Sejak awal-awal masehi sebelum Salakanagara dan Tarumanagara berdiri, diketahui wilayah Bogor, Karawang, Bekasi, Jakarta, Tangerang telah berinteraksi dengan pendatang, perantau, pelaut serta para pedagang luar negeri (India, Arab. Cina dan Asia Tenggara daratan).

Hal ini yang dibuktikan dengan temuan tembikar roulleted ware yang khas dari India. Bahkan temuan tembikar roulleted ware yang ditemukan di Asian Tenggara, paling banyak ditemukan di situs Batujaya.

Penutup mata emas dari Batujaya Jejak budaya Buni yang terlacak umumnya berupa komplek kubur yang cukup besar. Kubur dengan bekal kuburnya memberi pesan bahwa leluhur kita adalah masyarakat yang religius.

Fakta dan Bukti yang kuat bahwa sudah adanya aktifitas dan dinamika orang Sunda bersentuhan, berlayar, berdagang dan terbuka dengan peradaban- peradaban besar dunia sebelum masehi

Berbagai artefak logam dan tembikar disertakan pada tokoh yang dikuburkan juga memperlihatkan adanya pelapisan sosial di dalam masyarakat prasejarah di Tatar Sunda. Sehingga ada tokoh yang dimakamkan dengan bekal kubur yang sangat raya (berupa puluhan periuk, manik dan peralatan emas) namun ada juga yang hanya diberi beberapa wadah periuk.

Penutup mata emas juga ditemukan di sektor lempeng – situs Batujaya yang tampaknya merupakan areal penguburan pada masa Buni, karena lebih dari 25 individu telah ditemukan di sektor ini. Penutup mata emas ini ternyata dikenakan oleh seorang anak kecil (balita).

Cagar Budaya Situs Batujaya. – Kawasan ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 76/M/2019.

Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks percandian Buddha yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.

Cagar Budaya Situs Batujaya ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik. Menjadi titik kumpul dari pelayar, pelaut dan pedagang dari mancanegara untuk saling bertemu dan berhubungan selain tuntutan ritualitas para pendatang tersebut.

Candi-candi tersebut merupakan candi-candi tertua di Nusantara. Kompleks percandian dibangun pada zaman Kerajaan Salakanagara dan Tarumanagara yang bercorak Hindu. Pembangunan kompleks candi Buddha yang megah di kerajaan Hindu menunjukkan tingginya toleransi antar umat beragama pada masa itu.

Berdasarkan data zonasi, terdapat 39 lokasi percandian. Di lokasi kompleks percandian ditemukan sejumlah artefak antara lain inskripsi (emas, terakota, dan bata), ornament berupa kepala manusia dan hewan yang terbuat dari stucco, wadah-wadah dan peralatan yang terbuat dari gerabah dan keramik Cina masa Dinasti Tang berusia abad ke-9 hingga ke-10 Masehi. Diperkirakan masih terdapat beberapa bangunan/struktur lain yang diduga Cagar Budaya.

Situs Batujaya terletak di lokasi yang relatif berdekatan dengan Situs Cibuaya (sekitar 15 km di arah timur laut) yang merupakan peninggalan bangunan Hindu dan situs temuan pra-Hindu “Kebudayaan Buni” yang diperkirakan berasal dari masa abad pertama Masehi.

Kenyataan ini seakan-akan mendukung tulisan Fa Hsien, seorang bhiksu dari Cina yang berkunjung ke Pulau Jawa pada tahun 414 Masehi, yang menyatakan: “Di Ye-po-ti (transliterasi dari Jawa Dwipa, kemungkinan besar yang dimaksud adalah Kerajaan Tarumanagara, kerajaan di Pulau Jawa yang berjaya pada masa itu) jarang ditemukan penganut Agama Buddha, tetapi banyak dijumpai brahmana dan orang-orang beragama kotor (penganut kepercayaan lokal, animisme)”.

Bukti sangat kuat bahwa percandian di Batujaya dibangun sebelum adanya Kerajaan Sriwijaya yang baru pada abad ke-6/7 masehi berdiri. Beberapa ratus tahun kemudian.

Lokasi candi ini dahulu merupakan danau atau rawa dan candi dibangun di tepian. Danau ini terbentuk akibat beralihnya Citarum dari arah utara ke barat laut. Hal ini juga ditandakan dengan nama desa yang ada yaitu Segaran dan Telaga Jaya yang berarti laut atau badan air seperti danau dalam bahasa Sanskerta.

Survei dan penggalian yang dilakukan di situs Batujaya, Karawang, tahun 1985-2006 mengungkapkan perkembangan sebuah lahan pemukiman mulai masa prasejarah akhir, Sagara Pasir, Salakanagara, Tarumanagara sampai jaman kerajaan Sunda pada abad ke-12. Maka dapat direkonstruksikan bentuk-bentuk kebudayaannya yang meliputi: permukiman, tatanan masyarakat, religi, kesenian, teknologi, bahasa dan keberaksaraan serta sistem perekonomian.

Karena berhubungan langsung dengan India Selatan sejak masa paling awal, situs Batujaya menghasilkan suatu corak budaya Hindu-Buddha yang khas.

Kompleks percandian Batujaya di Karawang, Jawa Barat, sejauh ini ditengarai sebagai yang disebut tertua di Indonesia.  Melalui metode isotop Carbon-14, kawasan candi Buddha ini dibangun abad II-VII masehi, dilanjutkan abad IX-X hingga XII masehi.

Situs seluas 337 hektar sebagai kawasan inti dan kawasan penyangganya sehungga berjumlah 500 hektar (5 km2) ini berada di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya - Karawang. Letaknya candi berbahan batu bata ini sekitar 40 kilometer dari pusat kota Karawang.

Lebih dari sekadar peninggalan masa lalu, Batujaya mengirimkan pesan untuk masa depan. Arkeolog Hasan Djafar menyebut Batujaya dipengaruhi tradisi Nalanda di India utara. Kebudayaan India datang bersama pendatang dari sejumlah negara lewat perdagangan di pantai utara Jabar.

Batujaya muncul dari hasil perpaduan kebudayaan antara masyarakat pendatang dan warga setempat,” kata Hasan.

Salah satunya kolaborasi hadir lewat teknologi pengolahan tanah liat dengan campuran sekam atau kulit padi untuk dibuat batu bata. Tujuannya mematangkan bagian dalam batu bata saat dipanaskan hingga suhu 700 derajat celsius.