Masjid Kiai Gede

masjid di Indonesia
Revisi sejak 13 April 2010 14.37 oleh Ezagren (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Masjid Kiai Gede''' adalah sebuah masjid yang terletak di kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, prov...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Masjid Kiai Gede adalah sebuah masjid yang terletak di kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, provinsi Kalimantan Tengah.

Masjid yang berukuran 16 x 16 meter atau 256 meter persegi ini dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052 Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Mustainubillah (1650-1678 M), raja keempat dari Kesultanan Banjarmasin. Nama Kiai Gede untuk masjid ini diambil dari nama seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin. Ulama tersebut adalah Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang diutus oleh Kesultanan Demak untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede tersebut ternyata disambut baik oleh Sultan Mustainubillah. Oleh sang Sultan, Kiai Gede kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin, sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah ini. Berkat jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan membangun wilayah Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi jabatan kepada Kiai Gede sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga dari sang Sultan bagi Kiai Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan sekedar sebagai tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para pengikutnya. Bersama para pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi sebuah kawasan permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini menjadi salah satu kota yang terbilang maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari jasa besar Kiai Gede dan para pengikutnya. Saat ini, Masjid Kiai Gede yang sudah berumur ratusan tahun tersebut masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Hal ini disebabkan oleh keseriusan masyarakat Kotawaringin Barat dalam merawat dan memfungsikan masjid yang dianggap menjadi tonggak sejarah perkembangan Islam di wilayah ini. Bagi masyarakat Kotawaringin Barat, Masjid Kiai Gede tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja, tetapi juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan sosial-kemasyarakatan, sebagaimana Kiai Gede dan para pengikutnya memfungsikan masjid ini di masa lalu.

Keistimewaan Masjid Kiai Gede dapat dilihat dari bahan baku bangunannya yang semuanya terbuat dari kayu pilihan, yaitu kayu ulin yang terkenal dapat bertahan dalam jangka waktu lama. Selain itu, keistimewaan lainnya juga dapat dilihat dari gaya arsitekturnya yang unik, yaitu tidak seperti arsitektur masjid-masjid di Kalimantan pada umumnya, tetapi lebih menyerupai gaya arsitektur masjid-masjid di Jawa, khususnya Masjid Agung Demak*.* Kemiripan dengan Masjid Agung Demak dapat dilihat dari bentuk atapnya yang bersusun menyerupai pura, juga tiang-tiangnya yang tidak ditanam, melainkan hanya diletakkan di atas tumpuan menyerupai mangkuk yang terbuat dari kayu ulin. Konon, Kiai Gede sendiri yang mengusulkan agar tiang masjid dibangun seperti itu. Maksudnya jelas, agar masyarakat Islam di periode selanjutnya tidak kesulitan untuk mengganti tiang-tiang tersebut jika suatu saat terjadi kerusakan.[1]

Referensi