kegiatan, antara lain penyuluhan, pameran, seminar, serta kegiatan survei penelitian untuk pengembangan peragaan dan dokumentasi koleksi.

Pergeseran fungsi museum, seirama dengan kemajuan teknologi, menjadikan Museum Geologi sebagai tempat pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan bumi dan usaha pelestariannya. Tempat orang melakukan kajian awal sebelum penelitian lapangan. Di mana Museum Geologi sebagai pusat informasi ilmu kebumian yang menggambarkan keadaan geologi bumi Indonesia dalam bentuk kumpulan peraga. Objek geowisata yang menarik.

Pembagian Lantai dan Ruangan

sunting

Museum Geologi terbagi menjadi beberapa ruang pamer yang menempati lantai I dan II. Berikut ini merupakan ruangan-ruangan yang berada di kedua lantai Museum Geologi serta fungsi dan isi dari ruangan tersebut.

Lantai I

sunting

Terbagi menjadi 3 ruang utama: ruang orientasi di bagian tengah, ruang sayap barat dan ruang sayap timur. Ruang Orientasi berisi peta geografi Indonesia dalam bentuk relief layar lebar yang menayangkan kegiatan geologi dan museum dalam bentuk animasi, bilik pelayanan informasi museum serta bilik pelayanan pendidikan dan penelitian. Sementara, ruang sayap barat, dikenal sebagai ruang geologi Indonesia, yang terdiri dari beberapa bilik yang menyajikan informasi tentang hipotesis terjadinya bumi di dalam sistem tata surya. Tatanan tektonik regional yang membentuk geologi Indonesia diwujudkan dalam bentuk maket model gerakan lempeng kerak bumi aktif. Keadaan geologi Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya serta fosil-fosil serta sejarah manusia menurut evolusi Darwin juga terdapat di sini.

Selain maket dan panel-panel informasi, masing-masing bilik di ruangan ini juga memamerkan beragam jenis batuan (beku, sedimen, malihan) dan sumber daya mineral yang ada di setiap daerah. Dunia batuan dan mineral menempati bilik di sebelah baratnya, yang memamerkan beragam jenis batuan, mineral, dan susunan kristalografi dalam bentuk panel dan peraga asli.

Masih di dalam ruangan yang sama, dipamerkan kegiatan penelitian geologi Indonesia termasuk jenis-jenis peralatan/perlengkapan lapangan, sarana pemetaan, dan penelitian serta hasil akhir kegiatan seperti peta (geolologi, geofisika, gunung api, geomorfologi, seismotektonik, dan segalanya) dan publikasi-publikasi sebagai sarana pemasyarakan data dan informasi geologi Indonesia. Ujung ruang sayap barat adalah ruang kegunung apian, yang mempertunjukkan keadaan beberapa gunung api aktif di Indonesia seperti: Tangkuban Perahu, Krakatau, Galunggung, Merapi dan Batu. Selain panel-panel informasi ruangan ini dilengkapi dengan maket kompleks Gunung Api Bromo-Kelud-Semeru. Beberapa contoh batuan hasil kegiatan gunung api tertata dalam lemari kaca.

Ruang Sayap Timur

sunting
 
Bagian sejarah alam Museum Geologi bandung

Ruangan yang mengambarkan sejarah pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup, dari primitif hingga modern, yang mendiami planet bumi ini dikenal sebagai ruang sejarah kehidupan. Panel-panel gambar yang menghiasi dinding ruangan diawali dengan informasi tentang keadaan bumi yang terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun lalu, dimana makhluk hidup yang paling primitif pun belum ditemukan. Beberapa miliar tahun sesudahnya, di saat bumi sudah mulai tenang, lingkungannya mendukung perkembangan beberapa jenis tumbuhan bersel-tunggal, yang keberadaan terekam dalam bentuk fosil reptilia bertulang-belakang berukuran besar yang hidup menguasai Masa Mesozoikum Tengah hingga Akhir (210-65 juta tahun lalu) diperagakan dalam bentuk replika fosil Tyrannosaurus Rex Osborn (Jenis kadal buas pemakan daging) yang panjangnya mencapai 19 m, tinggi 6,5 m, dan berat 8 ton.

Kehidupan awal di bumi yang dimulai sekitar 3 miliar tahun lalu selanjutnya berkembang dan berevolusi hingga sekarang. Jejak evolusi mamalia yang hidup pada zaman Tersier (6,5-1,7 juta tahun lalu) dan Kuarter (1,7 juta tahun lalu hingga sekarang) di Indonesia terekam baik melalui fosil-fosil binatang menyusui (gajah, badak, kerbau, kuda nil) dan hominid yang ditemukan pada lapisan tanah di beberapa tempat khususnya di Pulau Jawa.[4]

Kumpulan fosil tengkorak manusia purba yang ditemukan di Indonesia (Homo erectus P. VIII) dan di beberapa tempat lainnya di dunia terkoleksi dalam bentuk replikanya. Begitu pula dengan artefak yang dipergunakan, yang mencirikan perkembangan kebudayaan-purba dari waktu ke waktu. Penampang stratigrafi sedimen Kuarter daerah Sangiran (Solo, Jawa Tengah), Trinil, dan Mojokerto (Jawa Timur) yang sangat berarti dalam pengungkap sejarah dan evolusi manusia-purba diperagakan dalam bentuk panel dan maket.

