Propaganda kartografi
Propaganda kartografi merujuk pada peta yang dibuat bukan hanya untuk menggambarkan suatu wilayah secara objektif, tetapi dengan tujuan untuk mempengaruhi pandangan atau opini publik. Peta ini bisa saja diubah atau diputarbalikkan faktanya, atau dibuat dengan sudut pandang tertentu untuk mempengaruhi cara individu berpikir. [1] Meskipun peta dianggap sebagai representasi nyata dari suatu wilayah, pada kenyataannya peta sering kali dipengaruhi oleh perspektif pembuatnya, karena kartografi adalah produk yang subjektif dan dipengaruhi oleh pandangan manusia. Sebagian melihat kartografi sebagai industri yang mengemas dan memasarkan pengetahuan spasial [2] maupun sebagai alat komunikasi yang terdistorsi oleh subjektivitas manusia. [3]
Propaganda kartografis menjadi efektif karena peta dipandang sebagai representasi yang objektif dari kenyataan sebenarnya, sehingga jarang ada yang menyadari bahwa peta itu bisa jadi merupakan model yang terdistorsi, mengandung informasi yang tidak sepenuhnya benar dan tidak menggambarkan kenyataan secara akurat.[4] Karena istilah propaganda saat ini merujuk kepada konotasi negatif, beberapa pihak menyebutnya dengan kartografi persuasif atau persuasive cartography, yaitu peta yang dibuat untuk mempengaruhi pandangan atau keyakinan, bukan hanya untuk menyampaikan informasi geografis.[5]
Sejarah
Peta T-O sebagai Propaganda Sejarah
Pada Abad Pertengahan, peta T-O digunakan sebagai bentuk propaganda kartografis yang mencerminkan pandangan dunia berdasarkan agama dan kepercayaan Eropa. Peta ini menggambarkan dunia sebagai tiga bagian utama yang dipisahkan oleh garis berbentuk "T", dengan Jerusalem berada di tengah. T-O berasal dari bentuk peta ini yang melambangkan dunia terpisah menjadi tiga bagian: Asia, Eropa, dan Afrika, dengan wilayah yang dikenal oleh orang Eropa pada saat itu. Ini bukanlah representasi geografis yang akurat, melainkan sebuah cara untuk menunjukkan dominasi agama Kristen dan pandangan dunia yang berpusat pada Eropa. Peta semacam ini lebih sering digunakan untuk tujuan simbolik dan religius, daripada untuk memberikan informasi geografis yang akurat.[6]
Renaissance dan Penggunaan Peta
Pada masa Renaisans, penggunaan peta mulai meluas. Di Italia, misalnya, peta digunakan untuk tujuan militer dan strategi, seperti merencanakan benteng, kanal, dan saluran air. Kompetisi antar negara kota di Italia, seperti Venesia, Florence, dan Milan menyebabkan kesadaran akan pentingnya peta dalam perencanaan militer dan pengelolaan sumber daya. Penggunaan peta pada periode ini juga berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan keinginan untuk merepresentasikan dunia secara lebih objektif. Dengan semakin berkembangnya teknologi dan pemahaman tentang geografi, peta mulai digunakan untuk tujuan politik, budaya, dan strategis, dengan tujuan utamanya mempengaruhi opini publik dan memperkuat kekuasaan politik, baik dalam konteks militer maupun sipil.[7]
Perkembangan Propaganda Kartografis di Jerman Pada periode antar-perang, terutama dengan munculnya rezim Nazi, penggunaan peta sebagai alat propaganda semakin intensif. Peta mulai digunakan sebagai instrumen untuk menyebarkan ideologi negara dan memperkuat citra kekuasaan.[8] Dalam konteks Nazi, peta berfungsi sebagai kartografi sugestif, di mana peta tidak hanya menggambarkan lokasi fisik, tetapi juga menciptakan narasi tentang kekuatan dan ancaman yang hadir dalam dunia nyata. Propagandis Jerman memanfaatkan peta untuk menggambarkan kondisi Jerman sebagai bangsa yang kuat dan mulia, serta menggambarkan musuh-musuh mereka, terutama Sekutu, dalam cara yang merendahkan atau mengancam.[9]
Tiga kategori utama peta propaganda yang digunakan oleh mesin propaganda Nazi adalah:
- Peta yang menggambarkan kondisi Jerman: Peta-peta ini menggambarkan Jerman sebagai bangsa yang unggul, sering kali memperbesar wilayahnya atau menggambarkan sejarahnya yang penuh kejayaan.
