Haroan Boru

Revisi sejak 30 November 2024 07.16 oleh Kiyowoh (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''''Haroan boru''''' adalah prosesi adat dalam masyarakat Angkola-Mandailing yang menandai kedatangan seorang ''boru'' (calon pengantin perempuan) ke rumah mertuanya. Prosesi ini dilakukan baik ketika calon pengantin perempuan tiba melalui ''marlojong'' (kawin lari) maupun melalui ''dipagaskon'' (dilepas secara resmi oleh keluarga).<ref>{{Cite web|last=S|first=Angelique|title=Prosesi Pernikahan Adat Mandailing dan Tapanuli Selatan.|url=https://www.dewiweddings.c...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Haroan boru adalah prosesi adat dalam masyarakat Angkola-Mandailing yang menandai kedatangan seorang boru (calon pengantin perempuan) ke rumah mertuanya. Prosesi ini dilakukan baik ketika calon pengantin perempuan tiba melalui marlojong (kawin lari) maupun melalui dipagaskon (dilepas secara resmi oleh keluarga).[1]

Penyambutan Calon Pengantin

Kedatangan boru ini diumumkan kepada masyarakat kampung melalui naposo bulung (pemuda setempat) yang membawa burangir boa-boa (sirih pemberitahuan). Tujuan pemberitahuan ini adalah untuk mengundang kerabat, hatobangon (dewan adat), dan harajaon (para raja) guna berkumpul dan menyambut kehadiran boru. Dalam pertemuan tersebut, pihak adat akan menanyakan maksud kedatangan calon pengantin. Setelah maksudnya dijelaskan, calon ibu mertua memercikkan santan kelapa dan beras kepada calon menantu perempuan sebagai simbol penerimaan dengan penuh kasih.

Ibu mertua biasanya menyampaikan ucapan penyambutan seperti:

"Selamat datang, parumaen (menantu perempuan), di rumah ini. Kami menerimamu dengan gembira. Semoga kedatanganmu membawa kesejukan, kenyamanan, dan rezeki berlimpah."

Calon pengantin perempuan juga diminta melintasi kulit pelepah pisang sitabar (pisang kepok) dan daun dingin-dingin (cocor bebek) sebagai lambang kesejukan dan harapan akan kedamaian dalam keluarga.[2]

Aturan dan Tradisi Setelah Kedatangan

Jika boru datang melalui marlojong, keluarga mempelai laki-laki mengirimkan utusan ke rumah keluarga perempuan untuk menginformasikan bahwa ia telah tiba dengan selamat. Sebagai bentuk permohonan maaf, utusan ini biasanya membawa abit apus ilu (kain penghapus air mata) untuk ibu calon pengantin perempuan.

Selama menunggu pelaksanaan pesta pernikahan (horja), boru menjalani masa karantina. Ia tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa didampingi, pandangannya harus menunduk, dan ia tidak boleh berbicara langsung dengan orang lain. Dalam masa ini, ia diperlakukan sebagai boru namora (gadis yang terhormat) dan semua kebutuhannya dipenuhi oleh keluarga calon mertua.

  1. ^ S, Angelique. "Prosesi Pernikahan Adat Mandailing dan Tapanuli Selatan". Dewis Wedding Package. Diakses tanggal 2024-11-30. 
  2. ^ Nasution, Askolani; Siregar, Tikwan Raya; Hutasuhut, Anharuddin; Hamdani, Nasrul; Sinulingga, Jekmen; Rehulina, Eka Dalanta; Sekali, Mehamat Karo; Herlina, Herlina; Padang, Melisa (2021). Sibrani, Robert, ed. Ensiklopedia kebudayaan Kawasan Danau Toba. Banda Aceh: Balai Pelestarian dan Nilai Budaya Aceh. ISBN 978-623-6107-05-8.