Situs Hujung Langit
Situs Hujung Langit[1][2] atau disebut juga Situs Harakuning[3] adalah suatu situs purbakala yang terletak di Dusun Harakuning Jaya, Pekon (desa) Hanakau, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat. Situs ini mendapatkan namanya dari keberadaan Prasasti Hujung Langit yang ditemukan di situs ini pada tahun 1912. Di samping prasasti tersebut, di situs ini ditemukan peninggalan berupa bekas-bekas tempat yang disucikan dan permukiman masyarakat kuno, arca-arca megalitik, keping-keping pecahan gerabah dan keramik, dan lain-lain.[3]
Prasasti Hujung Langit
Prasasti Hujung Langit adalah sebuah prasasti batu yang diperkirakan merupakan peninggalan dari zaman kedatuan Sriwijaya. Prasasti ini terukir di atas sebuah batu andesit kasar yang berbentuk kerucut, dengan puncaknya yang mengarah ke atas, berukuran tinggi 162 cm dan lebar 60 cm. Ditemukan oleh surveyor dari Dinas Topografi Hindia Belanda pada tahun 1912, prasasti ini terdiri dari 18 baris tulisan yang kondisinya sudah sangat aus.[3] Selain itu di sebelah atasnya terdapat pula lukisan sebatang belati terhunus, dengan ujungnya menghadap ke arah kanan.[4]
Prasasti tersebut ditulis dalam aksara Jawa Kuna dan berbahasa Melayu Kuna. Berdasarkan bentuk huruf-hurufnya (paleografi), Damais menyimpulkan bahwa prasasti tersebut berasal dari tahun 919 Saka (997 M).[4] Dalam pada itu, berdasarkan beberapa kata yang masih dapat terbaca, diduga bahwa isi prasasti ini adalah mengenai penetapan sebidang tanah di Hujung Langit sebagai sima oleh Pungku Haji Yuwarajya Sri Haridewa, untuk dipergunakan membiayai pemeliharaan suatu bangunan suci.[3][5]
Deskripsi situs
Situs Hujung Langit terletak pada sebuah dataran seluas lk. 20 hektar, yang di sisi timur laut, tenggara, dan barat daya hingga ke barat dikelilingi oleh lembah bekas aliran sungai yang berawa-rawa, bagian dari Way Rubok.[6] Disebut sebagai "pulau" oleh penduduk setempat, situs ini berada pada koordinat 104°04'48,1" BT dan 04°59'38" LS, pada ketinggian 912 m dpl.[5] Damais, dalam kunjungan lapangannya beserta tim arkeologi di tahun 1954, mendapatkan bahwa di sekeliling Prasasti Hujung Langit terdapat sejumlah potongan batu yang menandakan bahwa pernah ada sebuah monumen di lokasi ini.[4]
Tinggalan budaya megalitik terdapat pada bagian tenggara area situs. Tinggalan megalitik ini berupa arca megalitik, batu datar, dan batu bergores.[3][6]
Dari penelitian tahun 1995 dan 2014, masing-masing ditemukan satu arca megalitik yang berukuran tinggi 60 cm dan 28 cm, berturut-turut.[6] Ekskavasi tahun 1995 juga menemukan tatanan struktur batu dengan jejak pengerjaan atau dibentuk. Diperkirakan batu-batu ini merupakan bagian dari struktur bangunan kuno.[6]
Selain itu, ditemukan pula sebuah batu datar dan tidak berapa jauh darinya, sebuah batu bergores. Batu datar dalam tradisi megalitik merupakan perangkat untuk menaruh sesaji sebagai komponen ritual pemujaan yang dilakukan. Sementara itu batu bergores yang ditemukan memiliki panjang 62 cm, lebar terlebar 62 cm dan lebar terpendek 23 cm, sedangkan tingginya 6 cm hingga 12 cm. Terdapat 19 goresan yang terletak merata di seluruh permukaan batu. Batu bergores merupakan sarana untuk memberi kekuatan gaib pada senjata tajam seperti pisau, parang, ataupun benda lainnya, dengan cara mengasahkan senjata tajam tersebut pada batu.[6]
Temuan tembikar dan keramik
Di samping temuan-temuan yang terkait ritual di atas, ditemukan pula kepingan-kepingan tembikar (kereweng) dan keramik, yang menandakan bahwa situs ini juga menjadi lokasi dari suatu permukiman kuno.[1] Dari penelitian rekonstruksi yang dilakukan, diperkirakan tembikar-tembikar itu berasal dari jenis periuk, cawan, pasu, jambangan, tutup wadah, pegangan, dudukan tungku, tatakan, dan lain-lain.[1]
Sedangkan pecahan-pecahan keramik yang ditemukan di Situs Hujung Langit, berdasarkan analisis kronologi relatifnya, diperkirakan berasal dari beberapa dinasti kerajaan di Cina, yaitu Dinasti Tang (lk. abad 10 M), Song selatan (abad 11-13 M), Yuan (abad 13-14 M), dan Ming (abad 16-17 M). Ini menunjukkan bahwa permukiman kuno Situs Hujung Langit juga berhubungan dengan jalur-jalur perdagangan barang.[6]
Catatan kaki
- ^ a b c Rusyanti. (2013). "Tembikar-tembikar di Situs Hujung Langit, Lampung Barat". Purbawidya, vol. 2(2): 206-217 (November 2013). (Salinan pada ResearchGate).
- ^ Rusyanti, N. Saptono, & E. Widyastuti. (2013). "Melacak jejak fitur parit kuno masyarakat Lampung: jejak migrasi Austronesia jalur barat?". Prosiding Seminar Nasional Arkeologi 2019, hlm. 127-136. DOI: https://doi.org/10.24164/prosiding.v3i1.15
- ^ a b c d e BPCB Banten: Tinggalan Arkeologis di Situs Harakuning, Lampung Barat, artikel pada laman Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten, June 29, 2015, diakses tgl. 18/xii/2024.
- ^ a b c Damais, L-C. (1962). "II. Études soumatranaises : I. La date de l'inscription de Hujung Langit ("Bawang")". Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient. Tome 50(2): 275-310. DOI : https://doi.org/10.3406/befeo.1962.1535
- ^ a b Saptono, N., E. Widyastuti, N. Laili, & M. Qadarsih. (2014). Khasanah Budaya Lampung. Serang: Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang.
- ^ a b c d e f Rusyanti, N. Laili, A. Purwoarminta, & A.V. Krama. (t.t.) Berkelana ke Hujung Langit: mengenal bukti arkeologis tertua di Lampung Barat. Buku pengayaan rumah peradaban Lampung. Bandung: Balai Arkeologi Jawa Barat.
Bacaan lain
- Damais, L-C. (1995). "Tanggal prasasti Hujung Langit ("Bawang")". dalam Epigrafi dan Sejarah Nusantara: pilihan karangan Louis-Charles Damais. Seri Terjemahan Arkeologi N° 3. Jakarta: Ecole Française d'Extrême-Orient (EFEO) & Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. ISBN 979-8041-1 6-X