Ksenia Aleksandrovna dari Rusia
Adipatni Utama Xenia Alexandrovna dari Rusia (bahasa Rusia: Ксения Александровна Романова; 6 April 1875 – 4 April) adalah putri tertua dan anak keempat dari Tsar Aleksandr III dari Rusia dan Dagmar dari Denmark. Xenia merupakan adik dari Tsar terakhir, Nikolai II.
Adipatni Utama Xenia Alexandrovna | |
---|---|
Kelahiran | Istana Anichkov, Saint Petersburg, Kekaisaran Rusia | 6 April 1875
Kematian | 20 April 1960 Istana Wilderness, Istana Hampton Court, Richmond upon Thames, Britania Raya | (umur 85)
Pemakaman | Cimetière de Roquebrune-Cap-Martin, Roquebrune-Cap-Martin, Prancis |
Pasangan | |
Keturunan | |
Wangsa | Holstein-Gottorp-Romanov |
Ayah | Aleksandr III |
Ibu | Dagmar daru Denmark |
Xenia menikah dengan sepupu ayahnya, Alexander Mikhailovich dari Rusia, dan mereka memiliki tujuh anak. Ia adalah ibu mertua dari Felix Yusupov dan sepupu Dmitri Pavlovich dari Rusia yang bersama-sama membunuh Grigori Rasputin, tabib suci bagi keponakannya, Aleksey Nikolaevich yang menderita hemofilia. Selama pemerintahan saudaranya, ia mencatat dalam buku harian dan surat-suratnya meningkatnya kekhawatiran tentang pemerintahannya. Setelah jatuhnya monarki pada Februari 1917, ia melarikan diri dari Rusia, dan akhirnya menetap di Britania Raya. Cicitnya Alexis Romanoff telah menjadi kepala Keluarga Romanov sejak November 2021.
Masa kecil
Adipatni Utama Xenia Alexandrovna lahir pada 6 April 1875 di Istana Anichkov, St. Petersburg. Ia adalah putri tertua dari enam bersaudara, anak Aleksandr III dan istrinya, Maria Feodorovna (yang lahir sebagai Putri Dagmar dari Denmark).[1]
Ketika kakeknya, Tsar Aleksandr II, dibunuh pada 13 Maret 1881, Xenia baru berusia lima tahun. Ayahnya kemudian naik takhta menjadi Kaisar Aleksandr III. Masa itu cukup berat secara politik, dengan ancaman teroris yang terus membayangi. Demi keamanan, Aleksandr III memindahkan keluarganya dari Istana Musim Dingin ke Istana Gatchina. Di sana, Xenia dan saudara-saudaranya menjalani masa kecil yang relatif sederhana: tidur di ranjang lipat, bangun pukul 6 pagi, dan mandi air dingin setiap hari. Meski sederhana, kamar mereka tetap nyaman.[2]
Seperti saudara-saudaranya, Xenia dididik oleh tutor pribadi, dengan penekanan khusus pada bahasa asing. Selain bahasa Rusia, ia belajar bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman. Xenia juga diajarkan memasak, membuat kerajinan kayu, serta membuat boneka beserta pakaian untuk teater bonekanya. Kegiatannya di Gatchina meliputi menunggang kuda, memancing, menggambar (katanya ia cukup berbakat dalam hal ini), senam, menari, dan bermain piano.[3]
Keluarga Xenia sangat menikmati liburan bersama di kediaman kakek-nenek dari pihak ibunya di Denmark, Kastil Fredensborg. Dalam salah satu kunjungan itu, Xenia bertemu dengan sepupu sekaligus sahabat seumur hidupnya, Putri Marie dari Yunani, anak Raja George I dari Yunani dan istrinya yang berasal dari Rusia, Ratu Olga. Bahkan, seorang komposer Denmark bernama Valdemar Vater memberikan penghormatan pada Xenia dengan menciptakan sebuah karya musik berjudul Polka Mazurka.[4]
Pernikahan
Xenia dan sepupu jauh dari pihak ayahnya, Adipati Agung Alexander Mikhailovich—yang nantinya menjadi suaminya—sudah sering bermain bersama di tahun 1880-an. Alexander, yang biasa dipanggil Sandro, juga teman dekat kakaknya Xenia, Nicholas.[5] Pada tahun 1886, Alexander yang waktu itu berusia 20 tahun sedang bertugas di angkatan laut. Xenia yang baru 11 tahun mengirimkan kartu untuknya saat kapalnya berada di Brasil. Pesannya berbunyi, "Semoga perjalanan lancar dan cepat kembali! Dari pelautmu, Xenia."[6] Tiga tahun kemudian, Alexander menulis tentang Xenia, "Dia sekarang 14 tahun. Sepertinya dia menyukaiku."[7]
