Hubungan internasional

Cabang ilmu yang mempelajari tentang hubungan antarnegara

Hubungan Internasional, adalah cabang dari ilmu politik, merupakan suatu studi tentang persoalan-persoalan luar negeri dan isu-isu global di antara negara-negara dalam sistem internasional, termasuk peran negara-negara, organisasi-organisasi antarpemerintah, organisasi-organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, dan perusahaan-perusahaan multinasional.[1].Hubungan Internasional adalah suatu bidang akademis dan kebijakan publik dan dapat bersifat positif atau normatif karena berusaha menganalisis serta merumuskan kebijakan luar negeri negara-negara tertentu.[2].


Selain ilmu politik, Hubungan Internasional menggunakan pelbagai bidang ilmu seperti ekonomi, sejarah, hukum, filsafat, geografi, sosiologi, antropologi, psikologi, studi-studi budaya dalam kajian-kajiannya.[3] HI mencakup rentang isu yang luas, dari globalisasi dan dampak-dampaknya terhadap masyarakat-masyarakat dan kedaulatan negara sampai kelestrarian ekologis, proliferasi nuklir, nasionalisme, perkembangan ekonomi, terorisme, kejahatan yang terorganisasi, keselamatan umat manusia, dan hak-hak asasi manusia.[4]

Sejarah

Sejarah hubungan internasional sering dianggap berawal dari [Perdamaian Westphalia] pada [1648], ketika sistem negara modern dikembangkan.[5] Sebelumnya, organisasi-organisasi otoritas politik abad pertengahan [Eropa] didasarkan pada tatanan hirarkis yang tidak jelas. Westphalia membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang pada dasarnya berarti bahwa para penguasa, atau kedaulatan-kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak-pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama secara internal dalam batas-batas kedaulatan wilayah yang sama.[6]Otoritas Yunani dan Roma kuno kadang-kadang mirip dengan sistem Westphalia, tetapi keduanya tidak memiliki gagasan kedaulatan yang memadai.[7] [Westphalia] mendukung bangkitnya negara-bangsa (nation-state), institusionalisasi terhadap diplomasi dan tentara.[8] Sistem yang berasal dari Eropa ini diekspor ke Amerika, Afrika, dan Asia, lewat kolonialisme, dan “standar-standar peradaban”.[9] Sistem internasional kontemporer akhirnya dibentuk lewat dekolonisasi selama [Perang Dingin].[10]Namun, sistem ini agak terlalu disederhanakan. Sementara sistem negara-bangsa dianggap “modern”, banyak negara tidak masuk ke dalam sistem tersebut dan disebut sebagai “pra-modern”.[butuh rujukan] Lebih lanjut, beberapa telah melampaui sistem negara-bangsa dan dapat dianggap “pasca-modern”.[butuh rujukan] Kemampuan wacana HI untuk menjelaskan hubungan-hubungan di antara jenis-jenis negara yang berbeda ini diperselisihkan.[11] “Level-level analisis” adalah cara untuk mengamati sistem internasional, yang mencakup level individual, negara-bangsa domestik sebagai suatu unik, level internasional yang terdiri atas persoalan-persoalan transnasional dan internasional level global.[12]

Studi Hubungan internasional

Pada mulanya, hubungan internasional sebagai bidang studi yang tersendiri hampir secara keseluruhan berkiblat ke Inggris.[13]Pada 1919, Dewan Politik internasional dibentuk di University of Wales, Aberystwyth, lewat dukungan yang diberikan oleh David Davies, menjadi posisi akademis pertama yang didedikasikan untuk HI.[14] Pada awal 1920-an, jurusan Hubungan Internasional dari London School of Economics didirikan atas perintah seorang pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Phillip Noel-Baker.Kesalahan pengutipan: Tag <ref> harus ditutup oleh </ref> Program HI tertua di Amerika Serikat ada di Edmund A. Walsh School of Foreign Service yang merupakan bagian dari Georgetown Unversity.[15] Sekolah tinggi pertama jurusan hubungan internasional yang menghasilkan lulusan bergelar sarjana adalah Fletcher Schooldi Tufts.[16] Meskipun pelbagai sekolah tinggi yang didedikasikan untuk studi HI telah didirikan di Asia dan Amerika Selatan, HI sebagai suatu bidang ilmu tetap terutama berpusat di Eropa dan Amerika Utara.[17]

Teori hubungan internasional

Artikel utama: Teori hubungan internasional

Apa yang secara eksplisit diakui sebagai teori hubungan internasional tidak dikembangkan sampai setelah Perang Dunia I, dan dibahas secara lebih rinci di bawah ini.[butuh rujukan] Namun, teori HI memiliki tradisi panjang menggunakan karya ilmu-ilmu sosial lainnya.[butuh rujukan] Penggunaan huruf besar “H” dan “I” dalam hubungan internasional bertujuan untuk membedakan disiplin Hubungan Internasional dari fenomena hubungan internasional.[butuh rujukan] Banyak orang yang mengutip Sejarah Perang Peloponnesia karya Thucydides sebagai inspirasi bagi teori realis, dengan Leviathan karya Hobbes dan The Prince karya Machiavelli memberikan pengembangan lebih lanjut.[butuh rujukan] Demikian juga, liberalisme menggunakan karya Kant dan Rousseau, dengan karya Kant sering dikutip sebagai pengembangan pertama dari Teori Perdamaian Demokratis.[butuh rujukan] Meskipun hak-hak asasi manusia kontemporer secara signifikan berbeda dengan jenis hak-hak yang didambakan dalam hukum alam, Francisco de Vitoria, Hugo Grotius, dan John Locke memberikan pernyataan-pernyataan pertama tentang hak untuk mendapatkan hak-hak tertentu berdasarkan kemanusiaan secara umum.[butuh rujukan] Pada abad ke-20, selain teori-teori kontemporer intenasionalisme liberal, Marxisme merupakan landasan hubungan internasional.[butuh rujukan]

