Yum Soemarsono
Artikel ini menggunakan kata-kata yang berlebihan dan hiperbolis tanpa memberikan informasi yang jelas. |
Yum Soemarsono dikenal sebagai bapak helikopter Indonesia. Bersama dengan Nurtanio Pringgoadisuryo, Wiweko Soepono dan R.J Salatun. Beliau adalah perintis kedirgantaraan di Indonesia. Bila Nurtanio melakukan upaya merintis dalam bidang pesawat bersayap tetap, maka Yum Soemarsono adalah perintis dibidang helikopter.
Yum Soemarsono lahir di Purworejo, 10 April 1916. Beliau tidak banyak mengenyam pendidikan tinggi, beliau menekuni dunia helikopter secara otodidak. Helikopter rancangannya pada saat itu tidak memiliki bentuk selayaknya helikopter yang dilihat sekarang, namun memilik dan menerapkan prinsip kerja helikopter. Rancangannya berupa Rotor Stabilizer, dia buat berdasarkan intuisi dan pengalaman dalam merancang bangun sebuah helikopter.
Helikopter hasil rancangannya
Ada empat helikopter yang berhasil beliau rancang. Helikopter pertama adalah RI-H yang selesai pada tahun 1948 namun tidak sempat diterbangkannya karena lokasi pembuatannya di Gunung Lawu dibom Belanda pada saat Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Rupanya pembuatan helikopter dianggap sebagai senjata yang bernilai strategis, khususnya bagi pihak Republik Indonesia, yang baru saja berdiri.
Heli kedua adalah YSH yang dirancang bersama Soeharto dan Hatmidji, selesai pada tahun 1950 dan melayang setinggi 10 cm di lapangan Sekip Yogyakarta. Sementara Helikopter ketiga adalah Seomarcopter yang berhasil terbang ketinggian 3 meter sejauh 50 meter dengan mesin berdaya 60 hp pada 1954. Helikopter ini mendapat pengakuan dan kekaguman dari seorang Instruktur perusahaan Hiller Helicopter, Amerika Serikat, Leonard Parish ketika ikut mencoba helikopter buatannya. Parish sendiri berada di Indonesia untuk merawat dan menerbangkan helikopter Hiller yang dibeli pemerintah Indonesia.
Helikopter ke empat adalah Kepik yang ironisnya mengalami kecelakaan pada 22 Maret 1964 dan menyebabkan kehilangan tangan kirinya dan sekaligus menewaskan asistennya, Dali. Nama kepik sendiri adalah nama pemberian presiden Republik Indonesia pertama Soekarno. Rencananya, helikopter ini akan melakukan demonstrasi udara dihadapan Jenderal Ahmad Yani dan Presiden Soekarno.
Karena peristiwa ini, Yum Soemarsono kehilangan semangat dan sempat "menghilang" dari dunia kedirgantaraan. Bahkan rumah, tanah dan kendaraan dari Presiden Soekarno pun tidak digubrisnya.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Yum Soemarsono merancang helikopter dengan hasil pemikirannya sendiri. Hal ini juga disebabkan karena informasi tentang perkembangan teknologi Helikopter sangat sukar diperoleh, selain karena Belanda menutup berbagai jalur komunikasi dan informasi pada masa pergolakan kemerdekaan Indonesia. Sekalipun pada masa itu, perkembangan rancangan helikopter di berbagai belahan dunia cukup pesat, baik oleh Igor Sikorsky dan tokoh lainnya seperti [[Mikhail L Mil]]. Yang mendasari rancangan helikopter ini hanyalah majalah Popular Science bekas dan buku-buku cetakan stensilan tentang ilmu aerodinamika dari ilmuwan Belanda, Ir Oyen
Merancang Throttle collective device
Dalam masa-masa absennya dari kegiatan dunia kedirgantaraan Indonesia, Yum Soemarsono membuat alat yang dinamakan throttle collective device untuk mengganti tangan kirinya yang putus, sehingga penerbang cacat seperti dirinya masih mampu menerbangkan helikopter. Alat ini digunakan untuk mengangkat dan memutar collective, salah satu kemudi yang terletak pada sisi kiri penerbang.
Semula hanya didesain untuk helikopter jenis Hiller, namun kemudian dikembangkannya untuk dipakai pada helikopter Bell 47G dan Bell 47J2A, hadiah dari Sesdalopbang Solichin GP. Sampai saat ini, di dunia, hanya Yum Soemarsono yang terpikir untuk membuat alat seperti itu. Alat ini bahkan diminati oleh seorang kolektor pesawat asal Le Cerny Perancis, Capel Sr. yang memiliki sekitar 100 pesawat di masa lalu, serta pabrik helikopter Bell di Amerika Serikat. Menurut Alan Capel, putra Capel, mengatakan bahwa alat tersebut sangat berharga bahkan kedepan perlu dimuseumkan agar semua orang dapat mengetahuinya.
Sayangnya tidak ada kejelasan selanjutnya mengenai pengembangan alat ini dan sekaligus juga hak patennya baik oleh institusi yang berkecimpung di bidang kedirgantaraan termasuk ITB, dan PT Dirgantara Indonesia (dulu IPTN) serta institusi lainnya yang bergerak di bidang Riset dan Teknologi, maupun oleh pihak-pihak lain.
Hingga akhir hidupnya, Yum Soemarsono tetap bergelut dengan Helikopter dan masih menerbangkan Helikopter Si Walet. Beliau memiliki 2.500 jam terbang dan pensiun dari TNI Agkatan Udara dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel. Beliau meninggal pada 5 Maret 1999, karena kanker yang menggerogoti paru-parunya.
Sumber
- Helikopter Kisah dan Pengembangan, Edisi Koleksi Majalah Angkasa VI