- Peta yang mempengaruhi moral Sekutu: Peta-peta ini dirancang untuk merusak moral Sekutu dengan menggambarkan ancaman secara psikologis. Peta-peta ini sering kali memanfaatkan teknik visual yang menakutkan, seperti memperbesar ancaman atau menggambarkan dunia dengan cara yang membuatnya tampak sangat terancam oleh kebangkitan Nazi.
- Peta sebagai cetak biru dunia pasca-perang: Peta-peta ini digunakan untuk menunjukkan visi Nazi tentang dunia pasca-perang yang akan dikuasai oleh Jerman, sering kali dengan menampilkan wilayah yang luas dan membentuk dunia sesuai dengan tujuan politik mereka.[10]
Pada masa Nazi dan Perang Dunia II, peta digunakan untuk menyebarkan propaganda yang mendukung rezim tersebut. Ada tiga kategori utama peta propaganda yang digunakan: yaitu untuk menggambarkan kondisi Jerman, memengaruhi moral Sekutu (terutama dengan cara menggambarkan ancaman secara psikologis) dan merancang dunia pasca-perang sesuai dengan visi Nazi.
Perang Dingin dan Penggunaan Peta oleh AS
Setelah Perang Dunia II, terutama selama Perang Dingin, peta terus digunakan sebagai alat propaganda. Peta yang dibuat oleh para kartografer Amerika Serikat, misalnya, dimodifikasi untuk menggambarkan Uni Soviet lebih besar dari yang sebenarnya, sehingga memberi kesan bahwa negara itu lebih berbahaya Salah satu contoh paling mencolok adalah edisi Time tanggal 1 April 1946, yang menerbitkan peta berjudul "Penularan Komunis" atau Communist Contagion yang menggambarkan ancaman komunis dari Uni Soviet. Pada peta ini, kekuatan Uni Soviet digambarkan lebih besar karena pemisahan wilayah Eropa dan Asia, menciptakan kesan bahwa Uni Soviet lebih dominan. Selain itu, peta ini menggunakan warna merah terang—yang biasa diasosiasikan dengan bahaya dan komunisme—untuk mempertegas ancaman tersebut. Negara-negara tetangga dikategorikan dengan bahasa yang berhubungan dengan penyakit, seperti "dikarantina", "terinfeksi", atau "terpapar", yang menambah kesan bahwa negara-negara ini mengancam.[11][12]
Peta Propaganda di Perang Dingin
Pada periode ini, peta juga digunakan untuk menggambarkan ancaman dalam konteks global. Misalnya, peta yang menunjukkan posisi roket menggunakan proyeksi azimut kutub dengan Kutub Utara di tengah, yang memberi kesan bahwa jarak antara negara-negara yang terlibat dalam Perang Dingin sangat dekat, memperburuk ketegangan dan ketakutan.Selama periode Perang Dingin, peta-peta skala kecil sering digunakan untuk menciptakan kesan bahwa bahaya itu dekat. Misalnya, beberapa peta dibuat untuk menunjukkan bahwa Vietnam terletak sangat dekat dengan Singapura dan Australia, atau bahwa Afghanistan sangat dekat dengan Samudra Hindia. Demikian pula, peta yang menggambarkan posisi roket sering menggunakan proyeksi azimuth kutub dengan Kutub Utara di pusatnya, yang menciptakan persepsi bahwa jarak antar negara-negara yang berseberangan dalam Perang Dingin, seperti Uni Soviet dan AS, sangat dekat.[13]
Metode
Dalam ilmu kartografi, skala, proyeksi peta, dan simbolisasi adalah elemen-elemen utama yang dapat diterapkan secara selektif untuk mengubah sebuah peta menjadi alat propaganda. Ketiga elemen ini memungkinkan kartografer untuk memanipulasi persepsi pembaca peta terhadap ruang geografis tertentu.