Perkembangan fenomena hubungan internasional telah memasuki aspek-aspek baru, dimana Hubungan Internasional tidak hanya mengkaji tentang negara, tetapi juga mengkaji tentang peran aktor non-negara di dalam ruang lingkup politik global.[butuh rujukan] Peran non-state actor yang semakin dominan mengindikasikan bahwa non-state actor memegang peran yang penting.[butuh rujukan]

Dewasa ini, fenomena hubungan internasional telah memasuki ranah budaya (seperti klaim tari pendet Malaysia terhadap indonesia), sehingga Hubungan Internasional memerlukan kajian teoritis dari dispilin ilmu lainnya.[butuh rujukan]


Teori Epistemologi dan teori HI

Teori-teori Utama Hubungan Internasional Realisme [[Neorealisme], Dipelopori oleh Kenneth Waltz, istilah kunci : struktur, agen, sistem internasional[butuh rujukan] Idealisme, Dipelopoeri oleh Imanuel Kant, istilah kunci : Pacific UnION[butuh rujukan] Liberalisme. Dipelopori oleh Robert Keohane, istilah kunci : complex interdepency[butuh rujukan] Neoliberalisme,[butuh rujukan] Marxisme dan Neo Marxis[butuh rujukan] Teori dependensi[butuh rujukan]

Teori kritis dipelopori oleh Jurgen Habermas, istilah kunci : Paradigma Komunikasi, Paradigma Kesadaran, Alienisasi, Emansipatoris.[butuh rujukan]

Konstruksivisme[butuh rujukan] Fungsionalisme[butuh rujukan] Neofungsiionalisme[butuh rujukan] Negativitas Total dari TW Adorno, untuk memahami isu-isu lingkungan[butuh rujukan] Masyarakat Konsumtif dari Herbert Marcuse, untuk memahami hubungan antara masyarakat dengan budaya global[butuh rujukan]

Secara garis besar teori-teori HI dapat dibagi menjadi dua pandangan epistemologis “positivis” dan “pasca-positivis”.[butuh rujukan] Teori-teori positivis bertujuan mereplikasi metode-metode ilmu-ilmu sosial dengan menganalisis dampak kekuatan-kekuatan material.[butuh rujukan] Teori-teori ini biasanya berfokus berbagai aspek seperti interaksi negara-negara, ukuran kekuatan-kekuatan militer, keseimbangan kekuasaaan dan lain-lain.[butuh rujukan] Epistemologi pasca-positivis menolak ide bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan bebas-nilai.[butuh rujukan] Epistemologi ini menolak ide-ide sentral tentang neo-realisme/liberalisme, seperti teori pilihan rasional, dengan alasan bahwa metode ilmiah tidak dapat diterapkan ke dalam dunia sosial dan bahwa suatu “ilmu” HI adalah tidak mungkin.[butuh rujukan]

Perbedaan kunci antara kedua pandangan tersebut adalah bahwa sementara teori-teori positivis, seperti neo-realisme, menawarkan berbagai penjelasan yang bersifat sebab-akibat (seperti mengapa dan bagaimana kekuasaan diterapkan), teori pasca-positivis pasca-positivis berfokus pada pertanyaan-pertanyaan konstitutif, sebagai contoh apa yang dimaksudkan dengan “kekuasaan”; hal-hal apa sajakah yang membentuknya, bagaimana kekuasaan dialami dan bagaimana kekuasaan direproduksi.[butuh rujukan] Teori-teori pasca-positivs secara eksplisit sering mempromosikan pendekatan normatif terhadap HI, dengan mempertimbangkan etika. Hal ini merupakan sesuatu yang sering diabaikan dalam HI “tradisional” karena teori-teori positivis membuat perbedaan antara “fakta-fakta” dan penilaian-penilaian normatif, atau “nilai-nilai”.[butuh rujukan] Selama periode akhir 1980-an/1990 perdebatan antara para pendukung teori-teori positivis dan para pendukung teori-teori pasca-positivis menjadi perdebatan yang dominan dan disebut sebagai “Perdebatan Terbesar” Ketiga (Lapid 1989.)[butuh rujukan]


Islam, yang hanya dipandang orang dan para akademisi hanya sebagai agama, ternyata menyimpan pemikiran hubungan internasional.[butuh rujukan] Sejarah mencatat kekuasaan Islam atau khalifah pada sekitar abad 7M.[butuh rujukan] Pada masa ini, khalifah Islam merupakan suatu global polis atau tatanan hubungan internasional, karena menata hubungan wilayah-wilayah yang disatukan ke dalam bentuk polis.[butuh rujukan] Apabila dikaji lebih dalam, khalifah Islam merupakan suatu order atau tatanan yang mengatur seluruh aspek-aspek kehidupan manusia.[butuh rujukan] Misalnya hukum ekonomi global berlandaskan pada hukum ekonomi Islam, dimana hukum ekonomi Islam tidak mengutamakan riba ( keuntungan atau jiwa-jiwa kapitalis seperti yang diungkapkan oleh Pemikiran Marxis, tetapi suatu sistem ekonomi yang win-win solution serta mengutamakan kesejahteraan bersama, bukan keuntungan pihak tertentu saja. Bandingkan dengan pemikiran-pemikiran ekonomi sekarang ini, seperti Neolib dll, dimana pemikiran telah menciptakan keterbelakangan dan ketergantungan ( depedensi ) yang berakibat pada kesenjangan global.[butuh rujukan]

