Festival meriam karbit
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Festival meriam karbit adalah sebuah festival yang dilaksanakan di kalimantan barat tepatnya di pesisir sungai kapuas, beberapa minggu sebelum perayaan hari raya idul fitri
Sejarah
Alkisah menurut sebagian para ahli sejarah, raja pertama Pontianak Syarif Abdurrahman Alkadrie ketika membuka lahan untuk bertempat tinggal di Pontianak sempat diganggu hantu-hantu. Lalu Sultan kemudian memerintahan pasukannya mengusir hantu-hantu itu dengan meriam. Pontianak sebenarnya adalah sebuah kota yang memiliki hantu kuntilanak. Karena pada dasarnya pontianak berasal dari kata Bunting dan anak. atau dalam bahasa malaysianya adalah Buntinganak. Ketika di zaman orde baru, perayaan meriam karbit dilarang dan baru kembali diadakan setelah era orde baru
Perayaan Festival
Ada satu momen menarik selama bulan puasa, terutama sepanjang tepi Sungai Kapuas. Pemandangan meriam berderet-deret sepanjang tepian. Meriam itu bukan meriam mesiu seperti gambar perang dengan VOC, pipa logam di atas gerobak/kereta. Yang ini meriam karbit, dibuat dari ruas-ruas bambu, batang kelapa. dan akhir-akhir ini langsung diambil dari batang pohon, diameternya bisa mencapai 60 cm. Ketika kita menyusuri Sungai Kapuas, seolah-olah moncong-moncongnya diarahkan ke kita. [1]
Rekor
Di tahun 2007 meriam karbit kalbar telah memecah rekor oleh museum rekor indonesia.[2] dan terulang kembali di tahun 2009
Biaya
Perwakilan peserta dari Ikatan Kekeluargaan Remaja Kuantan, Aan Rahmatika, menyatakan, untuk mengikuti kegiatan tersebut, panitia menyiapkan pakaian adat khas Melayu Pontianak agar dikenakan para peserta. "Masing-masing kelompok peserta juga mendapatkan bantuan dana senilai Rp200 ribu untuk melakukan persiapan," katanya. Untuk membuat sebuah meriam dengan kualitas suara yang baik, tiap-tiap kelompok memerlukan dana jutaan rupiah. Tradisi membunyikan meriam karbit saat puasa hingga lebaran, telah berlangsung berpuluh tahun lamanya. Tradisi tersebut tidak pernah putus di masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Kapuas. Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah setempat membuat peraturan, meriam karbit hanya dapat dibunyikan pada saat tiga hari sebelum lebaran dan tiga hari setelah lebaran.[3]