Keresidenan Surakarta
Karesidenan Surakarta adalah wilayah karesidenan (Bel. Residentie Soerakarta) di Jawa Tengah pada masa kolonial Belanda dan beberapa tahun setelahnya. Wilayahnya mencakup daerah kekuasaan Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran mencakup luas 5.677 km2. Residen Surakarta merupakan kepanjangan tangan administrasi gubernur jenderal yang berkedudukan di Batavia, khususnya pada masa kolonial. Pada tahun 1885 tercatat berpenduduk 1.053.985 jiwa.[1]
Pada masa setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, wilayah keresidenan ini menjadi "Daerah Istimewa Surakarta", dengan gubernur Sri Susuhunan Pakubuwono XII dan wakil gubernur Sri Mangkunegoro VIII (bersamaan dengan berdirinya DI Yogyakarta). Status ini tidak berumur panjang karena terjadi revolusi sosial yang didalangi oleh Tan Malaka untuk menentang berkuasanya kekuatan aristokrasi dan feodalisme di wilayah ini, sehingga setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda Surakarta kehilangan otonominya dan wilayah ini menjadi Karesidenan Surakarta dengan pembagian sebagai berikut:
- Kota Swapraja Surakarta
- Kabupaten Karanganyar,
- Kabupaten Sukowati (kemudian menjadi Sragen)
- Kabupaten Wonogiri,
- Kabupaten Sukoharjo,
- Kabupaten Klaten,
- Kabupaten Boyolali.
Perkembangan dalam administrasi pemerintahan menghapuskan tingkat karesidenan, dan kemudian Karesidenan Surakarta, sebagaimana karesidenan lainnya di Indonesia, menjadi Daerah Pembantu Gubernur Jawa Tengah untuk Wilayah Surakarta, hingga sekarang.
Dalam usaha untuk mengintegrasikan pembangunan wilayah eks-Karesidenan Surakarta, ketujuh kabupaten/kota di wilayah ini membentuk suatu bounded zone yang disebut Subosukawonosraten (merupakan akronim dari nama-nama kabupaten/kota anggotanya).