Syahadat

kalimat untuk mengikrarkan diri sebagai Islam

SYAHADATAIN (Dua Kalimat Syahadat), yaitu : Asyhadu an Laa Ilâha illallâh wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulullâh; Saya bersaksi bahwa ‘Tiada Ilah / Tuhan selain Allah dan Saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah Rasul Allah.

Simbolik: Seseorang dikatakan Islam apabila mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat ini. Namun apakah hal tersebut sudah cukup mewakili ke-Islaman seseorang, karena siapa pun dapat dengan mudah mengucapkan syahadatain dengan kepentingan masing-masing. Misalnya, seorang kaum non Muslim yang ingin menikahi seorang wanita muslimah haruslah berpidah ‘agama’ dengan ditandai pengucapan dua kalimat syahadat tersebut. Meskipun setelah beberapa saat setelah menikah dia dapat saja keluar-masuk ke dalam ‘Islam’ semaunya. Begitu mudah dan murahnya seseorang menyandang predikat MUSLIM. Lalu apakah hal ini yang dimaksudnkan oleh kalimat tauhid tersebut? Tentu saja tidak. Keimanam seseorang dalam pandangan Islam tidak hanya diperlihatkan secara simbolik dengan takrir (pengucapan) syahadatain, tetapi keimanan seseorang seharusnya dicapai melului 3 tahap, yaitu tahap tashdîqun bil qolbi (pembenaran oleh qolbu/akal), taqirun bil lisân (pengucapan dengan lisan), dan ‘amalun bil arkân (mengamalkannya/mengaktivitaskannya dengan rukun-rukun/cara tersendiri).

Mayoritas iman umat Islam (yang merasa muslim) hari ini hanya sampai pada tahap takrir bil lisân (pengucapan dengan lisan), baik melalui proses tashdîqun bil qolbi (pembenaran dengan akal) atau hanya sekedar ikut-ikutan. Hal yang terpenting dari syahadat itu sendiri adalah bagaimana cara mengamalkan/mengaktivitaskan dua kalimat syahadat dalam hidup dan kehidupan manusia.

Secara Aktivitas: Untuk mampu mengamalkan dua kalimat syahadat dalam hidup dan kehidupan, maka pemahaman akan makna dari kalimat suci ini adalah sebuah keniscayaan.

Syahadat kepada Allah; Asyhadu an Laa Ilâha illa Allâh (Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah. Dari ungkapan ini, terkandung pemahaman bahwa pada saat Muhammad berdakwah, masyarakat Mekah telah memiliki Ilah-ilah selain Allah dan mereka sebenarnya paham akan makna dari ungkapan tauhid ini. Bagaimana cara mengaktivitaskan syahadat kepada Allah ? Yang perlu diperjelas terlebih dahulu adalah apa yang dimaksud dengan ILAH. Dalam penjelasan al- Quran, yang dimaksud dengan ILAH adalah:

  • Sesuatu yang dicintai.
  • Sesuatu yang ditaati;
  • Sesuatu yang diibaadati;
  • Sesuatu yang takuti;
  • Sesuatu yang dikagumi

Sehingga apa pun di dunia ini yang dicintai, ditaati, diibadati, ditaakuti, dan dikagumi selain ALLAH, maka sesuatu itu telah menjadi ILAH bagi dirinya dan pada saat bersamaan telah menjadi hamba yang musyrik. Baik itu berupa materi, kekuasaan berikut atributnya, simbol peribadatan, hawa nafsu, atau diri kita sendiri (perhatikan QS. Al- Jâtsiyah/45: 23; at- Taubah/9: 24; dan Ali Imran/3: 14). Namun hal ini tidak berarti bahwa manusia dilarang untuk cinta atau taat kepada selain-Nya. Tetapi bagi akidah seorang mu’min, mencintai atau mentaati sesuatu bukan lantaran materi sesuatu itu sendiri melainkan karena izin Allah. Misalnya saja, saya ………. kepada orang tua saya karena Allah telah menentukan saya untuk …….. kepadanya.

Lalu bagaimana mengaktivitaskan kalimat ini dalam hidup dan kehidupan seorang mu’min ? Kalau kita kembali menyimak perjalanan jihad Rasulullah Muhammad di atas dan memperhatikan makna dari QS. Ali ‘Imran/3: 31,

‘Katakanlah: ‘jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’,

maka jelas yang dimasksud mengaktivtaskan syahadat kepada Muhammad adalah dengan mengikuti SUNNAH RASUL


Lihat pula: