Fakta sosial

istilah sosiologi yang dicetuskan oleh Émile Durkheim

Dalam aliran sosiologi positif, fakta sosial adalah struktur sosial, norma kebudayaan, dan nilai sosial yang dimasukan dan dipaksakan (koersi) kepada pelaku sosial (Ritzer 2000:73). Fakta sosial ditunjukan oleh norma sosial atau institusi sosial yang ditanam sebagai patokan moral oleh seorang individu yang kemudian mempengaruhi perilaku individu tersebut (Marshall 1994: 486). Salah satu contoh fakta sosial adalah hukum.

Kata ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 oleh sosiolog Perancis Émile Durkheim dan banyak mempengaruhi analisa Durkheim (dan para pengikutnya) ketika meneliti masyarakat.

Sementara Auguste Comte bermimpi untuk menjadikan ilmu sosiologi sebagai disiplin ilmu yang luas, yang berisi semua—'the queen of sciences', adalah istilah yang digunakannya— Durkheim tidak seambisius itu. Durkheim bertujuan agar sosiologi memiliki dasar positivisme yang kuat, sebagai ilmu di antara ilmu yang lain. Ia berpendapat bahwa setiap ilmu tertentu harus memiliki subyek pembahasan yang unik dan berbeda dengan ilmu lain, namun harus dapat diteliti secara empiris. Keragaman dalam fenomena yang sedang diteliti, menurut Durkheim, harus dapat dijelaskan oleh sebab-sebab yang juga tercakup dalam bidang ilmu tersebut. Sebagai konsekuensinya, Durkheim menyatakan bahwa sosiologi harus menjadi 'ilmu dari fakta sosial'. "Metode sosiologis yang kita praktikkan bersandar sepenuhnya pada prinsip dasar bahwa fakta sosial harus dipelajari sebagai materi, yakni, sebagai realitas eksternal dari seorang individu.... ...jika tidak ada realitas di luar kesadaran seorang individu, sosiologi sepenuhnya kekurangan materi." (Bunuh Diri, hal. 37-8, dikutip dari buku Hoult, hal. 298)

Dalam buku Rules of Sociological Method, Durkheim menulis: "Fakta sosial adalah setiap cara bertindak, tetap atau tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu."

Dalam sudut pandang Durkheim, sosiologi sederhananya adalah 'ilmu dari fakta sosial'. Oleh karena itu, tugas dari para ahli sosiologi adalah mencari hubungan antara fakta-fakta sosial dan menyingkapkan hukum yang berlaku. Setelah hukum dalam struktur sosial ditemukan, baru kemudian para ahli sosiologi dapat menentukan apakah suatu masyarakat dalam keadaan 'sehat' or 'patologis' dan kemudian menyarankan perbaikan yang sesuai.

Penelitian Durkheim's dalam 'fakta sosial' mengenai tingkat bunuh diri ini terkenal. Dengan mempelajari statistik bunuh diri pihak polisi di berbagai wilayah, Durkheim mampu 'mendemonstrasikan' bahwa masyarakat agama Katolik memiliki tingkat bunuh diri yang lebih rendah dari masyarakat agama Protestan, dan menganggap ini terjadi karena penyebab sosial (dan bukan individual). Ini adalah penelitian pertama di bidangnya dan tetap banyak disebut bahkan sekarang-sekarang ini. Awalnya, 'penemuan fakta sosial' Durkheim dipandang signifikan karena menjanjikan kemungkinan untuk bisa mempelajari perilaku dari seluruh masyarakat, dan bukan hanya individu tertentu saja. Para ahli sosiologi moderen merujuk ke penelitian Durkheim untuk dua tujuan yang cukup berbeda :

  • Sebagai demonstrasi grafis tentang seberapa hati-hati seharusnya periset sosial untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan untuk analisis akurat. Tingkat bunuh diri yang dilaporkan dalam penelitian Durkheim's, sekarang menjadi jelas bahwa, sebagian besar merupakan artefak dari cara suatu kematian diklasifikasikan sebagai 'bunuh diri' atau 'bukan bunuh diri', di dalam masyarakat yang berbeda. Apa yang sebenarnya ia temukan bukanlah "tingkat bunuh diri" yang berbeda sama sekali—di dalam penelitian itu terdapat cara berbeda untuk memikirkan tentang bunuh diri.
  • Sebagai titik awal untuk masuk ke dalam studi tentang social meaning, and the way in which apparently identical individual acts often cannot be classified empirically. Social acts (even such an apparently private and individual act as suicide), in this modern view, are always seen (and classified) by social actors. Discovering the 'social facts', it follows, is generally neither possible nor desirable, but discovering the way in which individuals perceive and classify particular acts offers a great deal of insight.

A total social fact [fait social total] is "an activity that has implications throughout society, in the economic, legal, political, and religious spheres." (Sedgewick 2002: 95) "Diverse strands of social and psychological life are woven together through what he [Mauss] comes to call 'total social facts'. A total social fact is such that it informs and organises seemingly quite distinct practices and institutions." (Edgar 2002:157) The term was popularized by Marcel Mauss in his The Gift and coined by his student Maurice Leenhardt after Durkheim.

Sumber

  • Marshall, Gordon, ed. (1994). The Concise Oxford Dictionary of Sociology. Oxford University Press. ISBN 0-19-285237-X.
  • Hoult, Thomas Ford, ed. (1969). Dictionary of Modern Sociology. Totowa, New Jersey: Littlefield, Adams & Co.
  • Sedgewick, Peter (2002). Cultural Theory: The Key Concepts, Routledge Key Guides Series. Routledge. ISBN 0-415-28426-0.
  • Edgar, Andrew (2002). Cultural Theory: The Key Thinkers, Routledge Key Guides Series. Routledge. ISBN 0-415-23281-3 .

Lihat pula

Pranala luar

  • What is a Social Fact? From Émile Durkheim, The Rules of the Sociological Method, (Edited by Steven Lukes; translated by W.D. Halls). New York: Free Press, 1982, pp. 50-59.