Teori politik adalah salah satu kajian di dalam bidang hubungan internasional.[butuh rujukan] Teori politik pada dasarnya adalah tentang tata negara.[butuh rujukan] Pemikiran sistem politik demokrasi yang diadopsi oleh negara-negara berkembang merupakan kajian teori politik.[butuh rujukan] Islam adalah sumber teori politik, karena memuat seluruh aspek-aspek kehidupan manusia.[butuh rujukan] Sebagai contoh, sistem ekonomi Islam merupakan teori politik yang bertujuan menjamin kesejahteraan bersama sehingga manusia menjadi "mansalahat" atau tentram.[butuh rujukan] Teori politik yang bersumber dari pemikiran barat adalah suatu mal-praktik bagi manusia itu sendiri, karena manusia tidak menerima esensinya sendiri, tetapi mencari esensi lain yang berakibat pada jatuhnya manusia kepada jurang alienisasi.[butuh rujukan]

Menurut Imanuel Kant, perdamaian akan tercipta apabila negara-negara menganut sistem demokrasi.[butuh rujukan] Perpertual peace adalah perdamaian yang timbul karena negara-negara menganut sistem demokrasi.[butuh rujukan] Ini adalah kesalahan besar.[butuh rujukan] Perdamaian hanya akan timbul apabila manusia menerima esensinya sebagai manusia, dengan cara menerapkan teori politik Islam yang merupakan sumber dari order manusia itu sendiri.[butuh rujukan]

Teori-teori Positivis

Realisme

Realisme, sebagai tanggapan terhadap liberalisme, pada intinya menyangkal bahwa negara-negara berusaha untuk bekerja sama.[butuh rujukan] Para realis awal seperti E.H. Carr, Daniel Bernhard, dan Hans Morgenthau berargumen bahwa, untuk maksud meningkatkan keamanan mereka, negara-negara adalah aktor-aktor rasional yang berusaha mencari kekuasaan dan tertarik kepada kepentingan diri sendiri (self-interested).[butuh rujukan] Setiap kerja sama antara negara-negara dijelaskan sebagai benar-benar insidental.[butuh rujukan] Para realis melihat Perang Dunia II sebagai pembuktian terhadap teori mereka.[butuh rujukan] Perlu diperhatikan bahwa para penulis klasik seperti Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes sering disebut-sebut sebagai “bapak-bapak pendiri” realisme oleh orang-orang yang menyebut diri mereka sendiri sebagai realis kontemporer.[butuh rujukan] Namun, meskipun karya mereka dapat mendukung doktrin realis, ketiga orang tersebut tampaknya tidak mungkin menggolongkan diri mereka sendiri sebagai realis (dalam pengertian yang dipakai di sini untuk istilah tersebut).[butuh rujukan]

Liberalisme/idealisme/Internasionalisme Liberal

Teori hubungan internasional liberal muncul setelah Perang Dunia I untuk menanggapi ketidakmampuan negara-negara untuk mengontrol dan membatasi perang dalam hubungan internasional mereka.[butuh rujukan] Pendukung-pendukung awal teori ini termasuk Woodrow Wilson dan Normal Angell, yang berargumen dengan berbagai cara bahwa negara-negara mendapatkan keuntungan dari satu sama lain lewat kerjasama dan bahwa perang terlalu destruktif untuk bisa dikatakan sebagai pada dasarnya sia-sia. Liberalisme tidak diakui sebagai teori yang terpadu sampai paham tersebut secara kolektif dan mengejek disebut sebagai idealisme oleh E.H. Carr. Sebuah versi baru “idealisme”, yang berpusat pada hak-hak asasi manusia sebagai dasar legitimasi hukum internasional, dikemukakan oleh Hans Kóchler.[butuh rujukan]

Neorealisme

Neorealisme terutama merupakan karya Kenneh Waltz (yang sebenarnya menyebut teorinya “realisme struktural” di dalam buku karangannya yang berjudul Man, the State, and War).[butuh rujukan] Sambil tetap mempertahankan pengamatan-pengamatan empiris realisme, bahwa hubungan internasional dikarakterka oleh hubungan-hubungan antarnegara yang antagonistik, para pendukung neorealisme menunjuk struktur anarkis dalam sistem internasional sebagai penyebabnya.[butuh rujukan] Mereka menolak berbagai penjelasan yang mempertimbangkan pengaruh karakteristik-karakteristik dalam negeri negara-negara.[butuh rujukan] Negara-negara dipaksa oleh pencapaian yang relatif (relative gains) dan keseimbangan yang menghambat konsentrasi kekuasaan.[butuh rujukan] Tidak seperti realisme, neo-realisme berusaha ilmiah dan lebih positivis.[butuh rujukan] Hal lain yang juga membedakan neo-realisme dari realisme adalah bahwa neo-realisme tidak menyetujui penekanan realisme pada penjelasan yang bersifat perilaku dalam hubungan internasional.[butuh rujukan]