Skala dan generalisasi
Skala mengacu pada hubungan antara jarak di peta dan jarak sebenarnya di lapangan. Karena peta biasanya jauh lebih kecil daripada wilayah yang direpresentasikan, skala menjadi komponen penting dalam memastikan informasi geografis dapat dipahami. Untuk menjaga kejelasan peta, kartografer sering menggunakan generalisasi peta, yang menyederhanakan detail geografis sesuai dengan kebutuhan peta.Skala yang lebih kecil (misalnya, peta dunia) memaksa penggunaan generalisasi yang lebih tinggi karena lebih banyak wilayah harus dirangkum dalam ruang peta yang terbatas. Sebaliknya, peta dengan skala besar (misalnya, peta kota) dapat menyertakan lebih banyak detail. Melalui manipulasi skala dan generalisasi, peta dapat digunakan untuk menyembunyikan atau menonjolkan elemen tertentu, menciptakan narasi yang sesuai dengan tujuan propagandis.[14]
Proyeksi peta
Proyeksi peta adalah teknik yang digunakan untuk merepresentasikan permukaan bumi yang melengkung ke dalam bidang datar dua dimensi. Proses ini penting karena bumi berbentuk tiga dimensi, sehingga setiap peta datar selalu mengandung distorsi. Distorsi ini dapat memengaruhi ukuran, bentuk, jarak, atau arah suatu wilayah, yang pada akhirnya memengaruhi cara wilayah tersebut dipahami. Pemilihan jenis proyeksi sering digunakan untuk menciptakan persepsi tertentu, seperti membesar-besarkan ukuran wilayah tertentu guna menonjolkan kekuatannya atau mengecilkan wilayah lain untuk mengurangi signifikansinya.[14] Contoh nyata adalah proyeksi Mercator, yang banyak digunakan tetapi dikritik karena memperbesar wilayah dekat kutub seperti Eropa dan Amerika Utara, sehingga menciptakan kesan dominasi dunia Barat. Sebagai alternatif, proyeksi Peters diperkenalkan oleh Arno Peters pada tahun 1972 dengan klaim bahwa proyeksi Mercator bersifat "etnosentris" karena mengabaikan wilayah di Selatan global. Manipulasi proyeksi ini menunjukkan bagaimana peta dapat digunakan sebagai alat untuk memengaruhi persepsi pembaca terhadap hubungan kekuasaan, ancaman, atau pentingnya suatu wilayah geografis.[15]
Simbolisasi
Simbolisasi adalah metode yang digunakan dalam peta untuk merepresentasikan fitur geografis, tempat, atau informasi lokasi lainnya melalui simbol visual. Simbol ini dirancang untuk membantu pembaca peta memahami elemen yang relevan dan mengabaikan yang tidak penting. Namun, simbolisasi juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan propaganda dengan cara yang subyektif. Kartografer dapat memilih simbol untuk menonjolkan elemen tertentu atau menyembunyikan informasi lain, sehingga mengubah persepsi pembaca terhadap realitas.[14] Simbolisasi yang provokatif, seperti penggunaan warna merah menyala atau simbol agresif, dapat menciptakan kesan yang menyesatkan. Misalnya, selama Perang Dingin, peta sering menggambarkan negara-negara komunis dengan warna merah yang menciptakan kesan bahaya dan ancaman. Simbol roket pada peta militer juga digunakan untuk memperbesar ancaman nuklir dengan skala yang dilebih-lebihkan. Dengan demikian, simbolisasi memungkinkan pembuat peta mengontrol narasi visual, memanipulasi emosi pembaca, dan memperkuat tujuan propaganda secara efektif.[11]
Tema sejarah
Peta merupakan simbol negara dan telah digunakan sepanjang sejarah sebagai simbol kekuatan dan kebangsaan. Sebagai sebuah simbol, peta telah melayani banyak tujuan negara termasuk pelaksanaan kekuasaan, legitimasi kekuasaan, penegasan persatuan nasional, dan bahkan digunakan untuk mobilisasi perang.
