Dasar Pendidikan Froebel

Dasar Pendidikan Froebel

Froebel mendasarkan pandangannya tentang pendidikan atas dua dasar, dasar teologi dan dasar psikologi. Ia beranggapan bahwa manusia terdiri dari dua unsur tersebut.[1] Froebel mengatakan bahwa apabila pendidikan terlalu menekankan salah satu sisi baik itu sisi rohani maupun sisi kecerdasan maka akan timpang atau berat sebelah.[1] Oleh karena itu, Froebel berpendapat bahwa pendidikan itu haruslah menekankan kedua sisi tersebut.

Dasar Teologi

Dasar teologi Froebel sangat berbeda dengan para teolog seperti Martin Luther atau Yohanes Calvin yang mendasarkan pandangannya atas Alkitab.[1] Mungkin karena itu juga Froebel tidak bisa sepenuhnya disebut teolog.[1]

Ia mendasarkan pandangan teologinya pada alam. Froebel menekankan hubungan antara kutub kecerdasan dan kutub alam. Menurut dia, alam senantiasa berupaya atau berubah untuk mencapai kecerdasannya atau alam terus menerus mengalami perubahan atau perkembangan untuk menuju ke bentuk sempurna. Selain itu, Froebel juga mengatakan bahwa alam itu menggambarkan Allah atau bisa dikatakan bahwa roh Allah diserap oleh setiap ciptaan-Nya.

Ajaran tentang Allah (Allah adalah kesatuan asli)

Dalam bagian ini, Froebel menjelaskan mengenai sebuah hukum yang bersifat hidup dan berkuasa. Hukum ini pastilah merupakan hukum yang bersifat universal dan hukum yang bersifat universal ini pasti mempunyai dasar yang merupakan kesatuan yang berada dimana-mana. Kesatuan tersebut adalah Allah. Segala sesuatu yang datang dari kesatuan itu ataupun yang mempunyai asal dari dalam itu adalah Allah. Oleh karena itu, segala sesuatu itu harus menyatakan Allah, baik melalui inti lahiriahnya maupun yang tidak kekal, karena berbuat demikian merupakan maksud utama maupun panggilan hidup.

Ajaran tentang Allah (Kesatuan Allah dan implikasinya untuk pendidikan)

Dalam bagian ini Froebel membagi dimensi pendidikan dalam tiga bagian yang tersirat dalam tulisannya yaitu arti pendidikan, ilmu pengetahuan, ilmu pendidikan, teori pendidikan, dan praktek pendidikan. Menurut Froebel, pendidikan terdiri dari pelayanan yang mengantar manusia (yakni seorang yang cerdas, yang berpikir dan yang semakin sadar akan dirinya) sedemikian rupa supaya hukum batin dari kesatuan ilahi itu dapat dihayati dan diamalkan secara murni, tidak bercacat dan bebas. Pendidikan yang dimaksudkan itu akan memperlengkapi manusia dengan semua peralatan dan sarana yang ia perlukan untuk mencapai tujuan mulia tersebut.

Melalui definisi tersebut maka Froebel menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses yang membimbing dan memperlengkapi seseorang harus bersifat rohani dan tidak hanya bersifat intelektual saja. Segala pengetahuan yang didapat oleh manusia juga hendaknya membantu manusia tersebut untuk memahami dirinya sebagai jati diri dari pengejawantahan Allah dan pengetahuan tersebut hendaknya diiringi dengan penelitian yang membantu diri dari orang tersebut. Ketika seseorang sudah mulai berpikir bagaimana ia mendapatkan ilmu pengetahuan maka ia sudah mulai terlibat dalam ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan juga mencakup orang berefleksi atas arti kehidupannya dan untuk membantu orang tersebut untuk mencari tahu caranya atau petunjuk-petunjuk yang berasal dari ilmu pengetahuan tersebut itulah teori pendidikan.

Berdasarkan isi setiap rumusan ini terdapat tiga keuntungan yaitu Froebel mempelopori penggunaan istilah yang memperkaya kemampuan orang untuk memikirkan dan membicarakan pendidikan secara terperinci, pokok teologi atau iman pribadi yang dianut para pemikir yang sudah kita pelajari tentu saja mempengaruhi pandangan terhadap pendidikan, tetapi hanya Froebel sajalah yang dengan sengaja memberikan gambaran pedagogsis yang tersirat dalam pandangan teologisnya, dan yang terakhir Froebel yakin bahwa karena jati diri ilahinya, maka setiap orang berhak dan wajib melibatkan diri dalam pemikiran yang berpotensi menghasilkan kehidupan yang paling bermutu, yaitu kehidupan yang mencerminkan Kesatuan Ilahi dalam dirinya.