Neoliberalisme

Neoliberalisme berusaha memperbarui liberalisme dengan menyetujui asumsi neorealis bahwa negara-negara adalah aktor-aktor kunci dalam hubungan internasional, tetapi tetap mempertahankan pendapat bahwa aktor-aktor bukan negara dan organisasi-organisasi antarpemerintah adalah juga penting. Para pendukung seperti Maria Chatta berargumen bahwa negara-negara akan bekerja sama terlepas dari pencapaian-pencapaian relatif, dan dengan demikian menaruh perhatian pada pencapaian-pencapaian mutlak.[butuh rujukan] Meningkatnya interdependensi selama Perang Dingin lewat institusi-institusi internasional berarti bahwa neo-liberalisme juga disebut institusionalisme liberal.[butuh rujukan] Hal ini juga berarti bahwa pada dasarnya bangsa-bangsa bebas membuat pilihan-pilihan mereka sendiri tentang bagaimana mereka akan menerapkan kebijakan tanpa organisasi-organisasi internasional yang merintangi hak suatu bangsa atas kedaulatan.[butuh rujukan] Neoliberalimse juga mengandung suatu teori ekonomi yang didasarkan pada penggunaan pasar-pasar yang terbuka dan bebas dengan hanya sedikit, jika memang ada, intervensi pemerintah untuk mencegah terbentuknya monopoli dan bentuk-bentuk konglomerasi yang lain.[butuh rujukan] Keadaan saling tergantung satu sama lain yang terus meningkat selama dan sesudah Perang Dingin menyebabkan neoliberalisme didefinisikan sebagai institusionalisme, bagian baru teori ini dikemukakan oleh Robert Keohane dan juga Joseph Nye.[butuh rujukan]

Teori Rejim

Teori rejim berasal dari tradisi liberal yang berargumen bahwa berbagai institusi atau rejim internasional mempengaruhi perilaku negara-negara (maupun aktor internasional yang lain).[butuh rujukan] Teori ini mengasumsikan kerjasama bisa terjadi di dalam sistem negara-negara anarki. Bila dilihat dari definisinya sendiri, rejim adalah contoh dari kerjasama internasional.[butuh rujukan] Sementara realisme memprediksikan konflik akan menjadi norma dalam hubungan internasional, para teoritisi rejim menyatakan kerjasama tetap ada dalam situasi anarki sekalipun.[butuh rujukan] Seringkali mereka menyebutkan kerjasama di bidang perdagangan, hak asasi manusia, dan keamanan bersama di antara isu-isu lainnya.[butuh rujukan] Contoh-contoh kerjasama tadilah yang dimaksud dengan rejim.[butuh rujukan] Definisi rejim yang paling lazim dipakai datang dari Stephen Krasner. Krasner mendefinisikan rejim sebagai “institusi yang memiliki sejumlah norma, aturan yang tegas, dan prosedur yang memfasilitasi sebuah pemusatan berbagai harapan.[butuh rujukan] Tapi tidak semua pendekatan teori rejim berbasis pada liberal atau neoliberal; beberapa pendukung realis seperi Joseph Greico telah mengembangkan sejumlah teori cangkokan yang membawa sebuah pendekatan berbasis realis ke teori yang berdasarkan pada liberal ini.[butuh rujukan] (Kerjasama menurut kelompok realis bukannya tidak pernah terjadi, hanya saja kerjasama bukanlah norma; kerjasama merupakan sebuah perbedaan derajat).[butuh rujukan]

Teori-teori pasca-positivis/reflektivis

Teori masyarakat internasional (Aliran pemikiran Inggris)

Teori masyarakat internasional, juga disebut Aliran Pemikiran Inggris, berfokus pada berbagai norma dan nilai yang sama-sama dimiliki oleh negara-negara dan bagaimana norma-norma dan nilai-nlai tersebut mengatur hubungan internasional.[butuh rujukan] Contoh norma-norma seperti itu mencakup diplomasi, tatanan, hukum internasional.[butuh rujukan] Tidak seperti neo-realisme, teori ini tidak selalu positivis.[butuh rujukan] Para teoritisi teori ini telah berfokus terutama pada intervensi kemanusiaan, dan dibagi kembali antara para solidaris, yang cenderung lebih menyokong intervensi kemanusiaan, dan para pluralis, yang lebih menekankan tatanan dan kedaulatan, Nicholas Wheeler adalah seorang solidaris terkemuka, sementara Hedley Bull mungkin merupakan pluraris yang paling dikenal.[butuh rujukan]