Saat Xenia berusia 15 tahun, dia dan Alexander ingin menikah. Tapi, orang tua Xenia merasa dia masih terlalu muda, ditambah lagi mereka ragu dengan sifat Alexander. Tsarina Maria Feodorovna, ibunya Xenia, pernah mengeluhkan kalau Alexander itu arogan dan kasar. Akhirnya, pada 12 Januari 1894, setelah ayah Alexander, Adipati Utama Michael Nikolaievich, turun tangan, orang tua Xenia setuju untuk menerima lamaran Alexander.[4]
Keduanya benar-benar saling mencintai. Dalam sebuah surat untuk saudara mereka, George, Nicholas menulis, "Mereka tidak dapat diatur lagi, mungkin karena terlalu lama saling merindu dan terlalu terbiasa satu sama lain. Sepanjang hari mereka cuma berciuman, berpelukan, dan rebahan di sofa dengan cara yang benar-benar tidak pantas. Xenia khususnya, benar-benar keterlaluan." George membalas, "Mereka hampir merusak Utsmaniyah dan umumnya bersikap sangat tidak pantas. Contohnya, mereka berbaring di atas satu sama lain, bahkan di depanku, seolah-olah sedang main Papa dan Mama."[8]
Akhirnya, mereka menikah pada 6 Agustus 1894, saat Xenia berusia 19 tahun, di Kapel SS Peter & Paul di Istana Peterhof. Adiknya Xenia, Olga, menulis tentang kebahagiaan di hari itu, "Kaisar terlihat sangat bahagia. Itu terakhir kalinya aku melihat dia seperti itu." Malam pertama mereka dihabiskan di Istana Ropsha, dan bulan madu mereka di Ai-Todor, properti Alexander di Krimea. Tapi bulan madu itu berakhir dengan kabar buruk—ayah Xenia yang Alexander III, jatuh sakit dan meninggal pada 1 November 1894. Setelah itu, kakaknya Xenia, Nicholas, naik takhta sebagai Tsar Nicholas II yang baru.[9]
Setelah menikah, Xenia tetap tidak segan-segan menunjukkan kemesraannya. Tsar Nicholas bahkan menulis kepada tunangannya, "Ada satu hal yang Xenia tidak malu-malu melakukannya—mencium suaminya. Ia selalu saja melompat ke arah suami, melingkarkan tangan di lehernya, setiap ada kesempatan."[10]
Karier
Xenia punya peran besar dalam kegiatan amal. Dia adalah anggota Asosiasi Wanita Patriotik. Mulai tahun 1903, Xenia menjadi pelindung Creche Society di St. Petersburg, sebuah organisasi yang merawat anak-anak dari keluarga kelas pekerja saat orang tua mereka sedang bekerja. Ia juga sangat peduli pada rumah sakit untuk pasien tuberkulosis di Krimea, mungkin karena kakaknya, George, juga menderita tuberkulosis.
Selain itu, Xenia juga menjadi pelindung Asosiasi Kesejahteraan Angkatan Laut, yang membantu para janda dan anak-anak personel angkatan laut. Ia bahkan mendirikan Asosiasi Kesejahteraan Anak-anak Pekerja dan Penerbang yang dinamai sesuai namanya. Tidak hanya itu, dia juga menjadi pelindung Kseniinsky Institute, sebuah sekolah asrama di St. Petersburg yang menampung 350 siswa.[11]
Perang Rusia-Jepang
Pada tanggal 25 Januari 1904, Xenia mencatat di buku hariannya bahwa perang antara Rusia dan Jepang telah diumumkan. Sebelumnya, di bulan Desember, Xenia sempat mengatakan ke Menteri Perang, Aleksey Kuropatkin, kalau perang tidak akan terjadi karena kakaknya tidak menginginkan perang. Tapi, Menteri Perang berkata bahwa situasinya mungkin sudah di luar kendali Rusia. Ketika perang dimulai, kerusuhan mulai merebak di Rusia.[12]
Di suatu Minggu yang dingin pada Januari 1905, lebih dari 150.000 orang mendekati Istana Musim Dingin di bawah pimpinan Pastor Gapon. Mereka datang dengan damai untuk menyampaikan petisi kepada Tsar. Tapi polisi di St. Petersburg meminta bantuan militer, yang kemudian menembaki para kerumunan, mengakibatkan 143 korban jiwa. Hari itu dikenang sebagai "Minggu Berdarah" dan menjadi titik balik hubungan antara Tsar dan rakyatnya.[13]
Pada bulan Februari, paman Xenia, Sergei, tewas karena bom di Moskow. Xenia ingin menemani bibinya, Ella, tapi Xenia diberitahu bahwa situasinya terlalu berbahaya.
