Pasar obligasi

Revisi sejak 11 Desember 2024 13.17 oleh Alfafa89 (bicara | kontrib) (Membuat Artikel Utama)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Pasar Obligasi[1] merupakan segmen dari pasar keuangan yang berfungsi sebagai tempat untuk memperjualbelikan instrumen obligasi. Surat Utang (Obligasi) merupakan salah satu Efek yang tercatat di Bursa di samping Efek lainnya seperti Saham, Sukuk, Efek Beragun Aset maupun Dana Investasi Real Estat. Obligasi dapat dikelompokkan sebagai efek bersifat utang di samping Sukuk. Obligasi dapat dijelaskan sebagai surat utang jangka menengah panjang yang dapat dipindahtangankan, yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Obligasi dapat diterbitkan oleh Korporasi maupun Negara. Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah, korporasi, atau institusi lain untuk mendapatkan dana dari investor[2]. Pasar ini memiliki peran penting dalam perekonomian global, khususnya dalam mendukung pembiayaan sektor publik dan swasta serta sebagai alternatif investasi bagi individu dan institusi.

Pengertian Pasar Obligasi

Pasar obligasi merupakan tempat bertemunya pembeli dan penjual obligasi. Pasar ini terbagi menjadi dua jenis:

  1. Pasar Primer: Tempat obligasi pertama kali diterbitkan dan dijual kepada investor.
  2. Pasar Sekunder: Tempat investor memperdagangkan obligasi yang telah diterbitkan sebelumnya.

Obligasi yang diperdagangkan di pasar ini biasanya memiliki tenor bervariasi, tingkat bunga tetap atau mengambang, dan risiko yang tergantung pada kualitas kredit penerbit.

Efek Bersifat Utang tercatat di Bursa

Sampai saat ini, terdapat beberapa efek bersifat utang yang tercatat di Bursa, antara lain :

  1. Obligasi Korporasi, yaitu obligasi yang diterbitkan oleh Perusahaan Swasta Nasional termasuk BUMN dan BUMD.
  2. Sukuk adalah Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share), atas aset yang mendasarinya.
  3. Surat Berharga Negara (SBN) merupakan Surat Berharga Negara yang terdiri dari Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
    • Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Ketentuan mengenai SUN diatur dalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
    • Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Ketentuan mengenai SBSN diatur dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
  4. Efek Beragun Aset (EBA) adalah Efek bersifat utang yang diterbitkan dengan Underlying Aset sebagai dasar penerbitan.

Perdagangan Efek Bersifat Utang

Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) adalah sebuah platform perdagangan untuk pasar sekunder Efek Bersifat Utang dan Sukuk di Indonesia. SPPA ini merupakan layanan yang diberikan Bursa Efek Indonesia sebagai Penyelenggara Pasar Alternatif (PPA) berdasarkan amanah POJK No.8/POJK.04/2019 tentang Penyelenggara Pasar Alternatif.

Selain SPPA, terdapat sistem lain yang digunakan untuk pelaporan transaksi Efek Bersifat Utang dan Sukuk yang dikenal dengan nama Centralized Trading Platform – Penerima Laporan Transaksi Efek (CTP-PLTE). CTP-PLTE merupakan sistem elektronik, yang dapat digunakan sebagai sarana perdagangan dan pelaporan transaksi efek bersifat utang. SPPA telah terintegrasi dengan CTP-PLTE, sehingga Pengguna Jasa SPPA yang bertransaksi melalui SPPA, otomatis transaksinya telah terlapor di sistem CTP-PLTE.

