Operasi Mass Appeal

Operasi Mass Appeal adalah operasi disinformasi yang mayoritas digerakkan oleh intelijen Inggris Secret Intelligence Service (atau dikenal juga dengan sebutan MI6), untuk menciptakan kesan bahwa Irak menyimpan senjata pemusnah massal, dan karenanya sah untuk diperangi. Disinformasi dilakukan dengan bekerjasama dengan media untuk menanamkan berita-berita keliru.[1] Padahal pada ujungnya disadari bahwa senjata pemusnah massal itu tidak pernah ada, karena sudah banyak dihancurkan oleh PBB pada periode 1990an, dan hanya sebuah imajinasi dan rekayasa dari pihak Amerika Serikat, Inggris, dan sekutu-sekutu mereka.[2][3]

Terbukanya informasi mengenai Operasi Mass Appeal tentu pada ujungnya membuat legitimasi pentingnya menyerang Irak pada periode tahun 2000an, bahkan sampai menghukum mati Saddam Hussein menjadi diragukan.

Latar belakang

Setelah peristiwa penyerangan pesawat bunuh diri pada 9 November 2001, Amerika Serikat mencari-cari alasan untuk melakukan invasi ke Timur Tengah, terutama Irak. Namun walaupun memiliki hubungan saling benci, tidak ada alasan yang tepat bagi George Bush untuk melakukan invasi. Selain menghadapi kemungkinan sanksi dari PBB, publik juga berpotensi balik mengecam dan akhirnya melemahkan dukungan dan kestabilan politik yang dibutuhkan Bush yang cenderung turun drastis, setelah sempat melonjak paska kejadian 9/11. Biasanya memang mengobarkan perang kepada negara lain yang dibenci menjadi jalan keluar untuk meningkatkan dukungan secara instan, dan memang terbukti pada tahun 2003, setelah invasi ke Irak terjadi, approval rating Bush kembali naik ke angka 71 persen, setelah sebelumnya turun menuju 51 persen. Angka ini turun kembali setelah perang mulai berlarut, dan kembali melonjak setelah Saddam Hussein tertangkap.[4]. Di dalam dunia analia politik, fenomena ini dikenal dengan nama "rally 'round the flag effect".[5]

Keterlibatan Inggris dalam manipulasi ini bisa jadi disebabkan kedekatan aliansi secara politik dan strategi, serta upaya Inggris untuk mempererat hubungan.

Eksekusi

Disinformasi dilakukan dengan merekrut petugas pemeriksa dari PBB, Scott Ritter, yang kemudian diperjalas dalam pengakuannya di buku "Iraq Confidential" yang terbit tahun 2005, untuk memalsukan laporan seolah Irak memang memiliki senjata pemusnah massal.[6]

"Mass Appeal served as a focal point for passing MI6 intelligence on Iraq to the media, both in the UK and around the world. The goal was to help shape public opinion about Iraq and the threat posed by WMD."

atau terjemahan bebasnya:

"Mass Appeal menjadi titik fokus penyebaran hasil kerja intelijen MI6 kepada media, baik di Inggirs maupun ke seluruh penjuru dunia. Tujuan besarnya adlaah membentuk opini publik mengenai Irak dan ancaman senjata pemusnah massal."

Ritter mengakui bahwa dirinya ditugaskan membaca, mengolah data yang sebenarnya meragukan dan hampir tidak ada nilainya, lalu diminta intelijen untuk mengolahnya agar terlihat bombastis dan bisa mengkinformasi kepemilikan senjata pemusnah massal sehingga merusak persepsi penduduk di seluruh dunia terhadap Irak. Hasil analisa tersebut kemudian disebarkan ke media untuk diberitakan. Namun MI6 sendiri membantah hal ini pernah terjadi. [6]

Proses ini cenderung mudah karena Ritter mengakui sebelumnya memang pernah bekerjasama dengan intelijen Inggris untuk kepentingan lain.

Referensi

  1. ^ Rufford, Nicholas (28 December 2003). "Revealed: how MI6 sold the Iraq war". The Sunday Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 June 2010. Diakses tanggal 15 March 2009. 
  2. ^ Further Information Regarding US Government Attribution of a Mobile Biological Production Capacity by Iraq dari situs gwu.edu
  3. ^ What Happened to Saddam's Weapons of Mass Destruction? dari situs armscontrol.org
  4. ^ Presidential Approval Ratings -- George W. Bush. dari situs gallup
  5. ^ Goldstein, Joshua S.; Pevehouse, Jon C. (2008). International Relations: Eighth Edition. New York: Pearson Longman.
  6. ^ a b MI6 ran 'dubious' Iraq campaign. dari situs bbc