Berita palsu di Asia Tenggara

gambaran umum tentang berita palsu di Asia Tenggara
Revisi sejak 20 Desember 2024 09.00 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (menambahkan konten dan rujukan)

Berita palsu di Asia Tenggara memiliki definisi yang masih samar khususnya di Asia Tenggara Daratan.

Definisi

Pada empat negara di Asia Tenggara Daratan, definisi terhadap berita palsu tidak dinyatakan secara jelas. Keempat negara tersebut ialah Kamboja, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Berita palsu dimaknai pada keempat negara sebagai suatu berita tidak benar yang berdampak merugikan keamanan nasional, stabilitas politik, dan reputasi nasional. Definisi berita palsu pada keempat negara hanya diwakili oleh teks hukum yang dikutip oleh otoritas pemerintahan selama tahun 2007–2020 di masing-masing negara ketika menangani berita palsu.[1]

Penggunaan

Definisi berita palsu di Asia Tenggara Daratan, terutama digunakan untuk pembatasan terhadap berita palsu dengan tujuan untuk mengendalikan ruang digital. Pengendalian ruang digital dengan berlandasakan kepada definisi berita palsu dilakukan oleh Pemerintah Kamboja, Pemerintah Myanmar, Pemerintah Thailand, dan Pemerintah Vietnam.[2] Keempat rezim tersebut menerapkan autokrasi dengan adanya pembatasan kebebasan sipil. Peringkat kebebasan sipil di keempat rezim tersebut oleh Freedom House dalam kategori 'tidak bebas'.[3]

Perundang-undangan

Beberapa pemerintah dari negara-negara yang tergabung dalam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Perbara) telah memperkenalkan beberapa jenis undang-undang berita palsu sebagai bagian dari legislasi nasional. Pembuatan undang-undang berita palsu dilakukann oleh pemerintah nasional di Perbara untuk membatasi penyebaran berita palsu dan menjaga keamanan nasional. Pemerintah Singapura telah mengesahkan Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan (POFMA). Pemerintah Malaysia mengesahkan Undang-Undang Anti-Berita Palsu. Sebuah dekrit bernama Dekrit Anti-Berita Palsu juga telah diterbitkan oleh Pemerintah Vietnam. Pemerintah Filipina menerbitkan Undang-Undang Anti-Kejahatan Siber, sedangkan Pemerintah Indonesia telah membuat undang-undang yang mengatuur persoalan pencemaran nama baik dalam internet.[4]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Sombatpoonsiri dan Luong 2022, hlm. 5.
  2. ^ Sombatpoonsiri dan Luong 2022, hlm. 1.
  3. ^ Sombatpoonsiri dan Luong 2022, hlm. 2.
  4. ^ Martinus, Melinda (29 September 2022). "Can ASEAN Mitigate Fake News in Southeast Asia?" (PDF). ASEANFocus (dalam bahasa Inggris). ASEAN Studies Centre, ISEAS-Yusof Ishak Institute. 39: 25. ISSN 2424-8045. 

Daftar pustaka