Ha (aksara Bali)

Revisi sejak 10 Februari 2010 05.16 oleh Kenrick95Bot (bicara | kontrib) (Bot: perubahan kosmetika !)

Ha adalah salah satu aksara wianjana dalam aksara Bali yang melambangkan bunyi /ha/ atau /a/. Jika aksara Ha dialihaksarakan dari aksara Bali menjadi huruf Latin, maka ditulis "Ha".

Ha
Huruf LatinHa
Fonem[h]
Warga aksaraKanthya (konsonan velar)
Aspirat (bunyi desahan)
Gantungan[[Berkas:Gantungan Ha|50px|alt=|link=]]

Fonem

Ha termasuk warga kanthya. Warga kanthya merupakan golongan konsonan velar,[1] misalnya Ka, Kha, Ga, Gha, dan Nga. Meskipun termasuk warga kanthya, sesungguhnya Ha bukanlah konsonan velar, karena Ha melambangkan bunyi /h/, frikatif glotal. Jadi secara fonologi, Ha termasuk konsonan glotal. Karena sumber bunyi Ha berasal dari kerongkongan, maka secara tradisional ia dimasukkan ke dalam warga kanthya.

Ha melambangkan bunyi /h/ seperti pada kata "hawa" (bahasa Indonesia), hari (bahasa Sanskerta), "hana" (bahasa Jawa), "hen" (bahasa Inggris). Dalam bahasa Bali, huruf Ha tidak dibaca saat digunakan pada permulaan kata. Biasanya, meskipun dalam penulisan kata menggunakan huruf Ha, desahannya tidak timbul, yang diucapkan hanya vokalnya saja. Contohnya, dalam penulisan kata "Hujan", dipakai huruf Ha di depan kata. Namun pada saat membaca kata "Hujan", orang Bali tidak mengucapkan /hu/, melainkan hanya mengucapkan vokalnya saja, yaitu /u/. Jadi yang diucapkan adalah /udʒan/.[2]

Penggunaan

Selama tidak ada tanda vokal (Bhs. Bali: pangangge suara) yang melekatinya, Ha tetap dibaca /ha/ atau /a/. Meskipun ia termasuk aksara wianjana (huruf konsonan), kadangkala pengucapan Ha disamakan dengan A, huruf vokal. Dengan demikian, Ha berbagi fungsi, bisa digunakan untuk menulis kata-kata yang mengandung bunyi /h/ maupun /a/. Dan bila dilekati oleh tanda vokalisasi (pangangge suara), maka bunyinya berubah sesuai dengan nilai yang dikandung oleh tanda vokalisasi tersebut.

Kata-kata dalam bahasa Bali asli (bukan bahasa Bali serapan) cenderung ditulis menggunakan Ha meskipun diucapkan /a/.[3] Contohnya antara lain: amah (ditulis: hamah; dibaca: /amah/), aba (ditulis: haba; dibaca: /abə/), apang (ditulis: hapang; dibaca: /apaŋ/), ajum(ditulis: hajum; dibaca: /aɟɔm/), dll.

Kata-kata dalam bahasa Bali asli yang diawali dengan bunyi vokal (selain /a/) cenderung ditulis menggunakan Ha.[3] Contohnya antara lain: ilang (ditulis: hilang; dibaca: /ilaŋ/), ubet (ditulis: hubet; dibaca: /ubət̪/), enggal (ditulis: henggal; dibaca: /ɛŋɡal/), olih (ditulis: holih; dibaca: /oːleh/), dll.

Kata dalam bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali, yang mengandung bunyi /a/, tidak pantas ditulis memakai huruf Ha, tetapi memakai huruf A kara.[3] Demikian pula pada bunyi vokal lainnya, harus memakai huruf yang sesuai dengan vokal yang dimaksud (I kara, U kara, dan sebagainya). Contohnya: Arjuna (dari bahasa Sanskerta: Arjuna), ica (dari bahasa Sanskerta: icchā), utara (dari bahasa Sanskerta: uttara), eka (dari bahasa Sanskerta: eka), dan lain-lain.

Gantungan Ha mirip bentuknya dengan huruf Pa. Letak penulisannya di bawah huruf (menggantung). Gantungan Ha juga dapat dipakai sebagai gantungan A kara, karena A kara tidak memiliki gantungannya sendiri.

Bunyi /h/ juga dapat ditulis dengan menggunakan bisah, namun penggunaannya sebatas pada suku kata terakhir saja. Apabila terdapat bunyi /h/ di tengah kata, dan tidak diikuti oleh huruf vokal, Ha dapat berfungsi sebagai pengganti bisah. Contoh kata yang mengandung bunyi konsonan /h/ di tengah kata: "cihna" (bahasa Bali), "Brahma", "jihwa" (bahasa Sanskerta), dan sebagainya.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Untuk keterangan lebih lanjut, baca artikel IAST.
  2. ^ Tinggen, hal. 16.
  3. ^ a b c Tinggen, hal. 11.

Referensi

  • Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
  • Surada, I Made. 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia. Surabaya: Penerbit Paramitha.