Konstruktivisme Sosial

Kontrukstivisme Sosial mencakup rentang luas teori yang bertujuan menangani berbagai pertanyaan tentang ontologi, seperti perdebatan tentang lembaga (agency) dan Struktur, serta pertanyaan-pertanyaan tentang epistemologi, seperti perdebatan tentang “materi/ide” yang menaruh perhatian terhadap peranan relatif kekuatan-kekuatan materi versus ide-ide.[butuh rujukan] Konstruktivisme bukan merupakan teori HI, sebagai contoh dalam hal neo-realisme, tetapi sebaliknya merupakan teori sosial.[butuh rujukan] Konstruktivisme dalam HI dapat dibagi menjadi apa yang disebut oleh Hopf (1998) sebagai konstruktivisme “konvensional” dan “kritis”.[butuh rujukan] Hal yang terdapat dalam semua variasi konstruktivisme adalah minat terhadap peran yang dimiliki oleh kekuatan-kekuatan ide.[butuh rujukan] Pakar konstruktivisme yang paling terkenal, Alexander Wendt menulis pada 1992 tentang Organisasi Internasional (kemudian diikuti oleh suatu buku, Social Theory of International Politics 1999), “anarki adalah hal yang diciptakan oleh negara-negara dari hal tersebut”.[butuh rujukan] Yang dimaksudkannya adalah bahwa struktur anarkis yang diklaim oleh para pendukung neo-realis sebagai mengatur interaksi negara pada kenyataannya merupakan fenomena yang secara sosial dikonstruksi dan direproduksi oleh negara-negara.[butuh rujukan] Sebagai contoh, jika sistem internasional didominasi oleh negara-negara yang melihat anarki sebagai situasi hidup dan mati (diistilahkan oleh Wendt sebagai anarki “Hobbesian”) maka sistem tersebut akan dikarakterkan dengan peperangan.[butuh rujukan] Jika pada pihak lain anarki dilihat sebagai dibatasi (anarki “Lockean”) maka sistem yang lebih damai akan eksis.[butuh rujukan] Anarki menurut pandangan ini dibentuk oleh interaksi negara, bukan diterima sebagai aspek yang alami dan tidak mudah berubah dalam kehidupan internasional seperti menurut pendapat para pakar HI non-realis.[butuh rujukan] Namun, banyak kritikus yang muncul dari kedua sisi pembagian epistemologis tersebut.[butuh rujukan] Para pendukung pasca-positivis mengatakan bahwa fokus terhadap negara dengan mengorbankan etnisitas/ras/jender menjadikan konstrukstivisme sosial sebagai teori positivis yang lain.[butuh rujukan] Penggunaan teori pilihan rasional secara implisit oleh Wendt juga telah menimbulkan pelbagai kritik dari para pakar seperti Steven Smith. Para pakar positivis (neo-liberalisme/realisme) berpendapat bahwa teori tersebut mengenyampingkan terlalu banyak asumsi positivis untuk dapat dianggap sebagai teori positivis.[butuh rujukan]

(Artikel utama: Teori hubungan internasional kritis) Teori hubungan internasional kritis adalah penerapan “teori kritis” dalam hubungan internasional.[butuh rujukan] Pada pendukung seperti Andrew Linklater, Robert W. Cox, dan Ken Booth berfokus pada kebutuhan terhadap emansipansi (kebebasan) manusia dari Negara-negara.[butuh rujukan] Dengan demikian, adalah teori ini bersifat “kritis” terhadap teori-teori HI “mainstream” yang cenderung berpusat pada negara (state-centric).[butuh rujukan] Catatan: Daftar teori ini sama sekali tidak menyebutkan seluruh teori HI yang ada. Masih ada teori-teori lain misalnya fungsionalisme, neofungsionalisme, feminisme, dan teori dependen.

Marxisme

Teori Marxis dan teori Neo-Marxis dalam HI menolak pandangan realis/liberal tentang konflik atau kerja sama negara, tetapi sebaliknya berfokus pada aspek ekonomi dan materi.[butuh rujukan] Marxisme membuat asumsi bahwa ekonomi lebih penting daripada persoalan-persoalan yang lain; sehingga memungkinkan bagi peningkatan kelas sebagai fokus studi.[butuh rujukan] Para pendukung Marxis memandang sistem internasional sebagai sistem kapitalis terintegrasi yang mengejar akumulasi modal (kapital).[butuh rujukan] Dengan demikian, periode kolonialisme membawa masuk pelbagai sumber daya untuk bahan-bahan mentah dan pasar-pasar yang pasti (captive markets) untuk ekspor, sementara dekolonisasi membawa masuk pelbagai kesempatan baru dalam bentuk dependensi (ketergantungan).[butuh rujukan] Berkaitan dengan teori-teori Marx adalah teori dependensi yang berargumen bahwa negara-negara maju, dalam usaha mereka untuk mencapai kekuasaan, menembus negara-negara berkembang lewat penasihat politik, misionaris, pakar, dan perusahaan multinasional untuk mengintegrasikan negara-negara berkembang tersebut ke dalam sistem kapitalis terintegrasi untuk mendapatkan sumber-sumber daya alam dan meningkatkan dependensi negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju.[butuh rujukan] Teori-teori Marxis kurang mendapatkan perhatian di Amerika Serikat di mana tidak ada partai sosialis yang signifikan.[butuh rujukan] Teori-teori ini lebih lazim di pelbagai bagian Eropa dan merupakan salah satu kontribusi teoritis yang paling penting bagi dunia akademis Amerika Latin, sebagai contoh lewat teologi.[butuh rujukan]

Teori-teori pascastrukturalis

Teori-teori pascastrukturalis dalam HI berkembang pada 1980-an dari studi-studi pascamodernis dalam ilmu politik.[butuh rujukan] Pasca-strukturalisme mengeksplorasi dekonstruksi konsep-konsep yang secara tradisional tidak problematis dalam HI, seperti kekuasaan dan agensi dan meneliti bagaimana pengkonstruksian konsep-konsep ini membentuk hubungan-hubungan internasional.[butuh rujukan] Penelitian terhadap “narasi” memainkan peran yang penting dalam analisis pascastrukturalis, sebagai contoh studi pascastrukturalis feminis telah meneliti peran yang dimainkan oleh “kaum wanita” dalam masyarakat global dan bagaimana kaum wanita dikonstruksi dalam perang sebagai “tanpa dosa” (innocent) dan “warga sipil”.[butuh rujukan] Contoh-contoh riset pasca-positivis mencakup: Pelbagai bentuk feminisme (perang "gender" war—“gendering” war) [butuh rujukan] Pascakolonialisme (tantangan-tantangan dari sentrisme Eropa dalam HI) [butuh rujukan]

