Plasmid

Molekul DNA yang secara fisik terpisah dari DNA kromosom dan dapat bereplikasi mandiri

Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang dapat bereplikasi secara autonom dan bisa ditemukan pada sel hidup. Di dalam satu sel, dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel tersebut. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan agar dapat bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang[1].

Plasmid pada bakteri.


Struktur plasmid

Sebagian besar plasmid memiliki struktur sirkuler, namun ada juga plasmid linear yang dapat ditemukan pada mikroorganisme tertentu, seperti Borrelia burgdorferi dan Streptomyces[2]. Plasmid ditemukan dalam bentuk DNA utas ganda yang sebagian besar tersusun menjadi superkoil atau kumparan terpilin. Struktur superkoil terjadi karena enzim topoisomerase membuat sebagian DNA utas ganda lepas (tidak terikat) selama replikasi plasmid berlangsung. Struktur superkoil akan menyebabkan DNA plasmid berada dalam konformasi yang disebut covalently closed circular (ccc), namun apabila kedua utas DNA terlepas maka akan plasmid akan kembali dalam keadaan normal (tidak terpilin) dan konformasi tersebut disebut sebagai open circuler (oc)[3].

Sejarah plasmid

Penemuan akan plasmid telah dimulai sejak tahun 1887, ketika Robert Koch mempublikasikan penelitiannya tentang bakteri Bacillus anthracis sebagai penyebab penyakit antraks. Sekitar 100 tahun kemudian, para ilmuwan menemukan bahwa bakteri tersebut memiliki 2 plasmid yang merupakan faktor virulensi penyebab antraks. Keyakinan akan keberadaan DNA plasmid berhasil dibuktikan oleh J. Lederberg dan dan W. Hayes pada tahun 1950-an. Kedua ilmuwan tersebut berhasil menyelidiki tentang peristiwa konjugasi pada Escherichia coli yang melibatkan plasmid. Tidak beberapa lama setelah itu, plasmid terbukti merupakan DNA ekstrakromosomal yang menyebabkan resistensi antibiotik pada golongan bakteri enterik dan dapat ditransmisikan antarsel. Sejak saat itu, beberapa laboratorium mulai membuat plasmid yang dapat ditransfer ke sel hidup, seperti sel bakteri dan tanaman[4].

Fungsi plasmid

Dewasa ini, plasmid telah diproduksi secara komersil oleh sejumlah perusahaan untuk digunakan sebagai vektor kloning. Agar dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus memiliki beberapa kriteria, yaitu berukuran kecil, relatif memiliki jumlah salinan yang tinggi (high copy number), memiliki gen penanda seleksi dan gen pelapor, serta memiliki situs pemotongan enzim restriksi untu memudahkan penyisipan DNA ke dalam vektor plasmid[5].

Penamaan plasmid

Pada awalnya penamaan plasmid didasarkan pada sifat fenotipe yang dikodekan oleh DNA plasmid tersebut[4]. Contohnya plasmid ColE1 yang berasal dari E. coli dapat menyandikan bakteriocin colicin. Banyaknya laboratorium ataupun institusi yang membuat plasmid kloning membuat sistem penamaan tersebut berubah. Untuk standardisasi penulisan plasmid, digunakan huruf "p" yang diikuti oleh inisial huruf kapital dan angka[4]. Huruf kapital diambil dari nama institusi atau laboratorium tempat plasmid tersebut berasal ataupun dari nama penemu plasmid tersebut. Sedangkan, angka yang ada merupakan kode laboratorium tempat plasmid tersebut dibuat[4]. Contohnya: pBR322, "p" menyatakan plasmid, BR merupakan laboratorium tempat plasmid tersebut pertama kali dikonstruksi (BR dari Bolivar dan Rodriguez, perancang plasmid tersebut), sedangkan 322 menyatakan di laboratorium mana plasmid ini dibuat, banyak pBR lainnya seperti pBR325, pBR327, dll[4].

Mekanisme mencegah pembuangan plasmid

Untuk mencegah pembuang plasmid dari sel yang tidak lagi membutuhkannya, terdapat beberapa mekanisme yang sudah diketahui. Salah satunya adalah beberapa plasmid menyandikan protein yang dapat membunuh sel yang membuangnya. Mekanisme ini disebut ketergantungan plasmid (plasmid addiction) yang diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan aksi yang dilakukan protein antitoksin yang disandikan plasmid. Ketiga jenis aksi tersebut adalah aberinteraksi dengan toksin, melindungi target yang akan diserang toksin, dan menghambat ekspresi toksin tersebut[4].


Referensi

  1. ^ ROYSTON C. CLOWES (1972). "Molecular Structure of Bacterial Plasmids" (PDF). BACTERIOLOGICAL REVIEWS. 36 (3): 361–405. 
  2. ^ Hinnebusch J, Barbour AG (1991). "Linear plasmids of Borrelia burgdorferi have a telomeric structure and sequence similar to those of a eukaryotic virus" (PDF). J Bacteriol. 173 (22): 7233–7239. 
  3. ^ Brown, Terry A. (2010). Gene Cloning and DNA Analysis: An Introduction. Wiley-Blackwell. ISBN 978-1-4051-8173-0. 
  4. ^ a b c d e f Gregory Phillips G, Funnell BE (2004). Plasmid biology. Washington: ASM Press. ISBN 978-1-55581-265-2.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "a" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  5. ^ Molecular Cell Biology. W. H. Freeman. 2007. ISBN 978-0-7167-7601-7.