Kekuasaan kekaisaran di Eropa abad pertengahan dan renaisans
Propaganda kartografi di Eropa Abad Pertengahan lebih menekankan pada emosi daripada akal sehat dan sering kali mencerminkan prestise suatu kekaisaran.
Peta Dunia Fra Mauro (1450) dimaksudkan untuk dipajang di Venesia dan menunjukkan penemuan Portugis di Afrika dan menekankan prestasi Marco Polo. Perusahaan Hindia Timur yang terhormat memesan pembuatan salinan pada tahun 1804, yang menyiratkan bahwa perusahaan tersebut mengikuti jejak kekaisaran Portugis. [16]
“The Americas” (1562) diciptakan oleh Diego Gutiérrez dan berfungsi sebagai perayaan yang kuat atas Kekaisaran Dunia Baru Spanyol. [17] Dalam peta ini, Raja Philip II digambarkan sedang menunggangi kereta perang di tengah Samudra Atlantik yang bergolak; ilustrasi ini mengingatkan kita pada Dewa Romawi Neptunus. Referensi seperti ini dimaksudkan untuk memperkuat citra Spanyol di Eropa dan klaimnya atas Amerika.
Para penguasa Eropa sering kali mencoba mengintimidasi utusan yang berkunjung dengan menunjukkan peta wilayah dan benteng milik penguasa mereka, dengan maksud bahwa peta negara asal duta besar tersebut juga akan ditaklukkan. Misalnya saja pada tahun 1527, pada saat perayaan kedatangan duta besar Perancis di Inggris, peta yang menggambarkan pemandangan udara kota-kota Perancis yang berhasil dikepung oleh Inggris menghiasi dinding paviliun Greenwich yang dibangun khusus untuk kunjungan duta besar tersebut. [18]
Melegitimasi kekuasaan kolonial
Kekuatan kolonial Eropa menggunakan peta sebagai alat intelektual untuk melegitimasi penaklukan teritorial. Atlas Sejarah Modern Cambridge karya Ramsay Muir (Cambridge, 1912) menyusun pilihan kemenangan kekaisaran yang ia tampilkan di Atlas tersebut. [19]
Pada masa kolonial, peta digunakan sebagai alat untuk mengatur dan memberi peringkat wilayah dunia berdasarkan dominasi kekuatan Eropa. Salah satu contoh penting adalah karya Edward Quin dalam Historical Atlas in a Series of Maps of the World (London, 1830), di mana ia menggunakan warna untuk menggambarkan peradaban di seluruh dunia. Dalam pengantar atlasnya, Quin menulis, “kami telah meliput hal yang sama di semua periode dengan bayangan zaitun datar... negara-negara biadab dan tidak beradab seperti wilayah pedalaman Afrika saat ini.”
Pernyataan ini mencerminkan pandangan etnosentris yang lazim pada masa itu, di mana wilayah-wilayah di luar Eropa—khususnya Afrika dan Asia—sering digambarkan sebagai "belum beradab" atau "biadab," untuk membenarkan kolonialisasi dan eksploitasi oleh kekuatan Eropa. Penggunaan peta semacam ini menunjukkan bagaimana peta tidak hanya berfungsi sebagai alat geografi, tetapi juga sebagai sarana propaganda yang memperkuat hierarki peradaban menurut perspektif kolonial Eropa.
Menegaskan persatuan nasional
Peta gambaran umum tunggal dari keseluruhan negara sering digunakan sebagai alat untuk menegaskan persatuan nasional. Salah satu contoh awal adalah atlas nasional yang dibuat pada masa pemerintahan Elizabeth I di Inggris. Atlas ini menggabungkan peta-peta dari berbagai daerah di Inggris, yang pada gilirannya menegaskan kesatuan politik dan teritorial negara di bawah pemerintahan Elizabeth. Peta semacam ini berfungsi untuk memperkuat identitas nasional dan menyatukan berbagai wilayah yang sebelumnya mungkin memiliki identitas lokal yang kuat.