Saat mendengar kekalahan Rusia di Korea, Xenia benar-benar kesal. Ia sudah marah dengan dimulainya perang, dan kini dia menulis tentang akhir perang yang menurutnya, "bahkan lebih bodoh lagi!" Xenia berada di Krimea, di rumah mereka di Ai-Todor bersama suami dan anak-anaknya, ketika kabar pemberontakan armada Laut Hitam sampai ke telinga mereka. Pada bulan Oktober, kakaknya dipaksa menyetujui pembentukan Duma sebagai konsesi kepada rakyat. Beberapa anggota keluarga Xenia melihat ini sebagai "akhir dari kekuasaan otokrasi Rusia." Suaminya, Sandro, mengundurkan diri dari posisinya di Kementerian Perdagangan Maritim. Xenia dan keluarganya merayakan Natal di Ai-Todor karena perjalanan ke utara atau keluar dari perkebunan mereka terlalu berbahaya. Upacara Natal diadakan di rumah, dengan sang pendeta diantar dan dijemput dengan landau tertutup yang dikawal pasukan berkuda.[14]
Perang Dunia I dan runtuhnya kekaisaran
Perang yang tiba-tiba pecah benar-benar membuat Xenia dan ibunya terkejut. Saat itu, Xenia sedang di Prancis sementara Maria Feodorovna di London. Mereka langsung berencana bertemu di Calais, tempat kereta pribadi ibunya sudah menunggu untuk membawa mereka kembali ke Rusia.[15] Mereka cukup yakin kalau Kaisar Jerman, Wilhelm II, akan membiarkan mereka lewat. Tapi begitu sampai di Berlin, mereka menemukan jalur menuju Rusia sudah ditutup.[16]
Saat mendengar bahwa keluarga Yusupov juga ada di Berlin, Maria Feodorovna meminta mereka ikut bergabung di kereta. Situasinya semakin memanas di Berlin, tapi akhirnya kereta mereka diizinkan pergi ke Denmark, lalu melanjutkan perjalanan ke Finlandia.
Begitu kembali ke Rusia, Xenia langsung sibuk mengurus keperluan perang. Ia menyediakan kereta rumah sakit dari dananya sendiri, lalu membuka rumah sakit besar untuk merawat para korban luka. Ia juga memimpin Institut Xenia yang membantu menyediakan anggota tubuh buatan untuk para korban yang cacat.[17]
Di tahun 1915, saat mendengar bahwa kakaknya, Nicholas, berniat memimpin pasukan perang secara langsung, Xenia dan ibunya pergi ke Tsarskoe Selo untuk mencoba menghentikannya. Maria Feodorovna sudah mencatat di buku hariannya kalau dia tidak percaya Nicholas dapat memimpin, dan kekhawatirannya ternyata terbukti. Dengan hati yang berat, Xenia kembali ke Istana Yelagin.[17]
Pada Februari 1916, setelah sembuh dari sakit, Xenia pergi ke Kiev untuk menemui ibunya dan adiknya, Olga. Di sana, Olga akhirnya resmi mengakhiri pernikahan pertamanya yang tidak bahagia dan menikah lagi pada November 1916 dengan Nikolai Kulikovsky. Pernikahan itu dilakukan di Kiev dengan kehadiran ibu mereka, tapi Xenia juga tidak hadir.
