Sarip Tambak Oso adalah sebuah legenda populer di Jawa Timur yang sering dipentaskan dalam pertunjukan Ludruk, terutama di daerah Surabaya dan Sidoarjo. Kisahnya tentang seorang pencuri budiman bernama Sarip yang berani menentang pemerintahan kolonial Hindia Belanda di daerahnya.

Kisah Sarip (berdasarkan rekaman Ludruk wijaya Kusuma tahun 1970an)

Dusun Tambak Oso dibagi menjadi 2 wilayah yang dibatasi oleh sebuah sungai, wilayah tersebut biasa disebut Wetan kali dan Kulon Kali. Masing-masing wilayah mempunyai Jagoan (orang yang disegani karena kesaktiannya). Wilayah Kulon kali di kuasai oleh seorang jagoan bernama Paidi, dan Wetan kali dikuasai oleh Sarip.

Paidi adalah seorang pendekar yang berprofesi sebagai Kusir Dokar yang mempunyai senjata andalan berupa Jagang yang terkenal dengan sebutan Jagang Baceman. Sarip adalah pemuda jagoan dari desa Tambak Oso yang berhati keras, mudah marah, namun sangat menyayangi kaum miskin, terutama kepada ibunya yang seorang janda. Di tengah kemiskinan dan kebodohan, Sarip bertindak sebagai maling budiman yang mencuri di rumah-rumah orang Belanda, saudagar kikir, dan para lintah darat, untuk dibagi-bagikan kepada warga miskin.

Sarip selalu menjadi Target Operasi Government Belanda, karena perbuatannya yang dianggap membuat keonaran dan memprovokasi masyarakat untung menentang kebijakan Belanda. Suatu hari, sarip mendapati Ibunya sedang dihajar oleh Lurah Gedangan karena ibunya tidak dapat membayar pajak tanah garapan berupa tambak. Melihat hal tersebut Sarip marah dan langsung menghabisi nyawa Lurah Gedangan dengan sebilah pisau dapur yang menjadi senjata andalannya. (nantri di entri lagi)

Sarip juga terlibat pembunuhan terhadap lurah Gedangan yang telah menyiksa ibunya dalam rangka menarik pajak. Untuk dapat menangkap Sarip, mantri polisi meminta bantuan kakaknya yang bernama Mualim untuk membongkar rahasia Sarip. Akhirnya, Sarip pun dapat ditewaskan setelah dibunuh menggunakan peluru emas yang direndam dalam darah babi.