Dengan diperdagangkannya efek bersifat utang, maka akan terjadi pembentukan harga efek bersifat utang, yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran efek bersifat utang  tersebut. Adapun dasar-dasar yang dapat mempengaruhi harga wajar efek bersifat utang yang diperdagangkan di Bursa, sebagai berikut:

  1. Interest Rates Besarnya suku bunga menjadi acuan bagi pembeli efek bersifat utang sebagai perbandingan dasar tingkat pengembalian yang diharapkan. Tingkat suku bunga pasar dalam hal ini dapat berupa BI rate. Ketika suku bunga pasar berubah, maka akan mempengaruhi harga efek bersifat utang. Pada saat tingkat suku bunga pasar mengalami kenaikan, sementara besarnya tingkat pengembalian atas efek bersifat utang adalah tetap, maka return riil dari investor dianggap menjadi relatif lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan terjadi aksi jual efek bersifat utang, sehingga harga efek tersebut menjadi turun. Begitu pula sebaliknya.
  2. Faktor Risiko Risiko kredit menggambarkan kemampuan penerbit efek bersifat utang dalam melakukan pembayaran bunga atau pelunasan pokok secara tepat waktu sesuai jatuh temponya. Pada umumnya, efek bersifat utang diperingkat secara berkala oleh Lembaga Pemeringkatan Efek. Investor dapat memanfaatkan informasi pemeringkatan efek bersifat utang dari Lembaga Pemeringat Efek untuk mengukur risiko investasi pada suatu efek bersifat utang dan menilai tingkat kredibilitas suatu perusahaan, serta juga dapat memperlihatkan kinerja/prospek perusahaan. Ketika peringkat efek bersifat utang mengalami penurunan, mengindikasikan tingkat risiko Penerbit dalam memenuhi kewajibannya menjadi lebih rendah yang pada akhirnya dapat berpotensi gagal bayar. Kondisi tersebut akan menyebabkan harga efek bersifat utang tersebut mengalami penurunan. Hal ini disebabkan permintaan atas efek bersifat utang juga mengalami penurunan karena efek bersifat utang tersebut dianggap tidak menarik bagi investor.
  3. Jatuh Tempo Efek bersifat utang yang tercatat di Bursa memiliki periode jatuh tempo yang berbeda-beda. Pada saat jatuh tempo, Penerbit memiliki kewajiban untuk mengembalikan seluruh pokok efek bersifat utang kepada Investor. Pada umumnya, harga efek bersifat utang berbanding terbalik dengan jangka waktu obligasi. Semakin pendek jangka waktu efek bersifat utang, maka akan semakin kecil tingkat ketidakpastian (risiko) atas efek bersifat utang tersebut. Disamping itu, semakin efek bersifat utang tersebut mendekati tanggal jatuh temponya, maka harga efek tersebut akan semakin mendekati nilai nominalnya (par).

Sejarah Pasar Obligasi

Zaman Kuno: Awal Konsep Surat Utang

  • Pada zaman kuno, bentuk awal surat utang sudah ada di Kekaisaran Romawi dan Mesopotamia. Pada masa itu, peminjaman uang antara kerajaan atau individu dilakukan dengan jaminan tertentu. Meski belum dalam bentuk obligasi modern, praktik ini menjadi cikal bakal pembiayaan berbasis utang.
  • Di Eropa pada abad ke-12, kota-kota seperti Venice, Genoa, dan Florence mulai menerbitkan surat utang untuk membiayai perang dan pembangunan infrastruktur. Surat utang ini menjadi instrumen yang mirip dengan obligasi pemerintah saat ini.
  • Pada abad ke-17, Belanda menjadi negara pertama yang menggunakan obligasi secara terorganisasi untuk mendanai perang melawan Spanyol. Obligasi ini menjadi populer karena memberikan imbal hasil tetap kepada investor.