Dalam bagian ini, Froebel juga memberikan tanggapan mengenai agama. Menurut Froebel, agama adalah usaha insani untuk menyadarkan diri akan perasaan bahwa pada asalnya manusia bersatu dengan Allah sebagai dasar atau pendorong untuk mengamalkan kesatuan itu dalam semua keadaan dan hubungannya. Froebel mengatakan bahwa agama akan terus mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini dikatakannya berdasarkan pengalamannya ketika belajar mengenai alam dan juga ketika ia melihat tumbuhan. Selain itu, Froebel juga mengatakan bahwa pendidikan agama itu diperlukan untuk memperlancar perasaan seseorang mengenai kesatuannya akan Allah dan bahwa ia berasal dari Allah. Namun demikian, pendidikan agama ini tidak akan berjalan lancar apabila anak tersebut tidak mempunyai agama. Oleh karena itu, orangtua seharusnya dari kecil memberikan pengetahuan kepada anak mengenai agama agar anak tersebut dapat memenuhi jati diri sebagai makhluk ilahi yang mencari kesatuan dengan Allah.

Allah adalah kesatuan yang tritunggal

Dalam bagian ini, Froebel menekankan mengenai Tritunggal. Ia mencoba menghubungkan pola tritunggal dengan hubungan seseorang yang ingin memperolah pengetahuan yang sebenarnya tentang setiap benda atau obyek di dunia ini termasuk juga sesamanya manusia. Dalam pola itu terdapat tiga unsur, yaitu: kesatuan, kekhasan, dan keanekaragaman yang memperkaya.

Pengertian tentang Yesus

Menurut Froebel, Yesus merupakan contoh yang sempurna tentang apa artinya seorang yang mengejawantahkan kesatuannya dengan Allah. Menurut Froebel, Yesus tidak merupakan anak Allah dan di dalamnya tidak tersirat tabiat ilahi bahkan dalam teologi Froebel, tidak ada pembicaraan mengenai Yesus sebagi juruslamat. Selain itu, dalam teologi Froebel juga tidak ada Golgota atau kubur yang terbuka, alasannya adalah manusia gagal dalam kehidupannya bukan karena tabiatnya yang berdosa, melainkan karena kurang pendidikan yang bermutu. Menurut Froebel, percaya pada Yesus itu berarti mengikut Yesus. Menjadi percaya kepada Yesus berarti melibatkan orang pada pengalaman yang lebih luas daripada yang hanya berkaitan dengan penggunaan kata-kata tertentu saja. Pikiran Froebel juga menantang umat Kristen untuk mengakui bahwa keinginan hidup selaras dengan gaya hidup Yesus mencakup sebagian dari arti menjadi percaya kepada-Nya.

Pengertian Teologis tentang Manusia

Menurut Froebel, manusia merupakan pengejawantahan dari Roh Allah dan setiap orang layaknya diperlakukan sebagaimana orang tersebut merupakan pengejawantahan dari Allah. Menurut Froebel, pengejawantahan ini berhubungan dengan semua ciptaan lain karena Roh Allah itu meresap dalam semua ciptaannya. Froebel juga mengatakan bahwa tujuan akhir dari manusia sebagai anak Allah dan alam ialah untuk mengejawantahkan Roh Allah secara harmonis dan menyatu.

Tabiat Manusia

Froebel menolak pandangan dari ajaran ortodoks yang mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya jahat. Froebel mengatakan bahwa apabila kita mengatakan bahwa manusia itu pada dasarnya jahat maka dengan kata lain kita sudah menghina Allah. Oleh karena itu, Froebel menolak dosa asal. Menurut Froebel, manusia itu mempunyai sifat yang baik hanya saja sifat tersebut masih tertanam dalam diri manusia tersebut dan untuk mengeluarkan sifat baik tersebut kita baik sebagai pembimbing harus dengan sabar mencari dan menemukan sifat baik tersebut. Hal ini juga dikaitkan dengan keadaan sosial dalam masyarakat, Froebel mengatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk memperbaiki keadaan masyarakat.

Tugas Manusia

Menurut Froebel, Tugas utama manusia bukanlah membongkar apa yang telah ada tetapi membangun apa yang telah ada karena hal itu menuntut pemikiran yang kreatif begitu pula dengan anak. Froebel mengatakan bahwa anak haruslah dilatih untuk menyusun sesuatu karena dengan menyusun maka kegiatan berpikir dari seorang anak sedang berkembang dan di dalam kegiatan berpikir itu muncul kreatifitas.


Referensi

  1. ^ a b c d Boehlke, Robert. R; “Friedrich W.A. Froebel, Pendiri Taman Kanak-kanak”, dalam Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997