Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja
Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja adalah sebuah komite khusus yang dibentuk oleh Parlemen Singapura pada bulan Januari 2018.
Pembentukan dan tugas
Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja dibentuk pada bulan Januari 2018 oleh Parlemen Singapura.[1] Tujuan pembentukannya untuk mengatasi masalah disinformasi di Singapura yang dianggap sebagai sebuah ancaman bagi Singapura yang multi-rasial dan multi-budaya.[2] Disinformasi dianggap oleh Parlemen Singapura dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik dan menghancurkan tatatan masyarakat yang telah terbentuk di Singapura.[3] Tugas utama dari Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja adalah membahas isu-isu seputar dampak penyebaran kepalsuan dalam jaringan terhadap kepentingan publik.[4]
Sidang
Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja mengundang anggota masyarakat tertentu untuk menghadiri sidang. Anggota masyarakat yang diundang terutama akademisi, pemimpin agama, anggota masyarakat sipil, dan perwakilan teknologi. Selama sidang, Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja menerima masukan pendapat dari anggota masyarakat berkaitan dengan kepalsuan daring yang disengaja.[4] Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja juga mengundang para ahli internasional untuk menghadiri sidang.[1]
Pencapaian
Hasil sidang yang diadakan oleh Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja disusun menjadi laporan. Isi laporannya merangkum prosedur jajak pendapat dengan anggota masyarakat mengenai kepalsuan daring yang disengaja. Selain itu, laporan Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja berisi usulan kebijakan kepada Parlemen Singapura mengenai kepalsuan daring yang disengaja.[5] Salah satu hasil jajak pendapat dari Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja ialah pembuatan Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan.[6]
Parlemen Singapura kemudian membahas usulan tersebut selama dua hari perdebatan. Hasil perdebatan ini memutuskan pengesahan rancangan undang-undang yaitu Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan (POFMA).[5]
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b Vilmer, J-B J., dkk. (Agustus 2018). Information Manipulation: A Challenge for Our Democracies, Report by the Policy Planning Staff (CAPS) of the Ministry for Europe and Foreign Affairs and the Institute for Strategic Research (IRSEM) of the Ministry for the Armed Forces (PDF) (dalam bahasa Inggris). Paris: CAPS (Ministry for Europe and Foreign Affairs) dan IRSEM (Ministry for the Armed Forces). hlm. 120. ISBN 978-2-11-152607-5.
- ^ Wong 2023, hlm. 5-6.
- ^ Wong 2023, hlm. 5.
- ^ a b Tan 2020, hlm. 59.
- ^ a b Tan 2020, hlm. 59-60.
- ^ Irwansyah (Maret 2024). Wulandari, D., dkk., ed. ASEAN Guideline on Management of Government Information in Combating Fake News and Disinformation in the Media (PDF) (dalam bahasa Inggris). Jakarta Pusat: Ministry of Communication and Informatics of the Republic of Indonesia. hlm. 70. ISBN 978-602-17232-6-5.
Daftar pustaka
- Tan Zhi Han (2020). "Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act (POFMA): Regulating Fake News to Maintain Public Trust in Singapore". Dalam Echle, C., dan Waha, L. T. Panorama Special Issue: Trust in Politics (dalam bahasa Inggris). Singapura: Konrad-Adenauer-Stiftung. ISSN 0119-5204.
- Wong Mingjie (Agustus 2023). Peningkatan Kemampuan Informasi Guna Mencegah Disinformasi dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional Singapura (PDF). Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.