Sistem hukum islam
Sistem Hukum Islam
A.Pengertian Sistem Hukum Islam
Pembahasan tentang Sistem Hukum Islam akan diawali dengan memberikan pengertian dari tiap kata yang menyusunnya yaitu kata Sistem, Hukum dan Islam. Sistem dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian yang terkait satu sama lain, yang tidak menghendaki adanya konflik di dalamnya. Pengertian lain dari kata sistem menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas”.
Kata hukum menurut H.M.N. Purwosutjipto adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa Negara atau penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut” . Pengertian hukum di atas adalah pengertian hukum positif dalam pengertian hukum yang sengaja dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa di suatu negara atau masyarakat di daerah tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Pengertian lainnya, yaitu hukum sebagai peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, yang berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.
Kata Islam artinya kepatuhan atau penyerahan diri . Kepatuhan atau penyerahan diri yang dimaksud adalah kepada Allah. Penyerahan diri kepada Allah itu disebut ”muslim”. Menurut Qur’an seorang muslim ialah seseorang yang mengadakan perdamaian dengan Allah dan sesama manusia. Berdamai dengan Allah maksudnya menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dengan selamat sejahtera. Sedangkan perdamaian dengan dengan sesama manusia maksudnya tidak akan menimbulkan permusuhan, konflik, irihati dan berprasangka melainkan selalu menghendaki persahabatan dengan mendoakan keselamatan bagi orang lain. Perdamaian dengan sesama manusia itu ditunjukkan melalui kegiatan tingkah laku dalam berucap di antara sesama muslim ketika bertemu memberi salam yang wajib mengucapkan ”Assalamu’alaikum”, artinya ”Damai”, keselamatan bagimu dan dijawab dengan mengucapkan ”Wa’alaikumsalam”, artinya ”Dan damai pula bagimu”.
Bagi seorang muslim untuk melaksanakan kepatuhan atau penyerahan diri kepada Allah itu tidak semata-mata memohon perlindungan supaya diterima dirinya oleh Allah melainkan mematuhi dan mentaati segala kehendak Allah. Segala kehendak Allah yang wajib dipatuhi itu merupakan keseluruhan perintahNya. Seluruh perintah sebagai satu kesatuan yang terdiri atas bermacam-macam perintah merupakan hal-hal yang perlu dilakukan atau yang perlu dijauhi. Setiap perintah itu dinamakan ”Hukum” (jamaknya ahkam) yang lazim di dalam bahasa Indonesianya dinamakan ketentuan, keputusan, undang-undang, atau peraturan. Hal inilah kemudian lama-kelamaan dinamakan ”Hukum”. Berdasarkan uraian tersebut maka Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan perintah Allah yang wajib diturut (ditaati) oleh seorang muslim .
Pengertian lain tentang Hukum Islam menurut Ahmad Sukardja adalah peraturan yang dirumuskan berdasar wahyu Allah dan Sunah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan berlaku serta mengikat bagi semua pemeluk Islam”. Berdasarkan dua pengertian tersebut, menurut Mohammad Daud Ali, Hukum Islam tidak dapat dipisahkan dari agama Islam, karena Hukum Islam itu sendiri bersumber dan merupakan bagian dari Agama Islam, yang terdiri atas Akidah, Syariah dan Akhlak. Pengaturan penegakan Hukum Islam dari segi formal yaitu pada sisi syariah, sedangkan pengaturan Hukum Islam dari segi materinya menjangkau mengenai ketentuan tentang pribadi, sosial, ekonomi, politik, budi pekerti (akhlak) dan lain-lain . Berdasarkan uraian mengenai beberapa pengertian di atas bahwa Sistem Hukum Islam adalah kumpulan ketentuan-ketentuan yang bersumber pada Hukum Islam yakni wahyu Allah SWT, Sunah Rasul, dan Ijtihad Ulil Amri, yang merupakan suatu totalitas dari ketiga unsur tersebut yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia di tengah alam semesta untuk mencapai ketentraman hidup di dunia dan keselamatan serta kebahagiaan hidup di akhirat .