Beberapa dekade setelah itu, Henry VI dari Prancis juga merayakan penyatuan kembali kerajaannya melalui pembuatan atlas yang dikenal dengan nama "Le Theatre Francoys". Atlas ini memuat ukiran-ukiran yang mengesankan, yang tidak hanya menggambarkan peta wilayah Prancis tetapi juga secara simbolis menyatakan kejayaan raja dan kerajaannya. Peta dalam atlas ini berfungsi sebagai alat propaganda yang memperlihatkan kebesaran dan legitimasi kekuasaan monarki, serta mengukuhkan identitas nasional Prancis di bawah pemerintahan Henry VI.
Namun, klaim bahwa Henry VI dari Prancis membuat atlas "Le Theatre Francoys" perlu diklarifikasi. "Le Theatre Francoys" lebih sering dikaitkan dengan Claude Chastillon pada abad ke-16, bukan dengan Henry VI pada abad ke-15. Meskipun begitu, konsep pembuatan atlas untuk merayakan kesatuan dan kejayaan kerajaan tetap relevan dalam konteks ini, karena pada masa itu, peta sering digunakan sebagai alat untuk menegaskan kekuatan dan identitas nasional suatu negara.
Penggunaan politik pada abad ke-19 dan ke-20
Pada akhir abad kesembilan belas dan kedua puluh, potensi politik bentuk kartografi mulai digunakan secara lebih luas dan mulai digunakan untuk tujuan propaganda yang lebih terang-terangan. Peta dan bola dunia dapat digunakan sebagai simbol gagasan abstrak karena keduanya sudah dikenal oleh masyarakat luas dan mengandung makna emosional. [20] Peta sering kali dimasukkan sebagai elemen simbolis dalam desain yang lebih besar atau digunakan untuk menyediakan kerangka visual tempat skenario dimainkan. [20]
Fred W. Rose membuat dua poster propaganda yang menggambarkan pemilihan umum Inggris pada tahun 1880 di mana ia menggunakan peta Inggris, "Peta Komik Kepulauan Inggris yang menunjukkan Situasi Politik pada tahun 1880" dan "Penggulingan Yang Mulia Raja Jingo I: Peta Situasi Politik pada tahun 1880 oleh Nemesis". Ia juga merupakan pencipta "Angling in troubled waters" tahun 1899.
Membujuk selama Perang Dunia I dan II
Propaganda kartografi selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II digunakan untuk memobilisasi dan mempolarize masyarakat dengan menggambarkan negara-negara musuh sebagai ancaman yang perlu dilawan. Salah satu contoh awal adalah "Peta perang Serio-komik tahun 1877" karya Fred Rose, yang menggambarkan Kekaisaran Rusia sebagai gurita yang merentangkan tentakelnya untuk merebut kendali di Eropa. Peta ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa ketidakpercayaan terhadap Rusia di kalangan masyarakat Eropa.
Konsep serupa digunakan lagi pada tahun 1917 selama Perang Dunia I, ketika Prancis memesan pembuatan peta yang menggambarkan Prusia sebagai gurita, menekankan ancaman ekspansionis yang dianggap berasal dari Jerman.
Pada tahun 1942, peta serupa kembali muncul dalam propaganda Vichy Prancis. Kali ini, Winston Churchill digambarkan sebagai gurita berwajah hijau, berbibir merah, dan merokok cerutu, simbolisasi dari kekuatan jahat yang berusaha menguasai Afrika dan Timur Tengah. Penggambaran ini dimaksudkan untuk mempertahankan moral warga negara Prancis di tengah perang dan untuk menggambarkan Inggris sebagai musuh yang berbahaya, serupa dengan ancaman gurita yang harus dihentikan.