Sejarah pembentukan Danau Bandung yang melegenda itu ditampilkan dalam bentuk panel di ujung ruangan. Fosil ular dan ikan yang ditemukan pada lapisan tanah bekas Danau Bandung serta artefak diperagakan dalam bentuk aslinya. Artefak yang terkumpul dari beberapa tempat di pinggiran Danau Bandung menunjukkan bahwa sekitar 6000 tahun lalu danau tersebut pernah dihuni oleh manusia prasejarah. Informasi lengkap tentang fosil dan sisa-sisa kehidupan masa lalu ditempatkan pada bilik tersendiri di Ruang Sejarah Kehidupan. Informasi yang disampaikan diantaranya adalah proses pembentukan fosil, termasuk batu bara dan minyak bumi, selain keadaan lingkungan-purba.

Lantai II

sunting

Terbagi menjadi 3 ruangan utama: ruang barat, ruang tengah, dan ruang timur. Ruang barat (dipakai oleh staf museum), sementara ruang tengah dan ruang timur di lantai II yang digunakan untuk peragaan dikenal sebagai ruang geologi untuk kehidupan manusia.

Ruang Tengah

sunting

Berisi maket pertambangan emas terbesar di dunia, yang terletak di Pegunungan Tengah Irian Jaya. Tambang terbuka Grasberg yang mempunyai cadangan sekitar 1,186 miliar ton; dengan kandungan tembaga 1,02%, emas 1,19 gram/ton dan perak 3 gram/ton. Gabungan beberapa tambang terbuka dan tambang bawah tanah aktif di sekitarnya memberikan cadangan biji besi sebanyak 2,5 miliar ton.

Bekas Tambang Ertsberg (Gunung Bijih) di sebelah tenggara Grasberg yang ditutup pada 1988 merupakan situs geologi dan tambang yang dapat dimanfaatkan serta dikembangkan menjadi objek Geowisata yang menarik. Beberapa contoh batuan asal Irian Jaya (Papua) tertata dan terpamer dalam lemari kaca di sekitar maket. Miniatur menara pemboran minyak dan gas bumi juga diperagakan di sini.

Ruang Timur Terbagi menjadi 7 ruangan kecil, yang kesemuanya memberikan informasi tentang aspek positif dan negatif tataan geologi bagi kehidupan manusia, khususnya di Indonesia.

  • Ruang 1 menyajikan informasi tentang manfaat dan kegunaan mineral atau batu bagi manusia, serta panel gambar sebaran sumber daya mineral di Indonesia.
  • Ruang 2 menampilkan rekaman kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral
  • Ruang 3 berisi informasi tentang pemakaian mineral dalam kehidupan sehari-hari, baik secara tradisional maupun modern.
  • Ruang 4 menunjukkan cara pengolahan dan pengelolaan komoditas mineral dan energi
  • Ruang 5 memaparkan informasi tentang berbagai jenis bahaya geologi (aspek negatif) seperti tanah longsor, letusan gunung api, dan sebagainya.
  • Ruang 6 menyajikan informasi tentang aspek positif geologi terutama berkaitan dengan gejala kegunung apian.
  • Ruang 7 menjelaskan tentang sumber daya air dan pemanfaatannya juga pengaruh lingkungan terhadap kelestarian sumber daya tersebut.

Referensi

sunting
  1. ^ a b "Museum Geologi » Sejarah". museum.geology.esdm.go.id. Diakses tanggal 2020-05-22. 
  2. ^ a b Aziz, Fachroel, 1946-. Atlas homo erectus Indonesia : koleksi Museum Geologi, Pusat Survei Geologi, Badan Geologi. Kurniawan, Iwan,, Museum Geologi (Bandung, Indonesia),, LIPI Press, (edisi ke-Cetakan pertama). [Bandung]. ISBN 978-979-799-808-0. OCLC 1023816090. 
  3. ^ Munandar, A. A., dkk. (2011). Sejarah Permuseuman di Indonesia (PDF). Direktorat Permuseuman. hlm. 66. ISBN 978-602-19627-1-8. 
  4. ^ "Museum Geologi » Ruang Peragaan". museum.geology.esdm.go.id. Diakses tanggal 2020-05-22.