Konsep-konsep dalam hubungan internasional

Konsep-konsep level sistemik

Hubungan internasional sering dipandang dari pelbagai level analisis, konsep-konsep level sistemik adalah konsep-konsep luas yang mendefinisikan dan membentuk lingkungan (milieu) internasional, yang dikarakterkan oleh Anarki.[butuh rujukan]

Kekuasaan

Konsep Kekuasaan dalam hubungan internasional dapat dideskripsikan sebagai tingkat sumber daya, kapabilitas, dan pengaruh dalam persoalan-persoalan internasional.[butuh rujukan] Kekuasaan sering dibagi menjadi konsep-konsep kekuasaan yang keras (hard power) dan kekuasaan yang lunak (soft power), kekuasaan yang keras terutama berkaitan dengan kekuasaan yang bersifat memaksa, seperti penggunaan kekuatan, dan kekuasaan yang lunak biasanya mencakup ekonomi, diplomasi, dan pengaruh budaya.[butuh rujukan] Namun, tidak ada garis pembagi yang jelas di antara dua bentuk kekuasaan tersebut.[butuh rujukan]

Polaritas

Polaritas dalam Hubungan Internasional merujuk pada penyusunan kekuasaan dalam sistem internasional.[butuh rujukan] Konsep tersebut muncul dari bipolaritas selama Perang Dingin, dengan sistem internasional didominasi oleh konflik antara dua negara adikuasa dan telah diterapkan sebelumnya.[butuh rujukan] Sebagai akibatnya, sistem internasional sebelum 1945 dapat dideskripsikan sebagai terdiri dari banyak kutub (multi-polar), dengan kekuasaan dibagi-bagi antara negara-negara besar.[butuh rujukan] Runtuhnya Uni Soviet pada 1991 telah menyebabkan apa yang disebut oleh sebagian orang sebagai unipolaritas, dengan AS sebagai satu-satunya negara adikuasa.[butuh rujukan] Beberapa teori hubungan internasional menggunakan ide polaritas tersebut.[butuh rujukan] Keseimbangan kekuasaan adalah konsep yang berkembang luas di Eropa sebelum Perang Dunia Pertama, pemikirannya adalah bahwa dengan menyeimbangkan blok-blok kekuasaan hal tersebut akan menciptakan stabilitas dan mencegah perang dunia.[butuh rujukan] Teori-teori keseimbangan kekuasaan kembali mengemuka selama Perang Dingin, sebagai mekanisme sentral dalam Neorealisme Kenneth Waltz.[butuh rujukan] Di sini konsep-konsep menyeimbangkan (meningkatkan kekuasaan untuk menandingi kekuasaan yang lain) dan bandwagoning (berpihak dengan kekuasaan yang lain) dikembangkan.[butuh rujukan] Teori stabilitas hegemonik juga menggunakan ide Polaritas, khususnya keadaan unipolaritas.[butuh rujukan] Hegemoni adalah terkonsentrasikannya sebagian besar kekuasaan yang ada di satu kutub dalam sistem internasional, dan teori tersebut berargumen bahwa hegemoni adalah konfigurasi yang stabil karena adanya keuntungan yang diperoleh negara adikuasa yang dominan dan negara-negara yang lain dari satu sama lain dalam sistem internasional.[butuh rujukan] Hal ini bertentangan dengan banyak argumen Neorealis, khususnya yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz, yang menyatakan bahwa berakhirnya Perang Dingin dan keadaan unipolaritas adalah konfigurasi yang tidak stabil yang secara tidak terelakkan akan berubah.[butuh rujukan] Hal ini dapat diungkapkan dalam teori peralihan Kekuasaan, yang menyatakan bahwa mungkin suatu negara besar akan menantang suatu negara yang memiliki hegemoni (hegemon) setelah periode tertentu, sehingga mengakibatkan perang besar.[butuh rujukan] Teori tersebut mengemukakan bahwa meskipun hegemoni dapat mengontrol terjadinya pelbagai perang, hal tersebut menyebabkan terjadinya perang yang lain.[butuh rujukan] Pendukung utama teori tersebut, A.F.K. Organski, mengemukakan argumen ini berdasarkan terjadinya perang-perang sebelumnya selama hegemoni Inggris. Portugis, dan Belanda.[butuh rujukan]

Interdependensi

Banyak orang yang menyokong bahwa sistem internasional sekarang ini dikarakterkan oleh meningkatnya interdepedensi atau saling ketergantungan: tanggung jawab terhadap satu sama lain dan dependensi (ketergantungan) terhadap pihak-pihak lain.[butuh rujukan] Para penyokong pendapat ini menunjuk pada meningkatnya globalisasi, terutama dalam hal interaksi ekonomi internasional.[butuh rujukan] Peran institusi-institusi internasional, dan penerimaan yang berkembang luas terhadap sejumlah prinsip operasional dalam sistem internasional, memperkukuh ide-ide bahwa hubungan-hubungan dikarakterkan oleh interdependensi.[butuh rujukan]

Dependensi

Teori dependensi adalah teori yang paling lazim dikaitkan dengan Marxisme, yang menyatakan bahwa seperangkat negara Inti mengeksploitasi kekayaan sekelompok negara Pinggiran yang lebih lemah.[butuh rujukan] Pelbagai versi teori ini mengemukakan bahwa hal ini merupakan keadaan yang tidak terelakkan (teori dependensi standar), atau menggunakan teori tersebut untuk menekankan keharusan untuk berubah (Neo-Marxisme).[butuh rujukan]