Abad ke-18 sampai ke-21

  • Selama abad ke-18, Inggris mulai mengeluarkan surat utang yang dikenal sebagai consol bonds, yaitu obligasi pemerintah tanpa tanggal jatuh tempo yang memberikan pembayaran bunga secara terus-menerus. Pada periode ini, pasar obligasi mulai berkembang di Amerika Serikat untuk membiayai Perang Kemerdekaan. Alexander Hamilton, Menteri Keuangan AS pertama, memainkan peran penting dalam memperkenalkan sistem obligasi pemerintah.
  • Dengan munculnya Revolusi Industri, kebutuhan pembiayaan meningkat pesat. Obligasi korporasi mulai diterbitkan oleh perusahaan untuk membiayai pembangunan rel kereta api, infrastruktur, dan ekspansi industri. Pemerintah juga menerbitkan obligasi untuk membangun infrastruktur publik seperti jalan, jembatan, dan kanal.
  • Setelah Perang Dunia I dan II, banyak negara menerbitkan obligasi untuk membiayai rekonstruksi pascaperang. Pada dekade 1970-an, pasar obligasi internasional mulai berkembang dengan diterbitkannya eurobond, yaitu obligasi yang diterbitkan di luar yurisdiksi domestik penerbitnya. Di Indonesia, pasar obligasi modern mulai berkembang pada tahun 1990-an, ditandai dengan diterbitkannya Surat Utang Negara (SUN) oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk pembiayaan anggaran negara. Perkembangan teknologi mendorong digitalisasi perdagangan obligasi, memungkinkan transaksi dilakukan secara daring melalui platform perdagangan elektronik. Inovasi seperti obligasi hijau (green bonds) dan obligasi sosial muncul untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek berkelanjutan dan tanggung jawab sosial.

Jenis-Jenis Obligasi di Pasar Obligasi[3]

  1. Obligasi Pemerintah: Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara untuk membiayai pengeluaran publik atau proyek infrastruktur. Contohnya adalah Obligasi Negara Ritel (ORI) di Indonesia.
  2. Obligasi Korporasi: Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan swasta untuk mendapatkan dana bagi ekspansi atau kebutuhan bisnis lainnya.
  3. Obligasi Daerah: Surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek lokal.
  4. Obligasi Internasional: Obligasi yang diterbitkan di luar negara asal penerbit, seringkali dalam mata uang yang berbeda.

Fungsi Pasar Obligasi

  1. Sumber Pendanaan: Pasar obligasi membantu pemerintah dan korporasi mendapatkan dana untuk membiayai berbagai kebutuhan, seperti infrastruktur dan operasional.
  2. Alternatif Investasi: Investor memanfaatkan pasar ini untuk memperoleh penghasilan tetap melalui kupon obligasi dan keuntungan dari kenaikan harga obligasi di pasar sekunder.
  3. Stabilitas Ekonomi: Dengan menyediakan likuiditas dan instrumen investasi yang aman, pasar obligasi membantu menciptakan stabilitas di pasar keuangan.
  4. Penentuan Suku Bunga: Hasil dari perdagangan obligasi sering digunakan sebagai acuan dalam menentukan suku bunga di sektor keuangan.

Risiko di Pasar Obligasi

  1. Risiko Kredit: Risiko gagal bayar oleh penerbit obligasi.
  2. Risiko Suku Bunga: Harga obligasi dapat turun ketika suku bunga naik.
  3. Risiko Likuiditas: Kesulitan menjual obligasi di pasar sekunder karena kurangnya pembeli.
  4. Risiko Valuta Asing: Untuk obligasi internasional, perubahan nilai tukar mata uang dapat mempengaruhi nilai investasi.

Pasar Obligasi di Indonesia[4]

Di Indonesia, pasar obligasi berkembang pesat dengan diterbitkannya berbagai instrumen seperti Obligasi Negara Ritel (ORI), Surat Utang Negara (SUN), dan Sukuk Negara. Bursa Efek Indonesia (BEI) memfasilitasi perdagangan obligasi di pasar sekunder.

Referensi

  1. ^ "Bond Markets, Analysis, and Strategies". MIT Press (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-11. 
  2. ^ "Bond Markets, Analysis, and Strategies". MIT Press (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-11. 
  3. ^ Pamungkas, Glugut Hari. "Apa Itu Obligasi: Pengertian, Jenis dan Bedanya Dengan Saham". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2024-12-11. 
  4. ^ "Surat Utang (Obligasi)". suit-baze. Diakses tanggal 2024-12-11.