Perang Teluk I
Perang Teluk Persia atau Gulf War dengan kode nama Operasi Badai Gurun atau Operation Desert Storm disebabkan atas Invasi Irak atas Kuwait 2 Agustus 1990 dengan strategi gerak cepat yang langsung menguasai Kuwait. Emir Kuwait Syeikh Jaber Al Ahmed Al Sabah segera meninggalkan negaranya dan Kuwait dijadikan provinsi ke-19 Irak dengan nama Saddamiyat Al-Mitla` pada tanggal 28 Agustus 1990, sekalipun Kuwait membalasnya dengan serangan udara kecil terhadap posisi posisi Irak pada tanggal 3 Agustus 1991 dari pangkalan yang dirahasiakan (kemungkinan berada di Saudi Arabia).
Perang Teluk | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Dingin | |||||||
Searah jarum jam dari atas: F-15E USAF, F-16, dan F-15C terbang di atas sumur minyak Kuwait yang terbakar; Pasukan Inggris dari Resimen Staffordshire dalam Operasi Granby; tampilan kamera dari Lockheed AC-130; Jalan Raya Kematian; Kendaraan Insinyur Tempur M728 | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Koalisi : Lainnnya : BelandaBelgia Selandia Baru Bahrain Pakistan Turki Yunani Uni Emirat Arab Singapura Korea Selatan Jepang Jerman Italia Honduras Maroko Norwegia Denmark Qatar Polandia Filipina Spanyol Portugal Argentina Swedia Bangladesh |
Irak dukungan diplomasi : Libya Sudan Korea Utara Yaman Indonesia | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
George H. W. Bush Dan Quayle Norman Schwarzkopf John W. Hendrix Robert B. Johnston James O. Ellis James Mattis Tommy Franks Saad Al-Abdullah Amir Jabir al-Ahmad Fahad Al-Ahmed † Margaret Thatcher John Major Peter de la Billière Rupert Smith François Mitterrand Michel Roquejeoffre Bernard Janvier Raja Fahd Pangeran Abdullah Khalid bin Sultan Saleh Al-Muhaya Hosni Mubarak Hussein Tantawi Sabri Abu Taleb Hafez al-Assad Mustafa Tlass Dawoud Rajiha Brian Mulroney Kenneth J. Summers |
Saddam Hussein Tariq Aziz Ali Hassan al-Majid Izzat Ibrahim al-Douri Iyad Futayyih Uday Hussein Maher Abd al-Rashid Ra'ad al-Hamdani Soeharto | ||||||
Kekuatan | |||||||
883,000 Pasukan (696,000 Pasukan AS) 1,820 Pesawat 3,318 Tank 8 Kapal Induk 20 Kapal Perusak 17 Kapal Selam |
538,000 Pasukan 4,000+ Tank 649 Pesawat | ||||||
Korban | |||||||
Koalisi : 392 Tewas 1,000 Terluka 31 Tank Hancur 31 APC Hancur 75 Pesawat Hancur/Jatuh Kuwait : 420 Tewas 10,000–12,000 ditangkap 175 Tank Hancur/direbut 800 APC Hancur/direbut 57 Pesawat Hancur/Jatuh |
20,000 Tewas 137+ Pesawat Hancur/Jatuh | ||||||
4,739 Warga Sipil Tewas |
Latar belakang
Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam Perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Irak juga terjerat utang luar negeri dengan beberapa negara, termasuk Kuwait dan Arab Saudi. Irak berusaha meyakinkan kedua negara tersebut untuk menghapuskan utangnya, tetapi ditolak. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki.
Tengah malam tanggal 2 Agustus 1990 Irak secara resmi menginvasi Kuwait, dengan membombardir ibu kota Kuwait City dari udara. Meskipun Angkatan Bersenjata Kuwait, baik kekuatan darat maupun udara berusaha mempertahankan negara, mereka dengan cepat kewalahan. Namun, mereka berhasil memperlambat gerak Irak untuk memaksa keluarga kerajaan Kuwait untuk meloloskan diri ke Arab Saudi, beserta sebagian besar tentara yang masih tersisa. Akibat invasi ini, Kuwait meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990.
Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab dan Afrika Utara kecuali Syria, Libya dan Yordania serta Palestina. Kemudian datang pula bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Prancis dan Jerman Barat, ditambah negara-negara Eropa Utara dan Eropa Timur), serta 2 negara Asia - Bangladesh dan Korea Selatan. Sementara, dari Afrika, Niger turut bergabung dalam koalisi. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab dipimpin oleh Letjen. Khalid bin Sultan.
Misi diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak permintaan PBB agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat tanggal 12 Januari 1991. Operasi Badai Gurun dimulai tanggal 17 Januari 1991 pukul 03:00 waktu Bagdad yang diawali serangan serangan udara masif atas Bagdad dan beberapa wilayah Irak lainnya.
Target utama koalisi adalah untuk menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan pertahanan udara, yang diluncurkan dari Arab Saudi dan kekuatan kapal induk koalisi di Laut Merah dan Teluk Persia. Target berikutnya adalah pusat komando dan komunikasi. Saddam Hussein merupakan titik sentral komando Irak, dan inisiatif di level bawah tidak diperbolehkan. Koalisi berharap jika pusat komando rusak, semangat dan koordinasi tempur Irak akan langsung kacau dan lenyap. Target ketiga dan yang paling utama adalah instalasi rudal jelajah, terutama rudal Scud. Operasi pencarian rudal ini juga didukung oleh pasukan komando Amerika dan Inggris yang mengadakan operasi rahasia di daratan untuk mencari, dan bila perlu, menghancurkan instalasi rudal tersebut. serta operasi di daratan yang mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal 30 Januari 1991.
Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi Israel dengan menghujani Israel terutama Tel Aviv dan Haifa, Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud B buatan Soviet rakitan Irak, yang bernama Al Hussein. Untuk menangkal ancaman Scud, koalisi memasang rudal penangkis, Patriot, serta memaksimalkan sorti udara untuk memburu rudal-rudal tersebut sebelum diluncurkan. Irak juga melakukan perang lingkungan dengan membakar sumur sumur minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke Teluk Persia. Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Soviet dengan Irak yang dilakukan atas diplomasi Yevgeny Primakov dan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev namun ditolak Presiden Bush pada tanggal 19 Februari 1991. Sementara Soviet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto, meskipun Uni Soviet pada saat itu dikenal sebagai sekutu Irak, terutama dalam hal suplai persenjataan. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.
Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.
Peninggalan
Perang ini juga diberi julukan Video Game War (Perang Permainan Video) karena siaran gambar harian dari kamera di pesawat pembom Amerika Serikat saat Operasi Desert Storm.[1][2] Ada sebuah Game Boy yang selamat dari pengeboman dan menjadi salah satu "artefak" unik dari perang ini.[3][4]
Referensi
- ^ A Guerra do Golfo, os Estados Unidos e as Relações Internacionais accessed on 29 March 2011.
- ^ [1]Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine. Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine. Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine. Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine. Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine. Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine. Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine. Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine. Guerra/Terrorismo – O maior bombardeio da história Diarsipkan 2012-04-26 di Wayback Machine., access on 27 November 2011.
- ^ "This Unstoppable Game Boy Survived a Gulf War Bombing". Ripley's Believe It or Not! (dalam bahasa Inggris). 2018-03-07. Diakses tanggal 2018-10-21.
- ^ "Blown Up Game Boy From The Gulf War". TechCrunch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-10-21.