Demokritos adalah seorang filsuf yang termasuk di dalam Mazhab Atomisme.[1] Ia adalah murid dari Leukippos, pendiri mazhab tersebut.[2][3] Demokritos mengembangkan pemikiran tentang atom sehingga justru pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di dalam sejarah filsafat.[3]

Selain sebagai filsuf, Demokritos juga dikenal menguasai banyak keahlian.[3] Sayangnya, karya-karya Demokritos tidak ada yang tersimpan.[4] Padahal ia diketahui menulis tentang ilmu alam, astronomi, matematika, sastra, epistemologi, dan etika. Ada sekitar 300 kutipan tentang pemikiran Demokritos di dalam sumber-sumber kuno.[4][3] Sebagian besar kutipan-kutipan tersebut berisi tentang etika.[4]

Riwayat Hidup

Demokritos lahir di kota Abdera, Yunani Utara.[3][5] Ia hidup sekitar tahun 460 SM hingga 370 SM.[3][2] Ia berasal dari keluarga kaya raya.[3] Pada waktu ia masih muda, ia menggunakan warisannya untuk pergi ke Mesir dan negeri-negeri Timur lainnya.[3] Selain menjadi murid Leukippos, Ia juga belajar kepada Anaxagoras dan Philolaos.[5] Hanya sedikit yang dapat diketahui dari riwayat hidup Demokritos.[4] Banyak data tentang kehidupannya telah tercampur dengan legenda-legenda yang kebenarannya sulit dipercaya.[3]

Meskipun ia hidup sezaman dengan Sokrates, bahkan usianya lebih muda, namun Demokritos tetap digolongkan sebagai filsuf pra-sokratik.[3] Hal ini dikarenakan ia melanjutkan dan mengembangkan ajaran atomisme dari Leukippos yang merupakan filsuf pra-sokratik.[3][4] Ajaran Leukippos dan Demokritos bahkan hampir tidak dapat dipisahkan.[3] Selain itu, filsafat Demokritos tidak dikenal di Athena untuk waktu yang cukup lama.[3] Misalnya saja, Plato tidak mengetahui apa-apa tentang Atomisme.[3][5] Baru Aristoteles yang kemudian menaruh perhatian besar terhadap pandangan atomisme.[3][5]

Pemikiran

Tentang Atom

Demokritos dan gurunya, Leukippos, berpendapat bahwa atom adalah unsur-unsur yang membentuk realitas.[1][3] Di sini, mereka setuju dengan ajaran pluralisme Empedokles dan Anaxagoras bahwa realitas terdiri dari banyak unsur, bukan satu.[3] Akan tetapi, bertentangan dengan Empedokles dan Anaxagoras, Demokritos menganggap bahwa unsur-unsur tersebut tidak dapat dibagi-bagi lagi.[3] Karena itulah, unsur-unsur tersebut diberi nama atom (bahasa Yunani atomos: a berarti "tidak" dan tomos berarti "terbagi")[3][1]

Atom-atom tersebut merupakan unsur-unsur terkecil yang membentuk realitas.[1] Ukurannya begitu kecil sehingga mata manusia tidak dapat melihatnya.[3][1][2] Selain itu, atom juga tidak memiliki kualitas, seperti panas atau manis.[1][3] Hal itu pula yang membedakan dengan konsep zat-zat Empedokles dan benih-benih dari Anaxagoras.[3][1] Atom-atom tersebut berbeda satu dengan yang lainnya melalui tiga hal: bentuknya(seperti huruf A berbeda dengan huruf N), urutannya (seperti AN berbeda dengan NA), dan posisinya (huruf A berbeda dengan Z dalam urutan abjad).[3] Dengan demikian, atom memiliki kuantitas belaka, termasuk juga massa.[1] Jumlah atom yang membentuk realitas ini tidak berhingga.[3]

Selain itu, atom juga dipandang sebagai tidak dijadikan, tidak dapat dimusnahkan, dan tidak berubah.[3] Yang terjadi pada atom adalah gerak.[3][1] Karena itu, Demokritus menyatakan bahwa "prinsip dasar alam semesta adalah atom-atom dan kekosongan".[1] Jika ada ruang kosong, maka atom-atom itu dapat bergerak.[1] Demokritus membandingkan gerak atom dengan situasi ketika sinar matahari memasuki kamar yang gelap gulita melalui retak-retak jendela.[3] Di situ akan terlihat bagaimana debu bergerak ke semua jurusan, walaupun tidak ada angin yang menyebabkannya bergerak.[3] Dengan demikian, tidak diperlukan prinsip lain untuk membuat atom-atom itu bergerak, seperti prinsip "cinta" dan "benci" menurut Empedokles.[3] Adanya ruang kosong sudah cukup membuat atom-atom itu bergerak.[3]

Tentang Dunia

Dunia dan seluruh realitas tercipta karena atom-atom yang berbeda bentuk saling mengait satu sama lain.[3] Atom-atom yang berkaitan itu kemudian mulai bergerak berputar, dan makin lama makin banyak atom yang ikut ambil bagian dari gerak tersebut.[3] Kumpulan atom yang lebih besar tinggal di pusat gerak tersebut sedangkan kumpulan atom yang lebih halus dilontarkan ke ujungnya.[3] Demikianlah dunia terbentuk.[3]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 29-31.
  2. ^ a b c (Inggris)Albert A. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble. P. 22.
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 61-66.
  4. ^ a b c d e (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 185.
  5. ^ a b c d (Inggris)Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin. P. 203-253.

Lihat pula

Pranala luar

Templat:Link FA