Rumah Ijuk Sibanggor

Revisi sejak 30 Desember 2024 19.03 oleh Dahlbs14 (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Bagas Ijuk''' adalah rumah tradisional khas yang ditemukan di Desa Sibanggor Julu, sebuah perkampungan adat yang terletak di kaki Gunung Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Rumah-rumah ini berbentuk panggung dengan atap berbahan ijuk, dinding yang terbuat dari papan atau bambu yang diolah menjadi ''gogat'', serta menghadap pemandangan alam yang asri. Gugusan rumah ini menghadirkan suasana eksotis yang berpadu dengan udara sejuk khas pegun...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Bagas Ijuk adalah rumah tradisional khas yang ditemukan di Desa Sibanggor Julu, sebuah perkampungan adat yang terletak di kaki Gunung Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Rumah-rumah ini berbentuk panggung dengan atap berbahan ijuk, dinding yang terbuat dari papan atau bambu yang diolah menjadi gogat, serta menghadap pemandangan alam yang asri. Gugusan rumah ini menghadirkan suasana eksotis yang berpadu dengan udara sejuk khas pegunungan.[1]

Lokasi dan Lingkungan

Desa Sibanggor Julu berjarak sekitar 18 kilometer dari Panyabungan, ibu kota Kabupaten Mandailing Natal. Terletak di dekat kawasan Taman Nasional Batang Gadis, desa ini menjadi salah satu gerbang pendakian menuju Puncak Sorik Marapi, gunung berapi aktif yang juga menjadi daya tarik wisata. Suasana desa yang dipenuhi rumah beratap ijuk dikelilingi oleh pemandangan pertanian dan hutan tropis, memberikan pengalaman unik bagi para pengunjung, terutama di malam hari ketika udara menjadi lebih sejuk.[2]

Keunikan Atap Ijuk

Penggunaan atap ijuk pada rumah-rumah tradisional di desa ini bukan tanpa alasan. Zat belerang yang terkandung dalam udara dan hujan akibat aktivitas vulkanik dari Gunung Sorik Marapi dapat mempercepat kerusakan atap berbahan seng. Menurut Lobe Maraset, salah satu tokoh masyarakat setempat (Hatobangon), atap ijuk memiliki keunggulan daya tahan yang lebih lama, mencapai hingga 60 tahun, dibandingkan dengan atap seng yang hanya mampu bertahan sekitar lima tahun di kondisi lingkungan ini.[3]

Namun, seiring berjalannya waktu, bahan baku ijuk semakin sulit didapatkan karena jumlah pohon enau—tanaman penghasil ijuk—semakin berkurang. Saat ini, hanya sekitar 60% dari 335 kepala keluarga di desa ini yang masih menggunakan atap ijuk pada rumah mereka.

Referensi

  1. ^ Pendidikan, Dinas (2023-06-06). "PERKAMPUNGAN TRADISIONAL SIBANGGOR". Dinas pendidikan dan kebudaya mandailing natal. 
  2. ^ Agency, ANTARA News. "Rumah Ijuk Sibanggor mulai tergerus zaman - ANTARA News Sumatera Utara". Antara News. Diakses tanggal 2024-12-30. 
  3. ^ Admin (2020-09-23). "Aek Milas dan Rumah Ijuk Sibanggor Madina". MohgaNews. Diakses tanggal 2024-12-30.