Perang Sumedang–Cirebon

Revisi sejak 25 Desember 2024 07.05 oleh EJHalfz (bicara | kontrib)

Perang Sumedang–Cirebon atau dikenal dengan Peristiwa Harisbaya adalah konflik antar 2 kerajaan Jawa Barat yaitu Kesultanan Cirebon dan Kerajaan Sumedang Larang. Perang ini dipicu oleh perselingkuhan antara Prabu Geusan Ulun, (Raja Sumedang Larang) , dengan Ratu Harisbaya, istri Panembahan Ratu I, (Sultan Cirebon).[1][2]

Perang Sumedang–Cirebon
Tanggal1580
LokasiJawa Barat
Status Perjanjian Damai
Perubahan
wilayah
Sindangkasih diberikan kepada Cirebon melalui perjanjian.[2][3]
Pihak terlibat
Kesultanan Cirebon Kerajaan Sumedang Larang
Tokoh dan pemimpin
Panembahan Ratu I Prabu Geusan Ulun
Jayaperkasa [1][2][3]
Kekuatan
2,000 pasukan[1] tidak diketahui

Latar belakang

Suatu ketika berangkatlah Prabu Geusan Ulun ke Demak Bintoro untuk memperdalam ilmu agama. Usai berguru di Demak rombongan Prabu Geusan Ulun melakukan perjalanan pulang dengan terlebih dahulu singgah ke Cirebon untuk bersilaturahmi dengan Panembahan Ratu I Saat Prabu Geusan Ulun dan Panembahan Ratu I berunding/bertukar pikiran, Harisbaya melihat Prabu Geusan Ulun merasa jatuh cinta dengannya, dan memohon agar membawa dia dibawa ke Sumedang. Prabu Geusan Ulun pun menyanggupi pendapat itu. Saat pagi hari, Panembahan Ratu I tidak menemukan harisbaya dan memutuskan untuk mencarinya. ketika menyadari bahwa Harisbaya menghilang Prabu Geusan Ulun, Panembahan Ratu I mencurigai Prabu Geusan Ulun adalah pelakunya, dan Sultan Cirebon memerintahkan untuk menyerang Sumedang.

Akibat dan Dampak

Akibat dari perang ini mengakhiri hubungan persahabatan antara kedua kerajaan. Kehilangan wilayah kekuasaannya menyebabkan Sumedang Larang semakin lemah. Saat itu Sumedang juga harus menghadapi serangan Banten yang saling berebut wilayah dan pengaruh di bekas Kerajaan Sunda. Sumedang Larang yang semakin tak berdaya akhirnya meminta perlindungan kepada Mataram. Maka terhitung sejak tahun 1620, Sumedang Larang tak lagi berdiri sebagai kerajaan namun menjadi wilayah bawahan Mataram.

Perjanjian

Ada beberapa isi perjanjian setelah perang usai yaitu :

1.Panembahan Ratu I menjatuhkan talak kepada Ratu Harisbaya, Prabu Geusan Ulun harus menyerahkan wilayah Sindangkasih (Majalengka) kepada Cirebon.[2][3]

2.Anak Panembahan Ratu I yang berada didalam perut Harisbaya harus menggantikan posisi Prabu Geusan Ulun saat dia mangkat/meninggal.[2]

Referensi

Sumber