Perangkat-perangkat sistemik dalam hubungan internasional

  • Diplomasi adalah praktik komunikasi dan negosiasi antara pelbagai perwakilan negara-negara. Pada suatu tingkat, semua perangkat hubungan internasional yang lain dapat dianggap sebagai kegagalan diplomasi.[butuh rujukan] Perlu diingat, penggunaan alat-alat yang lain merupakan bagian dari komunikasi dan negosiasi yang tak terpisahkan di dalam negosiasi.[butuh rujukan] Pemberian sanksi, penggunaan kekuatan, dan penyesuaian aturan perdagangan, walau bukan merupakan bagian dari diplomasi yang biasa dipertimbangkan, merupakan perangkat-perangkat yang berharga untuk mempermudah serta mempermulus proses negosiasi.[butuh rujukan]
  • Pemberian sanksi biasanya merupakan tindakan pertama yang diambil setelah gagalnya diplomasi dan merupakan salah satu perangkat utama yang digunakan untuk menegakkan pelbagai perjanjian (treaties).[butuh rujukan] Sanksi dapat berbentuk sanksi diplomatik atau ekonomi dan pemutusan hubungan dan penerapan batasan-batasan terhadap komunikasi atau perdagangan.[butuh rujukan]
  • Perang, penggunaan kekuatan, sering dianggap sebagai perangkat utama dalam hubungan internasional.[butuh rujukan] Definisi perang yang diterima secara luas adalah yang diberikan oleh Clausewitz, yaitu bahwa perang adalah “kelanjutan politik dengan cara yang lain.” Terdapat peningkatan studi tentang “perang-perang baru” yang melibatkan aktor-aktor selain negara.[butuh rujukan] Studi tentang perang dalam Hubungan Internasional tercakup dalam disiplin Studi Perang dan Studi Strategis.[butuh rujukan]
  • Mobilisasi tindakan mempermalukan secara internasional juga dapat dianggap sebagai alat dalam Hubungan Internasional.[butuh rujukan] Hal ini adalah untuk mengubah tindakan negara-negara lewat “menyebut dan mempermalukan” pada level internasional.[butuh rujukan] Penggunaan yang terkemuka dalam hal ini adalah prosedur Komisi PBB untuk Hak-hak Asasi Manusia 1235, yang secara publik memaparkan negara-negara yang melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.[butuh rujukan]
  • Pemberian keuntungan-keuntungan ekonomi dan/atau diplomatik. Salah satu contohnya adalah kebijakan memperbanyak keanggotaan Uni Eropa.[butuh rujukan] Negara-negara kandidat diperbolehkan menjadi anggota Uni Eropa setelah memenuhi kriteria Copenhagen.[butuh rujukan]

Konsep-konsep unit level dalam hubungan internasional

Sebagai suatu level analisis level unit sering dirujuk sebagai level negara, karena level analisis ini menempatkan penjelasannya pada level negara, bukan sistem internasional. [butuh rujukan]

Tipe rezim

Sering dianggap bahwa suatu tipe rezim negara dapat menentukan cara suatu negara berinteraksi dengan negara-negara lain dalam sistem internasional.[butuh rujukan] Teori Perdamaian Demokratis adalah teori yang mengemukakan bahwa hakikat demokrasi berarti bahwa negara-negara demokratis tidak akan saling berperang.[butuh rujukan] Justifikasi terhadap hal ini adalah bahwa negara-negara demokrasi mengeksternalkan norma-norma mereka dan hanya berperang dengan alasan-alasan yang benar, dan bahwa demokrasi mendorong kepercayaan dan penghargaan terhadap satu sama lain. [butuh rujukan] Sementara itu, komunisme menjustifikasikan suatu revolusi dunia, yang juga akan menimbulkan koeksitensi (hidup berdampingan) secara damai, berdasarkan masyarakat global yang proletar.[butuh rujukan] asf

Revisionisme/Status quo

Negara-negara dapat diklasifikasikan menurut apakah mereka menerima status quo, atau merupakan revisionis, yaitu menginginkan perubahan.[butuh rujukan] Negara-negara revisionis berusaha untuk secara mendasar mengubah pelbagai aturan dan praktik dalam hubungan internasional, merasa dirugikan oleh status quo (keadaan yang ada).[butuh rujukan] Mereka melihat sistem internasional sebagai untuk sebagian besar merupakan ciptaan barat yang berfungsi mengukuhkan pelbagai realitas yang ada.[butuh rujukan] Jepang adalah contoh negara yang beralih dari negara revisionis menjadi negara yang puas dengan status quo, karena status quo tersebut kini menguntungkan baginya.[butuh rujukan]

Agama

Sering dianggap bahwa agama dapat memiliki pengaruh terhadap cara negara bertindak dalam sistem internasional.[butuh rujukan] Agama terlihat sebagai prinsip pengorganisasi terutama bagi negara-negara Islam, sementara sekularisme terletak yang ujung lainnya dari spektrum dengan pemisahan antara negara dan agama bertanggung jawab atas tradisi Liberal.[butuh rujukan]

Konsep level sub unit atau individu

Level di bawah level unit (negara) dapat bermanfaat untuk menjelaskan pelbagai faktor dalam Hubungan Internasional yang gagal dijelaskan oleh teori-teori yang lain, dan untuk beranjak menjauhi pandangan yang berpusat pada negara (negara-sentris) dalam hubungan internasional.[butuh rujukan]

