Uji Kompetensi Wartawan

Revisi sejak 19 Desember 2024 15.05 oleh Najla Khairani Siregar (bicara | kontrib) (Membuat halaman baru:Uji Kompetensi Wartawan)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Kompetensi wartawan adalah kemampuan wartawan untuk memahami, menguasai, dan menegakkan profesi jurnalistik atau kewartawanan serta kewenangan untuk menentukan (memutuskan) sesuatu di bidang kewartawanan.[1]

Sejarah Terbentuknya

sunting

Pada akhir era Orde Baru dan memasuki era reformasi pada tahun 1998, kebebasan pers di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan, dimana media tidak lagi dikontrol oleh pemerintah dan siapapun boleh membuat media pers.[2] Masyarakat memperoleh hak untuk mengakses informasi lebih bebas tanpa kontrol pemerintah yang ketat. Meskipun demikian, kebebasan ini juga menghadirkan tantangan baru, terutama dalam menjaga kualitas dan kredibilitas berita yang disampaikan oleh media. Munculnya media baru dan perkembangan pesat media digital menambah kompleksitas dalam mengelola informasi yang akurat dan berimbang. Hal ini juga ditambah dengan mudah dan murahnya pengelolaan media online yang membuat ratusan dan mungkin ribuan media abal-abal memilih migrasi ke media online.[3]

Mengantisipasi masalah yang akan timbul oleh akses profesi ini, sejak akhir dekade pertama tahun 2000-an, Dewan Pers Indonesia menggagas perlunya Standar Kompetensi Wartawan (SKW). Pedoman ini bertujuan untuk memetakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang wartawan agar mampu menjalankan tugas jurnalistik secara etis dan profesional. Hal ini dicantumkan dalam Peraturan Dewan Pers No. 1/2010.

Pada tahun 2006, dengan merujuk pada peningkatan kebutuhan untuk menjamin kualitas jurnalisme di Indonesia, Dewan Pers mulai menggagas Uji Kompetensi Wartawan. Proses ini dimulai dengan riset dan kajian mendalam tentang standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang wartawan profesional. Kajian ini melibatkan partisipasi dari berbagai elemen media, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil yang peduli terhadap kualitas pers.

Pada Hari Pers Nasional 2010 di Palembang, masyarakat pers mendeklarasikan Piagam Palembang. Menindaklanjuti hal itu, Dewan Pers bersama konstituen pada2011 mencanangkan peningkatan kompetensi wartawan melalui Uji Kompetensi Wartawan/Jurnalis (UKW /J).[4] UKW pertama kali digulirkan pada tahun 2011 yang didasari oleh Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan dan kemudian disempurnakan oleh Peraturan Dewan Pers Nomor: 1/Peraturan-DP/VIII/2015 tentang Peserta Uji Kompetensi Wartawan (Dewan Pers, 2010; 2015; 2018).[5]

UKW pertama kali dilaksanakan pada tahun 2010 di Jakarta, melibatkan wartawan dari berbagai media cetak, elektronik, dan online. Sistem UKW dirancang untuk mengklasifikasikan wartawan ke dalam tiga jenjang kompetensi:[6]  

1. Wartawan Muda – Untuk wartawan yang baru memulai karier jurnalistik, diharapkan memiliki pengetahuan dasar tentang prinsip-prinsip jurnalistik dan etika, tetapi belum memiliki banyak pengalaman praktis.  

2. Wartawan Madya – Untuk wartawan yang telah memiliki beberapa tahun pengalaman, diharapkan memiliki kemampuan untuk menghasilkan berita yang lebih matang, berimbang, dan mendalam.  

3. Wartawan Utama – Untuk wartawan yang memiliki pengalaman luas, diharapkan mampu menjadi pembimbing bagi wartawan lain, memiliki pengetahuan yang mendalam tentang etika dan hukum pers, serta mampu meliput berita dengan konteks yang lebih kompleks.

UKW melibatkan berbagai tahapan penilaian, termasuk tes tulis, wawancara, serta ujian praktik untuk mengukur kemampuan teknis wartawan dalam meliput berita, termasuk kemampuan untuk memverifikasi informasi, mengidentifikasi sumber yang kredibel, dan menyusun berita dengan cara yang akurat dan berimbang. Dewan Pers juga menggandeng lembaga penguji independen yang telah diakreditasi untuk memastikan obyektivitas dan konsistensi dalam penilaian.

Dalam beberapa tahun pertama pelaksanaannya, UKW telah membantu banyak wartawan untuk memperbaiki kualitas kerja mereka. Sertifikasi ini tidak hanya memberikan pengakuan atas keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki, tetapi juga memberikan feedback yang konstruktif untuk meningkatkan standar jurnalisme di Indonesia. Dewan Pers terus memperbarui materi uji kompetensi berdasarkan perkembangan di dunia jurnalistik, khususnya terkait dengan perubahan teknologi dan metode peliputan berita.

Daftar Referensi

sunting
  1. ^ "Wayback Machine" (PDF). dewanpers.or.id. Diakses tanggal 2024-12-19. 
  2. ^ http://scholar.unand.ac.id/66041/2/BAB%20I.pdf
  3. ^ https://dewanpers.or.id/berita/detail/991/Kompetensi-Wartawan
  4. ^ http://eprints.radenfatah.ac.id/3452/1/WAHYU%20SAPRAN%20(14530120).pdf
  5. ^ Hidayat, Rahmat; Chatra, Emeraldy; Arif, Ernita (2020). "Implications of Journalist Competency Test on Professionalism (a Phenomenological Study of Certified Journalists in Achieving Professionalism and Neutrality of Journalistic Products)". AL-HKMAH: Media Dakwah, Komunikasi, Sosial dan Budaya. 11 (2): 68–79. doi:10.32505/hikmah.v11i2.2542.  line feed character di |title= pada posisi 65 (bantuan)
  6. ^ ISYA, MUHAMMAD; GINTING, RAHMANITA; SALEH, ARIFIN (2021). [file:///Users/mac/Downloads/superadmin,+Muhammad+Isya+Template.pdf "PERAN UJI KOMPETENSI WARTAWAN DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME WARTAWAN ANGGOTA SERIKAT MEDIA SIBER INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA"] Periksa nilai |url= (bantuan) (PDF). Jurnal Sosial Humaniora Komunikasi.  line feed character di |title= pada posisi 36 (bantuan)