Yayasan Jantung Indonesia
Sekilas Yayasan Jantung Indonesia
Yayasan Jantung Indonesia Dewi Sartika berdiri pada tanggal 4 Oktober 1974. Para pendirinya adalahDr. Sukaman (alm), Dr. Loefti Oesman (alm), Dr.Boerman, Dr. Lily Ismudiati Rilantono, dan Dr. Dede Kusmana. Tahun 1979 yayasan masuk sebagai anggota Federasi Jantung Sedunia. Ketika 9 November 1981 namanya menjadi Yayasan Jantung Indonesia, kegiatannya seiring perjalanan waktu kian diperluas di berbagai bidang. Ini diwujudkan antara lain melalui penyuluhan kepada masyarakat luas, membantu operasi jantung, dan menjalin kerjasama kemitraan dengan berbagai kelompok masyarakat, khususnya dengan jajaran Departemen Kesehatan.
Untuk kelancaran pelaksanaan program-programnya, sebagai lembaga nirlaba, yayasan telah menetapkan kebijakan dana abadi. Bersama masyarakat dalam upaya mewujudkan visi dan misinya program-program yang telah dijalankan yayasan antara lain adalah : Klub Jantung Sehat, Panutan Tidak Merokok, Jambore Nasional Klub Jantung Sehat, Wanita Indonesia Tanpa Tembakau, Senam Jantung Sehat, Panca Usaha Jantung Sehat, Gerakan Jantung Sehat Remaja, Kampung Remaja dsb. Yayasan juga telah mendirikan antara lain Perpustakaan, klinik Dewi Sartika di Jakarta & klinik Jantung di Padang. Diharapkan jumlah sarana penunjang ini terus bertambah dan tersebar di seluruh Indonesia.
Gagasan Berdirinya Yayasan
Pada Kongres Ilmiah Kardiologi Nasional yang pertama pada tanggal 10-12 Agustus 1974 di Taman Ismail Marzuki Cikini Jakarta, dikemukakan kasus penyakit jantung Dewi Sartika gadis cilik berusia 9 tahun, putri seorang karyawan PJKA, yang kurang mampu. Para dokter peserta konperensi memutuskan untuk segera mengatasinya dengan alat pacu jantung, sebab penggunaan obat-obatan sudah tidak memberikan manfaat. Alat tersebut disamping harganya mahal, juga harus didatangkan dari luar negeri.
Muncul gagasan untuk mengetuk hati masyarakat Indonesia, dengan perantaraan mass-media. Diperlukan bantuan dana untuk pembelian alat pacu jantung bagi Dewi Sartika. Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Prof. G.A. Siwabessy dan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin menyarankan agar dibentuk badan sosial yang menangani masalah-masalah penyakit jantung, dan bagaimana dapat diwujudkan pemberian layanan yang sama bagi penderita penyakit jantung baik dari kalangan mampu maupun tidak mampu. Kasus tersebut menjadi perhatian dan ekspose wartawan berhasil menggugah hati masyarakat untuk memberikan bantuan melalui mass media. Kemudian melalui Humas Departemen Kesehatan berita tersebut disebarluaskan ke seluruh Indonesia. Akhirnya terkumpullah bantuan dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari tukang sapu, para dokter kardiologi hingga murid-murid sekolah. Dana yang diperoleh melebihi harga sebuah alat pacu jantung.
Ibu Tien Suharto yang tertarik usaha amal ini, turut memberikan sumbangan sehingga dapat diadakan alat yang juga sangat dibutuhkan yaitu Promonitor Jantung. Dalam gelora kisah kemanusiaan ini, timbul gagasan dan kongres akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa dirasakan perlu adanya satu lembaga bertingkat nasional yang bertujuan membantu para penderita penyakit jantung dari kalangan kurang mampu. Lima ahli kardiologi terkemuka yaitu (alm.) Dr. Sukaman, (alm.) Dr. Loetfi Oesman, Dr. Lily Ismudiati Rilantono, Dr. Dede Kusmana, dan Dr. Boerman mengambil inisiatif mendirikan sebuah yayasan. Atas persetujuan orang tua gadis di atas, organisasi nirlaba ini dinamakan Yayasan Jantung Indonesia Dewi Sartika, berdiri pada tanggal 4 Oktober 1974 dengan modal Rp. 3.081.000,- melalui akta notaris Soeleman Ardjasasmita.