  • Faktor-faktor psikologis dalam Hubungan Internasional - Pengevaluasian faktor-faktor psikologis dalam hubungan internasional berasal dari pemahaman bahwa negara bukan merupakan kotak hitam seperti yang dikemukakan oleh Realisme bahwa terdapat pengaruh-pengaruh lain terhadap keputusan-keputusan kebijakan luar negeri.[butuh rujukan] Meneliti peran pelbagai kepribadian dalam proses pembuatan keputusan dapat memiliki suatu daya penjelas, seperti halnya peran mispersepsi di antara pelbagai aktor.[butuh rujukan] Contoh yang menonjol dalam faktor-faktor level sub-unit dalam hubungan internasional adalah konsep pemikiran-kelompok (Groupthink), aplikasi lain yang menonjol adalah kecenderungan para pembuat kebijakan untuk berpikir berkaitan dengan pelbagai analogi-analogi.[butuh rujukan]
  • Politik birokrat – Mengamati peran birokrasi dalam pembuatan keputusan, dan menganggap berbagai keputusan sebagai hasil pertarungan internal birokratis (bureaucratic in-fighting), dan sebagai dibentuk oleh pelbagai kendala.[butuh rujukan]
  • Kelompok-kelompok keagamaan, etnis, dan yang menarik diri — Mengamati aspek-aspek ini dalam level sub-unit memiliki daya penjelas berkaitan dengan konflik-konflik etnis, perang-perang keagamaan, dan aktor-aktor lain yang tidak menganggap diri mereka cocok dengan batas-batas negara yang pasti.[butuh rujukan] Hal ini terutama bermanfaat dalam konteks dunia negara-negara lemah pra-modern.[butuh rujukan]
  • Ilmu, Teknologi, dan Hubungan Internasional—Bagaimana ilmu dan teknologi berdampak pada perkembangan, teknologi, lingkungan, bisnis, dan kesehatan dunia.[butuh rujukan]

Institusi-institusi dalam hubungan internasional

Institusi-institusi internasional adalah bagian yang sangat penting dalam Hubungan Internasional kontemporer.[butuh rujukan] Banyak interaksi pada level sistem diatur oleh institusi-institusi tersebut dan mereka melarang beberapa praktik dan institusi tradisional dalam Hubungan Internasional, seperti penggunaan perang (kecuali dalam rangka pembelaan diri).[butuh rujukan]

Ketika umat manusia memasuki tahap peradaban global, beberapa ilmuwan dan teoritisi politik melihat hirarki institusi-institusi global yang menggantikan sistem negara-bangsa berdaulat yang ada sebagai komunitas politik yang utama.[butuh rujukan] Mereka berargumen bahwa bangsa-bangsa adalah komunitas imajiner yang tidak dapat mengatasi pelbagai tantangan modern seperti efek Dogville (orang-orang asing dalam suatu komunitas homogen), status legal dan politik dari pengungsi dan orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, dan keharusan untuk menghadapi pelbagai masalah dunia seperti perubahan iklim dan pandemik.[butuh rujukan] Pakar masa depan Paul Raskin telah membuat hipotesis bahwa bentuk politik Global yang baru dan lebih absah dapat didasarkan pada pluralisme yang dibatasi (connstrained pluralism).[butuh rujukan] Prinsip ini menuntun pembentukan institusi-institusi berdasarkan tiga karakteristik: ireduksibilitas (irreducibility), di mana beberapa isu harus diputuskan pada level global; subsidiaritas, yang membatasi cakupan otoritas global pada isu-isu yang benar-benar bersifat global sementara isu-isu pada skala yang lebih kecil diatur pada level-level yang lebih rendah; dan heterogenitas, yang memungkinkan pelbagai bentuk institusi lokal dan global yang berbeda sepanjang institusi-institusi tersebut memenuhi kewajiban-kewajiban global.[butuh rujukan]

PBB

(Artikel Utama: PBB) PBB adalah organisasi internasional yang mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai “himpunan global pemerintah-pemerintah yang memfasilitasi kerjasama dalam hukum internasional, keamanan internasional, perkembangan ekonomi, dan kesetaraan sosial”.[butuh rujukan] PBB merupakan institusi internasional yang paling terkemuka. Banyak institusi legal memiliki struktur organisasi yang mirip dengan PBB.[butuh rujukan]


Templat:Link FA

Referensi

  1. ^ Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  2. ^ Stanley Hoffman,(ed). 1960. Contemporary Theory in International Relations. New Jersey: Englewood, hal.6
  3. ^ George Shcwarzenberger. 1964. Power Politics. London: Prentice Hall.
  4. ^ Graham Evan dan Jeffney Newham. 1990. The Dictionary of World Politics: A Reference Guide to Concepts, Ideas, and Institutions. Harvester: Wheatsheaf.
  5. ^ Charles A.McClelland. 1986. Ilmu Hubungan Internasional: Teori dan Sistem. Jakarta: Rajawali.
  6. ^ K.J.Holsti. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta.
  7. ^ Moechtar Mas'oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES.
  8. ^ http://ejt.sagepub.com/cgi/content/abstract/8/1/5
  9. ^ http://www.britannica.com/EBchecked/topic/291237/study-of-international-relations
  10. ^ http://www.irtheory.com/know.htm
  11. ^ http://first.sipri.org/
  12. ^ Charles W.Kegley dan Eugene R.Wittkopf. 1997. World Politics: Trends and Transformations. New York: St.Martin's Press.
  13. ^ http://www.ehow.com/facts_5915008_general-system-theory-international-relations.html
  14. ^ http://www.joshuagoldstein.com/jgcore.htm
  15. ^ http://sfs.georgetown.edu/
  16. ^ http://fletcher.tufts.edu/academic/certificate.shtml
  17. ^ http://www.britannica.com/EBchecked/topic/291225/international-relations/32846/The-West-and-the-Russian-Civil-War