Gereja Hati Kudus, Kramat
Gereja Hati Kudus adalah sebuah gereja paroki Katolik yang berlokasi di Jakarta Pusat, Indonesia. Gereja ini berada di bawah pengelolaan Keuskupan Agung Jakarta. Secara parokial, Gereja ini merupakan Paroki Kramat. Gereja Hati Kudus dinamai menurut Hati Kudus Yesus, sebuah devosi dalam Gereja Katolik. Gereja ini berada dalam reksa pastoral tarekat Ordo Fratrum Minorum (OFM).
Gereja Hati Kudus | |
---|---|
Gereja Hati Kudus, Paroki Kramat | |
Koordinat: 6°11′11.2168″S 106°50′41.2685″E / 6.186449111°S 106.844796806°E | |
6°11′15″S 106°50′37″E / 6.1874121°S 106.843478°E | |
Lokasi | Jalan Kramat Raya Nomor 134 Kramat, Senen, Jakarta Pusat, Jakarta |
Negara | Indonesia |
Denominasi | Gereja Katolik Roma |
Situs web | www |
Sejarah | |
Dedikasi | Hati Kudus Yesus |
Tanggal konsekrasi | 2 Juli 1920 |
Arsitektur | |
Status | Gereja paroki |
Status fungsional | Aktif |
Administrasi | |
Paroki | Kramat |
Dekenat | Pusat |
Keuskupan Agung | Jakarta |
Provinsi | Jakarta |
Klerus | |
Imam yang bertugas | R.P. Alforinus Gregorius Pontus, O.F.M. |
Imam rekan | R.P. Ignatius Widiaryoso, O.F.M. |
Parokial | |
Jumlah kapel | 3 |
Jumlah wilayah | 7 |
Jumlah lingkungan | 26 |
Sejarah
Latar belakang dan pendirian gereja
Kehadiran Gereja Katolik di Hindia Belanda menghadapi tantangan besar sejak masa VOC, yang memberlakukan kebijakan represif terhadap kegiatan peribadatan agama Katolik. Perubahan signifikan terjadi pada awal abad ke-19, ketika kebijakan toleransi agama mulai diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Tahun 1807, Prefektur Apostolik Batavia didirikan untuk mengoordinasi kegiatan pastoral di wilayah Hindia Belanda.[1] Pastor Jacobus Nelissen, sebagai Prefek Apostolik pertama, memulai pelayanan di Hindia Belanda dri wilayah Batavia.[2]
Pada pertengahan abad ke-19, kebutuhan pendidikan dan kesejahteraan sosial di kalangan umat Katolik semakin terasa. Yayasan Santo Vincentius a Paulo didirikan sebagai respons terhadap kondisi anak-anak terlantar di Batavia. Pada saat itu yayasan mengurus sejumlah anak yang ditempatkan di Pasar Baru (kemudian berpindah ke Biara Santa Ursula) dan di daerah Kwini, sementara beberapa anak dititipkan ke beberapa keluarga Katolik. Yayasan ini juga mendirikan panti asuhan yang menjadi cikal bakal komunitas Katolik di wilayah Kramat. Saat itu muncul pemikiran untuk memindahkan anak-anak yang berada di Kwini ke Kramat. Sebuah kapel kecil juga dibangun di kompleks tersebut pada akhir abad ke-19. Kapel ini disiapkan sebagai calon paroki sebagai pemekaran dari Paroki Katedral.[3]
Pada 2 Juli 1920 1920, Kapel Kramat diberkati dan resmi ditetapkan sebagai sebuah paroki. Paroki Kramat bernama Heilig Hart Kerk yang berarti Gereja HatiKudus. Pada saat itu, paroki ini dilayani oleh para imam dari Serikat Yesus (Jesuit). Para imam Jesuit membangun gedung-gedung baru untuk pendidikan dan kegiatan keagamaan. Sekolah-sekolah Katolik mulai berdiri di sekitar wilayah Kramat, yang salah satunya kini menjadi Sekolah Santo Yosef. Pada masa itu, berlangsung penambahan jumlah umat dan keluarga Katolik di wilayah Kramat dan sekitarnya.[4]
Peralihan reksa pastoral dan Perang Dunia II
Pada tahun 1929, pelayanan di Paroki Kramat diserahkan kepada Ordo Fransiskan (OFM). Hal ini diawali pada tahun 1927 saat Kardinal Willem Marinus van Rossum, C.Ss.R., Prefek Propaganda Fide, mengirimkan sebuah surat kepada Fransiskan Belanda. Surat tersebut berisi permintaan agar mereka membantu para imam Serikat Yesus di Jawa, meskipun surat itu dianggap sebagai janji mengenai suatu wilayah misi di Hindia Timur. Kemudian, pada 1 Juni 1928, Pater Kitselaar, Provinsial Serikat Yesus di Belanda, mengunjungi Provinsial Fransiskan di Weert dan menawarkan misi tersebut kepada mereka. Namun, tawaran itu tidak langsung ditanggapi hingga akhirnya dibahas dalam sidang dewan pimpinan Fransiskan pada 9 April 1929. Setelah itu, pembicaraan lebih lanjut dilakukan mengenai pengambilalihan dua paroki di Batavia, yakni Paroki Matraman dan Paroki Kramat. Pada 21 Desember 1929, sejumlah lima orang Fransiskan yang berasal dari Belanda tiba di Pelabuhan Sunda Kelapa.[5]
Masa pendudukan Jepang saat Perang Dunia II membawa suatu tantangan bagi Paroki Kramat. Banyak imam dan biarawan yang ditangkap atau diinternir, sehingga pelayanan pastoral mengalami kesulitan yang membuat Gereja Kramat ditutup untuk beberapa waktu. Setelah perang berakhir, aktivitas di Paroki Kramat kembali berjalan.[5]
Peribadatan
Misa harian diselenggarakan pada sore hari. Selain liturgi dalam bahasa Indonesia, Gereja ini juga menyelenggarakan Perayaan Ekaristi harian dalam bahasa Inggris pada Rabu sore.
Gereja Hati Kudus dikenal sebagai salah satu lokasi penyelenggaraan Novena Besar Santo Antonius Padua. Hal ini diawali saat di Gereja Kramat diselenggarakan salve dengan renungan dan doa untuk menghormati Santo Antonius Padua pada setiap hari Selasa. Pada awalnya, tidak terlalu banyak umat yang menghadiri kegiatan ini. Setelah Perang Dunia II pada tahun 1950, Pastor Martinus Antonius Weselinus Brouwer mempergiat devosi kepada Santo Antonius dengan berkhotbah pada sembilan Selasa berturut-turut.[5]
Referensi
- ^ "Dari Masa VOC Hingga Kebebasan Beragama". Paroki Kramat. Diakses tanggal 29 Desember 2024.
- ^ "Lahirnya Paroki Katedral". Paroki Kramat. Diakses tanggal 29 Desember 2024.
- ^ "Lahirnya Panti Asuhan Vincentius". Paroki Kramat. Diakses tanggal 29 Desember 2024.
- ^ "Paroki Kramat – Era Jesuit". Paroki Kramat. Diakses tanggal 29 Desember 2024.
- ^ a b c "Paroki Kramat – Era Fransiskan". Paroki Kramat. Diakses tanggal 29 Desember 2024.
Lihat pula
Pranala luar