Di dalam Sistem Hukum Islam, Allah adalah Hukum (si pemberi beban hukum), sedangkan manusia dan jin adalah Mukallaf (yang diberi beban hukum). Dalam hubungann hukum yang diatur dalam sistem hukum ini meliputi: 1.Hubungan antara manusia dengan Allah (bidang Hukum Ibadah); 2.Hubungan antar sesama manusia:
a.Hubungan dengan orang tua; b.Hubungan dengan istri/suami/anak; c.Hubungan dengan kerabat; d.Hubungan dengan masyarakat;
3.Hubungan antar manusia dengan makhluk yang dikuasainya (harta, barang dan lain-lain); 4.Hubungan antar manusia dengan makhluk lain/lingkungannya; 5.Hubungan manusia dengan dirinya.
Hubungan (interaksi) manusia dalam berbagai tata hubungan tersebut diatur oleh seperangkat ukuran tingkah laku yang dalam bahasa Arab disebut dengan hukm (jamaknya ahkam). Perkataan hukum yang dipergunakan saat ini dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab, hukm. Artinya norma atau kaidah, yaitu ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda. Di dalam sistem hukum Islam ada lima hukm atau kaidah, yang dijadikan sebagai patokan untuk mengukur perbuatan manusia baik beribadah maupun bermuamalah. Kelima jenis kaidah tersebut disebut dengan al-ahkam al-khamsah atau penggolongan hukum yang lima yaitu (1) Wajib, (2) Sunnah, (3) Mubah, (4) Makruh, dan (5) Haram.
Penggolongan hukum yang lima atau yang disebut juga lima kategori hukum atau lima jenis hukum, di dalam kepustakaan Hukum Islam disebut juga dengan hukum taklifi yaitu norma atau kaidah hukum Islam yang mungkin mengandung kewenangan terbuka yaitu kebebasan memilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan, yang disebut jaiz, mubah atau ibadah. Selain hukum taklifi, di dalam hukum Syariat terdiri juga dari hukum wadh’i, yaitu sebab, syarat dan halangan terjadinya hukum dan hubungan hukum. Ketiga kandungan hukum wadh’i adalah:
1. Sebab adalah sesuatu yang tampak yang dijadikan tanda adanya hukum, misalnya: kematian menjadi sebab adanya (hukum) kewarisan; akad nikah menjadi sebab halalnya hubungan hukum suami-istri. Banyak para ahli menyamakan antara sebab dengan illat yaitu keadaan yang mempengaruhi ada atau tidak adanya suatu hukum. Namun ada juga yang membedakannya karena dalam sebab ada hubungan sebab-akibat, seperti contoh di atas, sedang dalam illat hubungan sebab-akibat itu tidak jelas.
2. Syarat adalah sesuatu yang kepadanya tergantung suatu hukum, misalnya: a. Syarat wajib mengeluarkan zakat harta adalah kalau telah mencapai nisab (jumlah tertentu) dan haul (waktu tertentu), b. berwudhu dan menghadap kiblat syarat sempurnanya shalat seorang muslim.
3. Halangan atau mani’ adalah sesuatu yang dapat menghalangi hubungan hukum, misalnya: a. Pembunuhan menghalangi hubungan kewarisan, b. Keadaan gila merupakan halangan bagi seseorang melakukan tindakan atau hubungan hukum.
Kelima jenis kaidah yang dikategorikan ke dalam al-ahkam al-khamsah di atas melingkupi kedua bidang besar dalam Hukum Islam yang mengatur tata hubungan di atas yang secara garis besar terdiri atas: 1.Kaidah Ibadah dalam arti khusus mengatur cara dan upacara hubungan langsung antara manusia dengan Allah SWT. Kaidah ini ditentukan dalam Al-Qur’an diperinci dan dijelaskan dengan Sunnah Nabi Muhammad SAW (perinciannya bersifat tertutup);
2.Kaidah Muamalah yang mengatur hubungan manusia lain dan benda dalam masyarakat, seperti: jual-beli, utang piutang, kewarisan, perkawinan dan lain-lain. Sifat perinciannya terbuka bagi akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad (berusaha sungguh-sungguh dengan menggunakan seluruh kemampuan) mengaturnya lebih lanjut menurut ruang dan waktu, berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi .[1]