Lihat juga
Referensi
- ^ Tyner, Judith A. (1982-07-01). "Persuasive cartography". Journal of Geography. 81 (4): 140–144. doi:10.1080/00221348208980868. ISSN 0022-1341.
- ^ Sorrell, P.E. (December 1981). "Cartography: A manufacturing industry concerned with the Processing, Transformation, Packaging and Transportation of Spatial Data". The Cartographic Journal. 18 (2): 84–90. doi:10.1179/caj.1981.18.2.84.
- ^ Wood, Michael (December 1972). "Human Factors in Cartographic Communication". The Cartographic Journal. 9 (2): 123–132. doi:10.1179/caj.1972.9.2.123.
- ^ Boardman, David (1983). Graphicacy and Geography Teaching. London: Croom Helm. hlm. 129.
- ^ Mode, PJ. "Persuasive Cartography". The PJ Mode Collection. Cornell University Library. Diakses tanggal 22 September 2015.
- ^ Mulyadi, Ujang (2018-03-15). "Kehadiran Peta Model "T-O" dalam Sejarah Peta Dunia - Museum Nasional Indonesia". Diakses tanggal 2024-12-21.
- ^ Barber, Peter; Harper, Tom (2010). Magnificent maps: power, propaganda and art. London: The British Library. ISBN 978-0-7123-5093-8.
- ^ Boria, Edoardo (2008-05-20). "Geopolitical Maps: A Sketch History of a Neglected Trend in Cartography". Geopolitics. 13 (2): 278–308. doi:10.1080/14650040801991522. ISSN 1465-0045.
- ^ Speier, Hans (1941). "Magic Geography". Social Research. 8 (3): 310–330. ISSN 0037-783X.
- ^ Cairo, Heriberto (2006-09-01). "Portugal is not a Small Country: Maps and Propaganda in the Salazar Regime". Geopolitics. 11 (3): 367–395. doi:10.1080/14650040600767867. ISSN 1465-0045.
- ^ a b "Communist Contagion". digital.library.cornell.edu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-21.
- ^ Black, Jeremy (2015-11-25). Geopolitics and the Quest for Dominance (dalam bahasa Inggris). Indiana University Press. ISBN 978-0-253-01873-1.
- ^ Monmonier, Mark (2015). The History of Cartography, Volume 6. University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-53469-5.
- ^ a b c Monmonier, Mark S. (1999). How to lie with maps (edisi ke-2. ed., [Nachdr.]). Chicago: Univ. of Chicago Press. ISBN 978-0-226-53421-3.
- ^ "What Is Critical Cartography and GIS?". Mapping: 39–48. 2009-01-22. doi:10.1002/9781444317411.ch4.
- ^ "Fra Mauro World Map". Magnificent Maps: Power, Propaganda, and Art. The British Library. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 February 2020. Diakses tanggal 28 October 2012.
- ^ "The americas". Magnificent Maps: Power, Propaganda, and Art. The British Library. Diakses tanggal 28 October 2012.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBarber and Harper 2010, p. 35
- ^ Black, Jeremy (2003). "Mapping the Past: Historical Atlases". Orbis. 47 (2): 277–293. doi:10.1016/S0030-4387(03)00002-4.
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBarber and Harper 2010, p. 161
Bibliografi
- Barber, Peter dan Tom Harper (2010). Peta Luar Biasa: Kekuasaan, Propaganda, dan Seni. London: Perpustakaan Inggris.ISBN 9780712350938Bahasa Indonesia: ISBN 9780712350938 .
- Hitam, J. (1997). Peta dan politik. Chicago: University of Chicago Press.
- Hitam, J. (2008). Di Mana Batasannya. Sejarah Hari Ini, 58(11), 50-55.ISSN 0018-2753ISSN Nomor telepon 0018-2753 1G1-189160110 </link>
- Crampton, Jeremy W. dan John Krygier. tahun 2006. "Pengantar Kartografi Kritis"
- Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan (2010). Pengantar Kritis terhadap Kartografi dan SIG. Penerbitan Wiley Blackwell.ISBN 9781444317428Bahasa Indonesia: ISBN 9781444317428
- Guntram, Henrik Herb (1997). Di bawah peta Jerman: nasionalisme dan propaganda 1918-1945. London: Routledge.ISBN 9780415127493Bahasa Indonesia: ISBN Nomor telepon 9780415127493
- Mode, PJ. (2015) "Kartografi Persuasif". Koleksi Mode PJ . Perpustakaan Universitas Cornell.
