Perjanjian Pangkor

Perjanjian Pangkor ditandatangani pada 20 Februari 1874 yang telah memberi kebenaran untuk Inggris mencampuri urusan negeri Perak - satu kesalahan yang telah dilakukan oleh Raja Abdullah Ibni Sultan Jaafar, tetapi telah disedari hanya setelah semuanya ditandatangani.

Campur tangan Residen Inggris telah menimbulkan rasa tidak senang di kalangan orang-orang Melayu, khususnya golongan istana yang merasa kuasa mereka telah hilang. Rasa tidak senang itulah yang membuka jalan nekad orang Melayu Perak bertindak. Tanpa takut dan gentar, mereka telah bersepakat membunuh JWW Birch yang akibatnya ialah Perak berhadapan dengan Inggris dalam peperangan hingga tahun 1876.

Banyak pahlawan Perak yang terlibat dalam pembunuhan Birch telah ditangkap dan dihukum bunuh. Di antaranya Maharaja Lela, Datuk Sagor, Si Puntum, Pandak Endut, Laksamana Mohamad Amin, Ngah Ibrahim dan lain-lain.

Walaupun pahlawan bangsa ini dapat dibunuh oleh Inggris, namun peristiwa Pasir Salak itu telah mengajarkan Inggris bahwa mereka tidak dapat mengambil mudah dan membodohi orang Melayu.

Inggris kemudian telah membuka lebih banyak tambang bijih timah di Perak dan ladang-ladang getah. Kota-kota baru telah muncul dengan pesatnya di Perak. Kemunculan kota-kota baru ini telah dengan sendirinya mengasingkan orang Melayu dari pembangunan.

Perak menikmati kemakmuran dari bijih timah lebih dari 100 tahun. Kemudian pada 1970, ekonomi Perak mulai menghilang dan hampir bangkrut, akibatnya kejatuhan harga bijih timah di pasaran dunia. Simpanan timah internasional telah melebihi tingkat yang dikehendaki hingga menyebabkan logam itu melebihi permintaan. Tauke tambang gelisah dan banyak penambang kehilangan pekerjaan. Situasi ini mengajarkan Perak dan Malaysia agar tidak bergantung kepada satu sumber ekonomi saja.