Kereta Api (KA) Parahyangan adalah nama kereta yang melayani jalur Jakarta - Bandung. KA Parahyangan mulai beroperasi tanggal 31 Juli 1971 dan beroperasi terakhir pada tanggal 26 April 2010. Mulai tanggal 27 April 2010, operasional KA Parahyangan bersama KA Argo Gede dilebur menjadi KA Argo Parahyangan

Bagian dalam gerbong kereta eksekutif Parahyangan.

Sejarah

Pertengahan abad 19, Bandung masih berupa desa terpencil di pedalaman Tatar Sunda Parahyangan. Padahal kawasan itu adalah penghasil kina dan teh. Transportasi menuju kawasan Bandung yang berkelok-kelok, begitu sulit ditempuh. Namun dengan dimulainya pembangunan jalur kereta api di Semarang pada 10 Agustus 1867, maka jalur kereta api Batavia-Parahyangan pun ikut dibangun, yaitu pada 16 Mei 1884.

Jalur Jakarta-Bandung menjadi favorit warga Belanda karena pemandangan alam dan hawa yang sejuk. Dari sekadar kota persinggahan, Bandung jadi kota tujuan wisata bahkan tempat tinggal. Karena menjadi jalur favorit warga Belanda, kereta api yang mengangkut para noni, tuan, mevrouw, dan meneer, pun menggunakan loko uap C28 yang pada saat itu menjadi lokomotif tercepat dengan kecekapatan 90 km/jam.

Pemerintah kolonial mengoperasikan KA Vlugge Vier, yang adalah kereta ekspres Jakarta-Bandung dan sungguh elit di zaman itu. Vlugge Vier sekelas dengan Eendasche Express. Jika Vlugge Vier kemudian menjadi Parahijangan dan kemudian KA Parahyangan, maka Eendashce Express menjadi KA Bima. Nama Parahijangan berubah menjadi KA Parahyangan di awal 1970-an.[1]

Pelayanan

Kereta api ini menyediakan layanan kelas Eksekutif yang memiliki pendingin udara dan kelas Bisnis tanpa pendingin ruangan. Frekuensi perjalanan KA Parahyangan saat jayanya pernah mencapai 20 kali pada hari biasa dan 30 kali pada akhir pekan dan libur. Perjalanan Jakarta - Bandung sepanjang ± 173 km menelusuri alam pegunungan Priangan Bagian Barat ditempuh kereta ini dengan waktu rata-rata 3 jam.

Penurunan dan Penghentian Operasi

Tahun 1995, PT KA meluncurkan KA Argo Gede jurusan Jakarta-Bandung. Kereta ini sebagai kereta Eksekutif andalan PT KA. Maka KA Parahyangan pun mulai kembang kempis.[2] Sepuluh tahun kemudian Tol Cipularang beroperasi dan tingkat okupansi KA Parahyangan menjadi semakin turun.

PT KA telah mencoba memberi diskon, namun hasilnya okupansi penumpang masih rendah yakni di bawah 50 persen. Rendahnya okupansi KA Parahyangan itu berlaku baik untuk pemberangkatan Bandung maupun Jakarta. KA itu hanya penuh pada weekend saja. Dalam koridor jarak pendek Bandung-Jakarta memang waktu tempuh lebih lama daripada Tol Cipularang, meski pada jam-jam peak hour tentu waktu tempuh KA masih unggul.[3] Data terakhir dari PT KA, KA Parahyangan mengalami kerugian Rp 36 miliar per tahun akibat okupansinya yang tinggal 50 persen.[4]

Pada 27 April 2010, setelah lebih kurang 39 tahun melayani koridor Bandung dan Jakarta, KA Parahyangan dihentikan operasinya. Sebagai gantinya, PT KA Daop II Bandung meluncurkan KA Argo Parahyangan dengan jumlah enam gerbong. Kereta tersebut awalnya merupakan KA Argo Gede yang dimodifikasi dengan menambah 1-2 gerbong KA Parahyangan.[5]

Sesuai jadwal, KA Argo Parahyangan akan berangkat lima kali sehari dari Bandung. PT KA akan melakukan evaluasi jika permintaan kelas bisnis meningkat. bisa ditambah atau sebaliknya.

Catatan kaki

  1. ^ "Akhir Riwayat Kereta "Vlugge Vier"". Pradaningrum Mijarto. Warta Kota. 16 April 2010. 
  2. ^ "Vlugge Vier, Parahijangan, dan KA Parahyangan". Pradaningrum Mijarto. Warta Kota. 22 April 2010. 
  3. ^ "KA Parahyangan Dihapus!". luc/Ant. Warta Kota. 16 April 2010. 
  4. ^ ""Weekend" Terakhir KA Parahyangan". -. Antara. 24 April 2010. 
  5. ^ "Selamat Tinggal Kereta Api Parahyangan..." Gin Gin Tigin Ginulur. Okezone. 26 April 2010. 

Pranala luar