William Soerjadjaja

Revisi sejak 3 April 2010 01.21 oleh Stephensuleeman (bicara | kontrib) (baru)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

William Soerjadjaja (23 Desember 1923 – 2 April 2010) adalah seorang pengusaha Indonesia yang menjadi terkenal karena suksesnya membangun PT Astra Internasional, sebuah perusahaan besar di Indonesia.

Masa kecil

William dilahirkan dengan nama Tjia Kian Liong, sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Namun di antara saudara-saudaranya, ia adalah anak laki-laki yang pertama.

Kedua orangtuanya meninggal pada waktu ia masih kecil. Ayahnya berpulang pada Oktober 1934, disusul oleh ibunya pada Desember tahun yang sama. William, dalam usia yang masih sangat muda, melanjutkan usaha ayahnya, berjualan hasil bumi. Ia tampaknya mewarisi bakat dagang ayahnya.

Sewaktu bersekolah di HCZS (Hollands Chinesche Zendingsschool) di Kadipaten, pada masa penjajahan Belanda, ia sempat tidak naik kecil. Namun karena ketekunannya, ia berhasil melanjutkan pendidikannya ke MULO di Cirebon. Namun kembali ia tinggal kelas. Dari pelajaran-pelajaran yang diberikan di sekolah, William paling menyukai pelajaran ekonomi dan tata buku. Dengan kedua pelajaran inilah ia membangun seluruh usahanya.

Menikah dan berkeluarga

William kemudian pindah ke Kota Bandung, Di sana ia bertemu dengan jodohnya, Lily Anwar, dan mereka menikah pada 15 Januari 1947. Pernikahan mereka berlangsung dengan sangat sederhana.

"Kami ke kantor catatan sipil naik becak. Kami menikah tanpa dihadiri tamu undangan. Kami pun hanya mengenakan baju biasa saja. Benar-benar sangat sederhana. Tidak ada tukang potret yang hadir, itu sebabnya kami tidak punya potret pernikahan. Setelah selesai nikah, kami pulang ke Jalan Merdeka naik becak lagi," begitu kisah William yang belakangan lebih dikenal dengan sebutan "Oom Willem".

Pernikahan ini dikaruniai empat orang anak, yaitu Edward (21 Mei 1948), Edwin (17 Juli 1942), Joyce (14 Agustus 1950), dan Judith (14 Februari 1952).

Belum dua minggu menikah, William berangkat untuk belajar di Belanda sendirian. Untunglah, tak lama kemudian Lily bisa bergabung. Tahun 1948, ketika Edward lahir, kedua pasangan ini hidup dengan berjualan kacang dan rokok yang dikirim dari Bandung. Mereka hidup dengan penuh perjuangan, kerja keras, dan doa. Dalam kehidupan yang sangat sederhana, mereka masih dapat menyewa satu kamar di sebuah hotel di Amsterdam.

Pola hidup hemat ini tampak jelas ketika pada suatu kali keluarga muda ini pergi ke Basel, Swiss. Dalam perjalanan yang berlangsung satu minggu itu mereka hanya hidup dengan roti, bubur, dan susu untuk berhemat.

Bulan Februari 1949 keluarga ini kembali ke Indonesia.

Mendirikan Astra

Pada tahun 1957, Oom Willem mendirikan PT Astra yang belakangan berkembang menjadi PT Astra Internasional. Dalam waktu 13 tahun saja, sudah 72 perusahaan yang bernaung di bawah bendera grup itu. Pada akhir tahun 1992, jumlah perusahaannya sudah mencapai sekitar 300 buah, bergerak di berbagai sektor: otomotif, keuangan, perbankan, perhotelan dan properti.

Oom Willem selalu mengutamakan pengembangan kemammpuan dan peningkatan pendidikan sumber daya manusia. Hal ini dijalankannya dalam berbagai program pelatihan dan beasiswa untuk karyawan. Pada tahun 1970-an, banyak karyawannya yang dikirimnya ke Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang untuk belajar.

Oom Willem pun tidak membeda-bedakan karyawannya. Di Astra, banyak tenaga kerja pribumi yang dipekerjakannya, dari tingkat karyawan biasa hingga pimpinan. Ini merupakan wujud kecintaan dan kebanggaannya sebagai orang Indonesia. "Saya cinta Indonesia, saya lahir, hidup dan berkarya di Indonesia," kata Oom Willem.

Oom Willem juga sangat mengutamakan nilai-nilai naluri, loyalitas, dan rasa percaya dalam merekrut karyawan. Karyawan dipacu untuk mengembangkan kreativitas mereka dengan menghargai inovasi bisnis mereka untuk diuji coba.

Pada 1992-1993 Astra sempat jatuh ketika bisnis Edward Soerjadjaja, anak sulungnya, ambruk. Oom Willem pun terpaksa melepaskan banyak sahamnya di PT Astra sebagai bentuk tanggung jawab pribadinya dan pengorbanannya demi anaknya. Oom Willem menjalani semuanya dengan pasrah dan penyerahan karena ia percaya, manusia hanya bisa berusaha, namun akhirnya Tuhanlah yang menentukan segalanya. Karena itulah, belakangan Oom Willem berhasil bangkit lagi. Ia membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance dan berinvestasi dalam pengembangan usaha petani kecil serta usaha-usaha kecil dan menengah.

Sebagai pengusaha sukses, Oom Willem mendapatkan banyak penghargaan dan pengakuan dari dalam maupun luar negeri.

Akhir hayat

Oom Willem meninggal dunia pada 2 April 2010 di RS Medistra, Jakarta setelah sakit beberapa lama.


Pranala luar