Pada 28 Oktober 1916, semakin depresi melihat keadaan Rusia yang memburuk, Xenia menulis surat kepada ibunya, merenungkan apa yang akan dilakukan oleh ayah mereka jika masih hidup. Xenia, ibunya, dan Olga mendesak Pangeran Agung Nicholas Mikhailovich untuk menulis surat kepada Tsar, memperingatkan tentang pengaruh buruk Tsarina dalam urusan pemerintahan. Namun, Nicholas bahkan tidak membuka surat itu. Sebaliknya, Tsarina yang membaca surat tersebut dan menuduh Pangeran Agung "bersembunyi di belakang ibumu dan saudara-saudaramu."[18]
Menyadari situasi semakin berbahaya, Xenia dan keluarganya memutuskan pindah ke Ai-Todor di Krimea. Dari sana, Xenia mendengar kabar pembunuhan Rasputin. Ia merasa malu dengan kejadian itu. Dalam surat kepada ibunya di Kiev, dia menulis, "Tidurku sedikit sekali. Ada rumor kalau Rasputin dibunuh!" Menantu Xenia, Felix Yusupov, ternyata menjadi salah satu pelaku pembunuhan itu.[19]
Di awal tahun 1917, Xenia masih berharap ibunya dapat membuat kakaknya sadar dengan situasi Rusia yang semakin kacau. Xenia menulis dengan putus asa, berharap ibunya bisa membujuk Nicholas. Tapi Maria Feodorovna merasa dia tidak bisa melakukan apa-apa dan tidak punya niat untuk kembali ke St. Petersburg dari Kiev.[20]
Pada 19 Februari 1917, Xenia kembali ke istananya di St. Petersburg. Beberapa hari kemudian, pada 25 Februari, dia menulis di buku hariannya, "Ada kerusuhan di kota, bahkan ada penembakan ke arah kerumunan, katanya. Tapi semuanya tenang di Nevsky. Mereka meminta roti, dan pabrik-pabrik mogok kerja." Tanggal 1 Maret 1917, Xenia mencatat rumor yang beredar bahwa kereta Nicholas dihentikan, dan dia dipaksa turun takhta. Maria Feodorovna menulis surat ke Xenia tentang pertemuannya dengan Nicholas di Mogilev, "Aku masih tidak percaya mimpi buruk ini nyata!"[21] Xenia mencoba bertemu dengan kakaknya, tapi pemerintah sementara Rusia melarangnya. Menyadari tidak ada masa depan untuknya di St. Petersburg, Xenia memutuskan pergi ke Ai-Todor pada 6 April, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-42.[22]
Pengasingan
Xenia tiba di Ai-Todor pada 28 Maret 1917, bergabung dengan ibunya, suaminya, dan adiknya. Di akhir November, ia menulis surat kepada kakaknya, Nicholas, yang saat itu berada di Tobolsk, Siberia:
"Hati ini terasa pedih memikirkan apa yang sudah kau lalui, apa yang kau alami, dan apa yang masih kau jalani! Di setiap langkah, begitu banyak kengerian dan penghinaan yang tak pantas kau terima. Tapi jangan takut, Tuhan melihat segalanya. Selama kau tetap sehat dan baik-baik saja. Kadang rasanya seperti mimpi buruk yang mengerikan, dan aku berharap bisa terbangun lalu semuanya hilang begitu saja! Kasihan Rusia! Apa yang akan terjadi padanya?"[23]
Pada tahun 1918, ketika masih berada di Crimea, Xenia mendengar kabar bahwa kakaknya, Nicholas II, istrinya, dan anak-anak mereka telah dibunuh oleh Bolshevik. Kakaknya yang lain, Michael, juga telah dibunuh sebulan sebelumnya dengan cara ditembak di luar kota Perm.
Saat Tentara Merah semakin mendekati Krimea, Xenia dan ibunya, Maria Feodorovna, melarikan diri dari Rusia pada 11 April 1919. Pelarian mereka dibantu oleh Ratu Alexandra dari Inggris (yang dulu dikenal sebagai Putri Alexandra dari Denmark), adik dari Maria Feodorovna. Raja George V dari Inggris mengirimkan kapal perang HMS Marlborough[24] untuk menjemput mereka bersama enam belas anggota Romanov lainnya (termasuk lima putra Xenia) dari Krimea, melewati [[Laut Hitam] menuju Malta, lalu bertolak ke Inggris.
