Dinkus

simbol tipografi
Revisi sejak 18 Desember 2024 08.43 oleh Zeem12 (bicara | kontrib) (Dibuat dengan menerjemahkan halaman "Dinkus")
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Dinkus merupakan simbol kecil atau elemen grafis dalam tipografi yang biasanya terdiri dari tiga asteris atau titik bulat yang diberi jarak secara horizontal, seperti * * * atau    . Simbol ini memiliki berbagai fungsi dan biasanya digunakan untuk menandakan penghilangan yang disengaja atau "jeda logis" dalam tingkatan yang bervariasi dalam sebuah karya tulis. Penggunaan terakhir mirip dengan subbagian, yang mengindikasikan pergantian konteks antara teks sebelum dan setelahnya. Saat digunakan dengan cara ini, dinkus biasanya diletakkan di tengah pada baris tersendiri dengan jarak vertikal sebelum dan sesudahnya. Dinkus telah digunakan dalam berbagai bentuk sejak ca 1850.[1] Secara historis, dinkus sering kali direpresentasikan sebagai asterisme, ⁂, meskipun penggunaan telah ditinggalkan dan hampir tidak digunakan lagi.

Asterisms in use
Tiga asteris digunakan sebagai dinkus dalam novel Painted Veils karangan James Huneker. Dalam hal ini, ia digunakan untuk menonjolkan akhir dari bab yang cukup berani, mempersiapkan pembaca dalam menghadapi perubahan nada cerita.

Etimologi

Istilah ini diciptakan oleh seorang seniman di majalah Australia, The Bulletin, pada tahun 1920-an dan berasal dari kata dinky.

Penggunaan

Pemisah subbagian

Dinkus dapat digunakan untuk menonjolkan jeda antar subbagian dalam suatu bagian utama.[2] Ketika penulis memilih menggunakan dinkus untuk membagi bagian yang lebih besar,[3] tujuannya adalah untuk menjaga kesan kesinambungan cerita dalam bab atau bagian tersebut secara menyeluruh, sambil mengubah elemen pada latar atau alur.[4] Sebagai contoh, saat penulis memperkenalkan kilas balik atau perubahan adegan yang signifikan, dinkus dapat membantu menunjukkan pergantian latar dalam konteks tema bab secara keseluruhan. Pada kasus seperti ini, dinkus sering dianggap lebih tepat untuk digunakan dibanding memulai bab baru. [5] Teknik ini sering digunakan khususnya dalam fiksi sastra.[5]

Informasi yang dihilangkan dengan sengaja

Banyak penggunaan dinkus—termasuk yang umum dalam sejarah—mengindikasikan adanya penghilangan informasi yang disengaja.[1] Dalam kasus ini, dinkus digunakan untuk memberi tahu pembaca bahwa informasi tertentu telah dihilangkan. Dinkus juga dapat digunakan untuk menyampaikan maksud "tanpa judul" atau bahwa nama penulis atau judulnya sengaja tidak dicantumkan. Contohnya dapat ditemukan dalam beberapa edisi Album for the Young oleh komposer Robert Schumann (№ 21, 26, dan 30).[6]

Selain itu, dinkus juga dapat digunakan dalam konteks apa pun sebagai cara sederhana untuk menyingkat teks. Dalam bidang pembuatan undang-undang, khususnya peraturan daerah, dinkus sering digunakan untuk menunjukkan singkatan dalam revisi atau perubahan peraturan ranpa menyiratkan penghapusan bagian yang dihilangkan.[7]

Ornamen

Surat kabar, majalah, dan karya lainnya dapat menggunakan dinkus sebagai ornamen tipografi sederhana, untuk alasan estetika semata. Saat dinkus digunakan untuk tujuan estetika, bentuknya sering kali berupa fleuron, seperti , atau terkadang berupa dingbat. [8] Meskipun fleuron, dingbat, dan dinkus biasanya memiliki perbedaan, penggunaannya dapat saling tumpang tindih.

Simbolisme puitis

Dalam beberapa kasus, penggunaan dinkus diterapkan dalam puisi untuk menyampaikan makna non-verbal. Hal ini dicontohkan dalam puisi Thresholes karya Lara Mimosa Montes, di mana sang penyair sering menggunakan dinkus berbentuk lingkaran, ○ , sebagai bentuk "tanda baca pada tingkat keseluruhan teks, bukan hanya pada frasa atau kalimat" sepanjang karyanya.[9]

Variasi

Banyak variasi dinkus menggunakan bentuk asteris sebagai bagian dari komposisi, baik sebagian maupun seluruhnya; meskipun simbol lain juga dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang sama. Beberapa contoh lain, misalnya serangkaian titik,[10][11] fleuron,[11] asterisme, atau gambar kecil. Dalam tanda baca Braille Esperanto, dinkus biasanya menggunakan deret titik dua horizontal, .

Galeri

Istilah "dinkus" dalam penggunaan lain

Di kalangan orang Hungaria Amerika dan Polandia yang lebih tua, dinkus merupakan istilah kuno untuk menyebut Senin Paskah.[12]

Dalam bahasa Inggris Australia, khususnya pada media berita, kata "dinkus" merujuk pada foto kecil penulis sebuah artikel berita.[13] [14] Di luar Australia, istilah ini sering disebut sebagai headshot.

Referensi

  1. ^ a b Butterford, Consul Willshire (1858). A Comprehensive System of Grammatical and Rhetorical Punctuation. Cincinnati: Longley Brothers. hlm. 37, 40.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Grammar Book" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ "Glossary". The News Manual. 
  3. ^ "D'Alliage à Avertissement — Orthotypographie, de Jean-Pierre Lacroux (Lexique des règles typographiques françaises)". www-orthotypographie-fr.translate.goog. 
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Aus Editing
  5. ^ a b "Five Ways I Hate Your Dinkus". Self-Publishing Review. August 26, 2021. 
  6. ^ Taruskin, Richard (2005). The Oxford History of Western Music. 3. hlm. 311. ISBN 978-0-19-516979-9. 
  7. ^ "Did You Know? The Dinkus". Municode. 
  8. ^ Bringhurst, Robert (2004). The Elements of Typographic Style (edisi ke-3rd). Hartley & Marks. hlm. 63, 290–291. ISBN 978-0-88179-206-5. Diakses tanggal 10 November 2020. 
  9. ^ Gabbert, Elisa (December 29, 2020). "How Poets Use Punctuation as a Superpower and a Secret Weapon". The New York Times. 
  10. ^ Lundmark, Torbjorn (2002). Quirky Qwerty: The Story of the Keyboard @ Your Fingertips. University of New South Wales. hlm. 120. ISBN 9780868404363. 
  11. ^ a b Crystal, David (2016). Making a Point: The Pernickety Story of English Punctuation. London Profile Books. ISBN 9781781253519. 
  12. ^ Pleck, Elizabeth Hafkin (2001). Celebrating the Family: Ethnicity, Consumer Culture, and Family Rituals. Harvard University Press. hlm. 90. ISBN 9780674002302. 
  13. ^ "Infinite Anthology". The Monthly. August 5, 2010. 
  14. ^ Sadokierski, Zoe (27 March 2014). "Why The Saturday Paper's design breeds disappointment". The Conversation. 

Bacaan lanjut