Kredit Usaha Rakyat

pembiayaan untuk UMKM

Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas pemerintah dalam mendukung UMKM berupa kebijakan pemberian kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur individu/perseorangan, badan usaha, dan/atau kelompok usaha yang produktif dan layak, namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup.[1] Tujuan dilaksanakannya program KUR antara lain adalah untuk meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, penerima KUR terdiri dari UMKM, calon tenaga kerja indonesia yang akan bekerja di luar negeri, calon pekerja magang di luar negeri, anggota keluarga dari karyawan/karyawati yang berpenghasilan tetap atau bekerja sebagai tenaga kerja indonesia, tenaga kerja indonesia yang purna bekerja di luar negeri, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja, usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah perbatasan dengan negara lain; dan/atau kelompok usaha seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Gabungan Kelompok Tani dan Nelayan (Gapoktan), dan kelompok usaha lainnya[2] .

UMKM merupakan salah satu sektor unggulan yang menopang perekonomian Indonesia. Pelaku UMKM dan koperasi menempati bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia mulai dari petani, nelayan, peternak, petambang, pengrajin, pedagang, dan penyedia berbagai jasa. Selain itu, UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan ekspor. Pada tahun 2013 misalnya, kontribusi sektor UMKM terhadap PDB terus meningkat menjadi sebesar 60,34%, terhadap penyerapan total tenaga kerja sebesar 96,99%, dan terhadap total ekspor non migas mencapai 15,68%.[3] UMKM juga mampu mengurangi ketimpangan dan kesenjangan pendapatan masyarakat Indonesia, karena sektor ini mempunyai ketahanan ekonomi yang tinggi.

RPJMN 2015-2019 mengamanatkan kebijakan di bidang UMKM dan koperasi dalam periode 2015-2019 melalui peningkatan daya saing UMKM dan koperasi, sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih besar (“naik kelas” atau scaling-up) dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional. Strategi pembangunan yang akan dilaksanakan di bidang UMKM dan koperasi antara lain adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan, peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan pemasaran, penguatan kelembagaan usaha, serta peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha. Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan UMKM dilakukan melalui pengembangan lembaga pembiayaan/bank UMKM dan koperasi, serta optimalisasi sumber pembiayaan non-bank, integrasi sistem informasi debitur UMKM dari lembaga pembiayaan bank dan non-bank, peningkatan kapasitas koperasi sebagai pengelola sistem resi gudang (quick wins); serta advokasi pembiayaan bagi UMKM dan koperasi.[4]

Kebijakan pengembangan dan pemberdayaan UMKM dan koperasi mencakup peningkatan akses pada sumber pembiayaan, pengembangan kewirausahan, peningkatan pasar produk UMKM dan koperasi, serta reformasi regulasi UMKM dan koperasi. Penyaluran KUR dilakukan melalui dua metode, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung, UMKM dan koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Secara tidak langsung, UMKM dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana. Pada tahun 2017, total Penyaluran KUR sebesar Rp96,7 triliun dengan empat juta debitur. Adapun pada tahun 2018 target penyaluran KUR sebesar Rp120 triliun.[5]

Memperhatikan arah kebijakan peningkatan daya saing UMKM tersebut, Presiden telah menetapkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan para menteri/kepala lembaga terkait dengan tugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan pembiayaan bagi UMKM termasuk penetapan prioritas bidang usaha, melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM, dan mengambil langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM.

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan program KUR, antara lain:

  • Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menegah.
  • Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 sebagai revisi Keputusan Presiden No. 14 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menegah.
  • Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 180/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran Subsidi Bunga Untuk KUR.

Referensi

  1. ^ http://kur.ekon.go.id/upload/doc/permenko-11-tahun-2017-publish.pdf
  2. ^ Anisa, Siti (30 November 2024). "KUR Nggak Masuk Kredit UMKM yang Bisa Diputihkan? Ini 2 Alasannya". ponselpintar.info. Diakses tanggal 1 Desember 2024. 
  3. ^ http://kur.ekon.go.id/gambaran-umum
  4. ^ http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/sesma/files/Buku%20II%20RPJMN%202015-2019.pdf
  5. ^ admin. "KUR • Evolusi Kur". kur.ekon.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-11.