Gurih

satu dari lima rasa dasar

Gurih adalah salah satu komponen rasa dasar yang dikenal oleh manusia, selain manis, asin, asam, dan pahit. Bahan pangan yang memiliki rasa gurih memiliki komponen utama berupa nukleotida dan asama amino seperti glutamat dan aspartat. Senyawa glutamat merupakan salah satu asam amino yang banyak ditemukan pada tomat, keju, susu, terasi, dan lainnya. Dalam dunia kuliner Indonesia, rasa gurih sangat kuat terasa pada gulai, sup, kaldu, soto, dan masakan tradisional lainnya.


Sejarah

Penemuan rasa gurih dilakukan oleh seorang ilmuwan asal Jepang bernama Kikunae Ikeda. Keingintahuan Ikeda terhadap suatu rasa yang khas pada tomat, keju, asparagus, dan daging diungkapkannya pada kongres internasional ke-8 mengenai kimia terapan di Chicago pada tahun 1912. Saat itu, beliau tinggal di Jerman untuk beberapa tahun lamanya. Rasa yang khas itu tidak dapat diwakilkan dengan manis, asin, asam, ataupun pahit. Pada suatu malam ketika Ikeda pulang kembali ke Jepang, istrinya menghidangkan sup tahu yang diolah dengan rumput laut (kombu). Beliau menanyakan kepada istri dan anaknya tentang rasa apa saja yang terdapat pada sup tersebut dan mereka menjawab adanya rasa yang lezat selain keempat rasa dasar yang sudah dikenal manusia. Mulai saat itu, Ikeda giat melakukan penelitan dan pada akhir tahun 1908, beliau berhasil menemukan kandungan kombu yang menciptakan rasa unik atau lezat. Dalam bahasa Jepang, rasa lezat tersebut disebut sebagai umami (gurih) dan memiliki kandungan berupa glutamat. Pada tahun yang sama, Ikeda berhasil mendapatkan paten atas metode produksi glutamat dan kemudian mencampurkannya dengan sodium menjadi monosodium glutamat (MSG). Ikeda menyakini bahwa MSG dapat memperbaiki asupan gizi masyarakat dan menunjang kesehatan pencernaan. Pada tahu 1909, Ikeda bekerjasama dengan Saburosuke Suzuki, pemilik perusahaan iodine, untuk memproduksi MSG dengan merek dagang Aji-No-Moto. Pada tahun 1956, MSG mulai diproduksi dengan teknologi fermentasi menggunakan bahan alami seperti gula, tebu, gula bit, dan tepung tapioka[1].

Sumber rasa gurih

Rasa gurih banyak terkandung secara alami di dalam beraneka ragam bahan pangan, seperti teh hijau, ikan sardin, rumput laut, tiram, jamur, tomat, ikan tenggiri, ikan tuna, keju, bonito, dan lain-lain. Sedangkan secara buatan, rasa gurih dapat ditingkatkan melalui proses pengasapan daging, pembuatan kaldu, pengawetan, pemeraman, dan pengeringan produk pangan[2]. Di benua Asia, berbagai bumbu penegas rasa gurih juga telah dikenal luas, contohnya miso dan kecap asin dari Jepang, douchi dan jiang dari Cina, jeotgal dari Korea Selatan, belacan dari Malaysia, patis dan bagoong dari Filipina, Nuoc Nam (kecap ikan) dari Vietnam, serta tempe dan terasi dari Indonesia. Di kawasan Afrika dan Australia digunakan vegemite (ekstrak ragi) dan dawadawa (dari kacang parloa) untuk menambah rasa gurih pada makanan. Sementara itu, Eropa memiliki banyak penambah rasa gurih seperti pasta anchovy, ham (daging babi), Bovril (ekstrak daging sapi), keju, dan sebagainya.

Aktivator rasa gurih

Untuk memperoleh rasa gurih yang kuat, glutamat bebas sering kali dikombinasikan dengan 5’ribonukleotida seperti guanosina monofosfat (GMP) dan inosina monofosfat (IMP). Aktivator rasa gurih lainnya antara lain protein hidrolisa serta L-glutamat dan adenosina 5’monofosfat atau disodium adenilat yang terkandung dalam rumput laut, kecap kedelai, dan kecap ikan. Contoh protein hidrolisa yang umum digunakan adalah hydrolized vegetable protein (HPV) dan ekstrak khamir. HPV berasal dari protein tumbuhan atau protein nabati seperti kacang kedelai yang dihidrolisis dengan bantuan asam ataupun enzim. Sementara itu, ekstrak khamir biasanya merupakan produk lanjutan dari ragi roti yang terbuat dari khamir Saccharomyces cerevisiae. Khamir tersebut akan dihidrolisis sehingga dinding selnya pecah dan menghasilkan berbagai macam pembentuk rasa berupa peptida, glutamat, guanilat, inosinat, dan lain sebagainya[3].


Reseptor perasa gurih

Rasa gurih dideteksi oleh suatu protein reseptor yang terletak di membran sel sensori. Protein tersebut dapat mengenali kombinasi reaksi kimia tertentu yang ditimbulkan oleh molekul rasa tertentu. Ketika molekul rasa berhasil diindentifikasi, sinyal informasi akan ditransfer ke sel saraf melalui protein spesifik tertentu yang menempel pada bagian lain dari ujung membrane sel. Protein tersebut disebut sebagai protein G. Rangkaian proses ini akan membuka pompa natrium di membran sel terbuka sehingga potensial membrannya berubah dan secara elektris dapat dikenali oleh sel saraf[4]. Untuk merasakan gurih, diyakini diperlukan beberapa reseptor yang berbeda. Sebuah riset fisiologis saraf juga membuktikan bahwa rasa gurih yang sempurna dapat tercipta apabila dikombinasikan dengan aroma gurih tertentu. Riset ini dilakukan dengan menganalisa bagian olfaktori dari dari korteks orbitodrontal satwa primata[5] .


Referensi

  1. ^ Kulinologi Indonesia. Vol.1/2009. Hal.48
  2. ^ Fischer JR (2000). Wine and Food-101: A Comprehensive Guide to Wine and the Art of Matching Wine With Food. AuthorHouse. ISBN 1-4259-1570-5. 
  3. ^ Marcus JB (2005). "Culinary application of Umami" (PDF). Food Technology. 59 (5): 24–30. 
  4. ^ Mouritsen G (2009). Sushi: Food for the Eye, the Body and the Soul. Springer. ISBN 1441906177. 
  5. ^ Rolls ET (2000). "The Representation of Umami Taste in the Taste Cortex" (PDF). J. Nutr. 130: 960S–965S.