- Jurnal Ilmu Kebidanan dan Ginekologi (1996). Cara Berbohong dengan Peta. Chicago: The University of Chicago Press.ISBN 9780226534213
Bacaan lebih lanjut
- Boggs, S. W. (1947). "Cartohypnosis". The Scientific Monthly. 64 (6): 469–476. Bibcode:1947SciMo..64..469B. JSTOR 19200.
- Davis, Bruce (1985). "Maps on Postage Stamps as Propaganda". The Cartographic Journal. 22 (2): 125–130. doi:10.1179/caj.1985.22.2.125.
- Demko, G.J., and W. Hezlep. "USSR: Mapping the Blank Spots". Focus 39 (Spring 1989): 20-21.
- Edney, Matthew H. (1986). "Politics, Science, and Government Mapping Policy in the United States, 1800–1925". The American Cartographer. 13 (4): 295–306. doi:10.1559/152304086783887262.
- Kent, Alexander (2016). "Political Cartography: From Bertin to Brexit". The Cartographic Journal. 53 (3): 199–201. doi:10.1080/00087041.2016.1219059.
- MacEachren, Alan M. (1994). Some Truth with Maps: A Primer on Symbolization and Design. Washington, D.C.: Association of American Geographers. ISBN 9780892912148.
- McDermott, Paul D. (1969). "Cartography in Advertising". Cartographica: The International Journal for Geographic Information and Geovisualization. 6 (2): 149–155. doi:10.3138/W35R-163R-T13Q-HPV4.
- Monmonier, Mark (1995). Drawing the Line: Tales of Maps and Cartocontroversy. New York: Henry Holt and Co. ISBN 9780805025811.
- Monmonier, Mark (1989). Maps with the News: The Development of American Journalistic Cartography. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 9780226534114.
- Monmonier, Mark (1994). "The Rise of the National Atlas". Cartographica: The International Journal for Geographic Information and Geovisualization. 31: 1–15. doi:10.3138/T3NN-QL75-753L-25G7.
- Quam, Louis O. (1943). "The Use of Maps in Propaganda". Journal of Geography. 42: 21–32. doi:10.1080/00221344308986602.
- Robinson, Arthur H.; Morrison, Joel L.; Muehrcke, Phillip C.; Jon Kimerling, A.; Guptill, Stephen C. (1995). Elements of Cartography (edisi ke-6th). New York: John Wiley. ISBN 9788126524549.
- Schmidt, Benjamin (1997). "Mapping an Empire: Cartographic and Colonial Rivalry in Seventeenth-Century Dutch and English North America". The William and Mary Quarterly. 54 (3): 549–578. doi:10.2307/2953839. JSTOR 2953839.
- Snyder, John P. (1993). Flattening the Earth: Two Thousand Years of Map Projections. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 9780226767475.
- Tyner, Judith A. (1982). "Persuasive cartography". Journal of Geography. 81 (4): 140–144. doi:10.1080/00221348208980868.
- Woodward, David. "Map Design and the National Consciousness: Typography and the Look of Topographic Maps", Technical Papers of the American Congress on Surveying and Mapping (Spring 1992): 339-347.
Tautan eksternal
- Mark Monmonier, Tulisan
- Itu Pameran “Peta Luar Biasa” Perpustakaan Inggris, 2010 Diarsipkan 2011-01-21 di Wayback Machine. Perpustakaan Inggris
- AWWard, G.W.Prothero dan Stanley Leathes (editor), EABenians (bantuan penyuntingan). Atlas Sejarah Modern Cambridge, 1912 . Cambridge University Press 1912.
- Media tentang Persuasive Cartography di Wikimedia Commons