Xenia memilih tinggal di Inggris, sementara ibunya, setelah menghabiskan beberapa waktu di Inggris, bergabung dengan Olga di Villa Hvidøre di luar Kopenhagen, Denmark.[25]
Akhir hayat
Pada 17 Mei 1920, Xenia menerima Surat Administrasi sebagai kakak tertua sekaligus pewaris harta milik saudaranya, Nicholas, di Inggris yang bernilai lima ratus pound sterling.[26] Saat itu, suaminya, Sandro, tinggal di Paris. Namun, pada 1925, situasi keuangan Xenia semakin sulit. Raja George V, sepupunya, mengizinkannya tinggal di Frogmore Cottage, sebuah rumah pemberian kerajaan di Home Park, Windsor. Xenia sangat berterima kasih atas bantuan itu.[27]
Kemudian, ia harus menghadapi klaim palsu dari Anna Anderson yang mengaku sebagai keponakannya, Anastasia Nikolaevna, putri Nicholas yang diduga dibunuh. Kakaknya, Olga, sempat berkata bahwa jika keluarga Romanov masih memiliki uang, Maria Feodorovna tidak akan menerima pensiun dari Raja Inggris. Pada Juli 1928, sepuluh tahun setelah kematian Nicholas dan Alexandra, keluarga mereka secara hukum dinyatakan telah meninggal. Xenia dan keluarganya sempat berharap bisa mengambil alih tanah milik Langinkoski di Kotka, Finlandia, tetapi rencana itu tidak terwujud.[28]
Xenia sering mengunjungi ibunya, Maria Feodorovna, di Denmark. Sang ibu tinggal di Villa Hvidøre, yang ia beli bersama saudara perempuannya, Alexandra, di pesisir Denmark utara Kopenhagen. Pada 1928, ibunya jatuh sakit parah dan meninggal pada 13 Oktober tahun yang sama.[29] Setelah kepergian ibunya, penjualan properti Hvidøre dan perhiasan ibunya menghasilkan sedikit pemasukan. Namun, setelah kematian ibunya, Xenia menerima surat dari Gleb Botkin, putra dokter mendiang Nicholas, yang menuduh Xenia mencoba mencuri dari "Anastasia".[30] Suaminya, Sandro, menulis surat kepadanya yang mengecam “kebusukan” Botkin itu.[31]
Pada 26 Februari 1933, Sandro meninggal dunia. Xenia dan anak-anaknya menghadiri pemakaman suaminya pada 1 Maret di Roquebrune-Cap-Martin, Prancis selatan. Pada Maret 1937, Xenia pindah dari Frogmore Cottage di Taman Windsor Besar ke Istana Wilderness di area Istana Hampton Court. Di sana ia tinggal hingga meninggal dunia pada 20 April 1960. Meski hidup dalam kondisi yang pas-pasan, Xenia meninggalkan sedikit warisan untuk keluarganya yang masih hidup.[31]
Referensi
- ^ Van der Kiste and Hall, p.4
- ^ Van der Kiste, John (2002). Once a Grand Duchess: Xenia, sister of Nicholas II. United States: The History Press. hlm. 6. ISBN 9780750927499.
- ^ Van der Kiste and Hall, p.12
- ^ a b Van der Kiste and Hall, p.17
- ^ Zeepvat, Charlotte (2004). The camera and the Tsars: the Romanov family in photographs. Stroud: Sutton. hlm. 98. ISBN 0-7509-3049-7. OCLC 55942331.
- ^ Alexander, Grand Duke (1932). Once a grand duke. Garden City, NY: Garden City. hlm. 94.
- ^ Alexander, Grand Duke (1932). Once a grand duke. Garden City, NY: Garden City. hlm. 116.
- ^ Maylunas, A.; Mironenko, S. (1997). A Lifelong Passion: Nicholas and Alexandra. New York: Doubleday. hlm. 61–63. ISBN 0385486731.
- ^ Korneva and Cheboksarova, p.196 Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan[dibutuhkan verifikasi sumber]
- ^ Van der Kiste and Hall, p.41
- ^ Van der Kiste and Hall, p.73-74
- ^ Van der Kiste and Hall, p.56
- ^ Van der Kiste and Hall, p.59
- ^ Van der Kiste and Hall, p.60
- ^ Van der Kiste and Hall, p.86
- ^ Van der Kiste and Hall, p.87
- ^ a b Van der Kiste and Hall, p.91
- ^ Van der Kiste and Hall, p.93
- ^ Van der Kiste and Hall, p.94
- ^ Van der Kiste and Hall, p.97
- ^ Van der Kiste and Hall, p.98
- ^ Van der Kiste and Hall, p.105
- ^ Van der Kiste and Hall, p.124
- ^ Welch, Frances (Winter 2011). "Bonhams : With only her jewels". www.bonhams.com (dalam bahasa Inggris). hlm. 20. Diakses tanggal 2017-12-20.
- ^ Welch 2018, hlm. 246.
- ^ Van der Kiste and Hall, p.159
- ^ Van der Kiste and Hall, p.171
- ^ Van der Kiste and Hall, p.178-179
- ^ Korneva and Cheboksarova, p.244
- ^ Van der Kiste and Hall, p.184
- ^ a b Van der Kiste and Hall, p.185