Al-Farabi

ilmuwan Muslim di bidang filsafat, kedokteran, matematika, musik, dan sosiologi
Revisi sejak 30 April 2010 10.07 oleh 88Santi (bicara | kontrib) (penambahan rujukan)

Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi (870-950, Bahasa Persia: محمد فارابی ) singkat Al-Farabi adalah ilmuwan dan filsuf Islam yang berasal dari Farab, Kazakhstan. [1]

Al Farabi, seorang Filsuf Islam

Ia juga dikenal dengan nama lain Abū Nasir al-Fārābi (dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi , juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir. [1]

Kemungkinan lain adalah Farabi adalah seorang Syi’ah Imamiyah[2] (Syiah Imamiyah adalah salah satu aliran dalam islam dimana yang menjadi dasar aqidah mereka adalah soal Imam) yang berasal dari Turki.[3]

Kehidupan dan pembelajaran

Ayahnya seorang opsir tentara Turki keturunan Persia, sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Sejak dini ia digambarkan memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari. [4] Pada masa awal pendidikannya ini, al-Farabi belajar al-Qur’an, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama (fiqh, tafsir dan ilmu hadits) dan aritmatika dasar. [4]

Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20 tahun. [4]

Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun 920 M, al Farabi kemudian mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, dimana saat itu Harran merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil.[4] Ia kemudian belajar filsafat dari Filsuf Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad. [4].

Tahun 940M, al Farabi melajutkan pengembaraannya ke Damaskus dan bertemu dengan Sayf al Dawla al Hamdanid, Kepala daerah (distrik) Aleppo, yang dikenal sebagai simpatisan para Imam Syi’ah. [5] Kemudian al-Farabi wafat di kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339 H/ Desember 950 M) di masa pemerintahan Khalifah Al Muthi’ (masih dinasti Abbasiyyah). [5]

Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. [6] Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik.[butuh rujukan] Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik.[butuh rujukan] Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa.[butuh rujukan] Ia dapat memainkan dan telah menciptakan bebagai alat musik.[butuh rujukan]

Al-Farabi dikenal sebagai "guru kedua" setelah Aristoteles.[butuh rujukan] Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.[butuh rujukan]

Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla [7] dan di zaman pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang dipimpin oleh seorang Khalifah.[butuh rujukan] Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M) dimana periode tersebut dianggap sebagai periode yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik.

Dalam kondisi demikian, al-Farabi berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli Filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan ide atau pemikiran-pemikiran Yunani Kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah negara/ pemerintahan yang ideal (Negara Utama). [4]

Buah Pemikiran

Karya

Selama hidupnya al Farabi banyak berkarya. Jika ditinjau dari Ilmu Pengetahuan, karya-karya al- Farabi dapat ditinjau menjdi 6 bagian[8]:

  1. Logika
  2. Ilmu-ilmu Matematika
  3. Ilmu Alam
  4. Teologi
  5. Ilmu Politik dan kenegaraan
  6. Bunga rampai (Kutub Munawwa’ah).

Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam.[butuh rujukan] Filsafat politik Al-Farabi, khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan rasionalisasi ajaran Imamah dalam Syi'ah.[butuh rujukan]


Pemikiran tentang Asal-usul Negara dan Warga Negara

Menurut Al-Farabi manusia yang menjadi warga negara yang akan menjadi salah satu syarat terbentuknya sebuah Negara.[butuh rujukan] Singkatnya, manusia tidak dapat hidup sendiri, membutuhkan bantuan orang lain, maka manusia menjalin hubungan-hubungan (asosiasi) sehingga pada akhirnya terbentuklah suatu Negara.[butuh rujukan] Menurut Al-Farabi, negara atau kota merupakan suatu kesatuan masyarakat yang paling mandiri dan paling mampu memenuhi kebutuhan hidup antara lain: sandang, pangan papan, dan keamanan, serta mampu mengatur ketertiban masyarakat, sehingga pencapaian kesempurnaan bagi masyarakat menjadi mudah.[butuh rujukan] Negara yang warganya sudah mandiri dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata dan sesungguhnya, menurut al-Farabi, adalah Negara Utama.[9]

Menurutnya warga Negara adalah unsur yang paling pokok dalam suatu negara.[butuh rujukan] Dengan prinsip-prinsipnya (mabadi) yang berarti dasar, titik awal, prinsip, ideologi, dan konsep dasar. [10]

Menurut Al-Farabi perkembangan dan/atau kualitas negara ditentukan oleh warga negaranya. Mereka juga berhak memilih seorang pemimpin negara, yaitu seorang yang paling unggul dan paling sempurna diantara mereka.[butuh rujukan]

Negara Utama dianalogikan seperti tubuh manusia yang sehat dan utama.[butuh rujukan] Secara alami, pengaturan organ-organ dalam tubuh manusia bersifat hierarkis dan sempurna.[butuh rujukan] Pertama, jantung. Jantung merupakan organ pokok karena jantung adalah organ pengatur yang tidak diatur oleh organ lainnya.[butuh rujukan] Kedua, otak. Bagian peringkat kedua ini, selain bertugas melayani bagian peringkat pertama, juga mengatur organ-ogan bagian di bawahnya, yakni organ peringkat ketiga, seperti : hati, limpa, dan organ-organ reproduksi. Jadi organ terbawah hanya bertugas mendukung dan melayani organ dari bagian atasnya.[butuh rujukan]

Pemikirannya Tentang Pemimpin

Dengan prinsip yang sama, seorang pemimpin negara merupakan bagian yang paling penting dan paling sempurna didalam suatu negara, yakni (pemimpin yang dimaksud al-Farabi) adalah seorang yang disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi – orang yang mempunyai kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas dan spiritualitas).[9]

Disebutkan adanya pemimpin generasi pertama (the first one – dengan segala kesempurnaannya (Imam) dan karena sangat sulit untuk ditemukan (keberadaannya) maka generasi kedua atau generasi selanjutnya sudah cukup (Ra’is). [4] Selanjutnya al-Farabi mengingatkan bahwa walaupun kualitas lainnya sudah terpenuhi , namun kalau kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai “kerajaan tanpa seorang Raja”. [butuh rujukan] Oleh karena itu, Negara dapat berada diambang kehancuran.[butuh rujukan]

Referensi

  1. ^ a b Anwarudin Harahap. 1981. “Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam” , skripsi sarjana. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
  2. ^ Anthony Black. 2006. “Pemikiran Politik Islam”. Jakarta. Serambi
  3. ^ H.M Rasyidi. Apa itu Syiah? Pelita : Jakarta. 1984. Hlmn 6-7
  4. ^ a b c d e f g Eduarny Tarmiji. 2004. “Konsep Al-Farabi tentang Negara Utama”, thesis magister. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
  5. ^ a b H. Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  6. ^ Anwarudin Harahap, Posisi Abu Nasr Al Farabi dalam Dunia Islam , skripsi sarjana (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1981 )
  7. ^ H. Sirajuddin Zar, 2004. “Filsafat Islam”. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  8. ^ H.Z.A Ahmad. 1968. “Negara Utama”. Jakarta: Kinta
  9. ^ a b Al-Farabi, Abu Nasr. ” Mabadi Ara Ahl Al-Madina Al Fadila”, (diterjemahkan oleh R. Walzer.” Al-Farabi on The Perfect State”), Oxford: Claendon Press, 1985
  10. ^ Hans Wehr, A Dictionary of Moddern Written Arrabic ( Arabic- English), Ed. By: J Milton Cowan (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1979)

Lihat pula