Insiden 13 Mei

kerusuhan rasial antara etnis Tionghoa dan suku Melayu di Kuala Lumpur, Malaysia pada 13 Mei 1969
Revisi sejak 8 Agustus 2006 00.24 oleh Stephensuleeman (bicara | kontrib) (coba terjemahkan sedikit)
Untuk kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, lihat Kerusuhan Mei 1998.

Insiden 13 Mei adalah istilah untuk kerusuhan rasial antara etnis Tionghoa dan orang Melayu yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia pada 13 Mei 1969 yang menyebabkan sedikitnya 184 orang meninggal.

Penyebab Kerusuhan

Pada 1963, Malaysia menderita akibat ketimpangan kekayaan antara golongan keturunan Tionghoa yang umumnya pedagang, yang menguasai sebagian besar ekonomi Malaysia, dengan golongan miskin, penduduk Melayu. Selain itu, orang Tionghoa juga menguasai sebagian besar kekayaan negara.

Kerusuhan rasial di Singapura pada 1964 juga merupakan salah satu penyebab keluarnya negara itu dari Malaysia (dulunya Singapura merupakan bagian dari Malaysia), dan ketegangan rasial terus berlangsung. Kebanyakan orang Melayu tidak puas dengan negara yang baru saja merdeka itu yang berkeinginan untuk menenangkan etnis Tionghoa dengan pengeluaran mereka.

Pada pemilihan umum 10 Mei 1969, Gabungan Alliance yang memerintah diketuai oleh United Malays National Organization (UMNO) menderita kekalahan besar. Partai terbesar golongan Tionghoa Democratic Action Party dan Gerakan mendapat suara dalam pemilihan, dan berhak untuk mengadakan pawai kemenangan melalui jalur yang telah ditetapkan di Kuala Lumpur. Namun, pawai yang berisik dan kasar dan menyimpang dari jalurnya dan mengarah ke distrik Melayu Kampong Bahru, mengolok penduduknya.

Meskipun Partai Gerakan mengeluarkan permintaan maaf keesokan harinya, UMNO mengumumkan pawai tandingan mulai dari kepala negeri Selangor Dato' Harun bin Idris di Jalan Raja Muda. Dilaporkan, masyarakat yang berkumpul diberi tahu bahwa suku Melayu yang menuju ke prosesi telah diserang oleh suku Tionghoa di Setapak, beberapa mil di utara [1]. Para pemrotes yang marah dengan cepat mengadakan pembalasan dengan membunuh dua pengendara sepeda motor yang lewat, dan kerusuhan pun meledak.

Ketika kerusuhan berlangsung pengeras suara di masjid-masjid digunakan untuk mendorong para perusuh untuk melanjutkan aksi mereka.

Perusuh mulai beraksi di ibukota Kuala Lumpur dan wilayah sekitar negeri Selangor, dengan pengecualian gangguan kecil di Melaka tempat lain di negara tersebut tetap tentram. Keadaan darurat nasional dan jam malam diumumkan pada 16 Mei tetapi jam malam dikurangi di beberapa bagian di negara tersebut pada 18 Mei dan dihilangkan dalam waktu seminggu di pusat Kuala Lumpur.

Menurut data polisi, 184 orang meninggal dan 356 terluka, 753 kasus pembakaran dicatat dan 211 kendaraan hancur atau rusak berat. Sumber lain menyebutkan jumlah yang meninggal sekitar 196 orang atau bahkan lebih dari 200 orang. Beberapa memperkirakan jumlah kematian bahkan mencapai 700 orang sebagai akibat dari kerusuhan.


Isu ras dalam pemilu 1969

Isu-isu golongan dan ras yang menyentuh emosi dan sentimen menjadi tema utama sepanjang kampanye pemilu yang mengakibatkan meningkatnya semangat masyarakat Melayu dan Tionghoa di Malaysia. Selama kampanye Pemilu 1969, para calon serta anggota-anggota partai politik, khususnya dari partai oposisi, mengangkat soal-soal sensitif yang berkaitan dengan Bahasa Kebangsaan (Bahasa Melayu), kedudukan istimewa orang Melayu (Bumiputera) dan hak kerakyatan warga non-Melayu. Hal ini telah menimbulkan sentimen rasial dan kecurigaan.

Partai Perikatan (UMNO-MCA-MIC) telah mengalami kekalahan yang telak dalam Pemilu 1969. Jumlah kursi yang dimenangkannya dalam Dewan Rakyat (Parlemen) telah menurun dari 89 kursi pada tahun 1964 menjadi 66 kursi pada tahun 1969. Partai Perikatan telah hilang kebanyakan dua pertiga dalam Dewan Rakyat. Partai Gerakan, DAP dan PPP menang 25 buah kursi dalam Dewan Rakyat saat PAS menang 12 kursi.

Partai Gerakan, DAP dan PPP memperoleh 25 buah kursi dalam Dewan Rakyat sementara PAS memperoleh 12 kursi.

Pawai kemenangan pihak oposisi

Menyusul kemenangan mereka dalam pemilu 10 Mei 1969, pihak oposisi mengadakan pawai besar untuk merayakannya. Dr. Tan Chee Khoon dari Partai Gerakan yang menang besar di kawasan Batu, Selangor, meminta izin dari polisi untuk mengadakan pawai kemenangan partainya di Selangor. Pawai ini menyebabkan kemacetan di jalan-jalan di sekitar Kuala Lumpur. Pawai kemudian bergerak ke Jalan Campbell dan Jalan Hale dan menuju ke Kampung Baru. Sementara itu di Kampung Baru, yang penghuninya lebih dari 30.000 orang Melayu yang menjadi kubu UMNO, masyarakat merasa terancam dengan kemenangan pihak oposisi. Di daerah ini pula terletak rumah Menteri Besar Selangor saat itu, Dato' Harun Idris.

Konon dalam pawainya itu kaum Tionghoa membawa-bawa sapu di kendaraan mereka sebagai lambang kemenangan mereka yang berhasil menyapu bersih kursi sambil meneriakkan slogan. Ada yang menafsirkan bahwa sapu tersebut menunjukkan rencana mereka untuk menyapu ('menyingkirkan') orang-orang Melayu ke laut. Ada yang mencaci dan meludah dari atas lori ke arah orang Melayu di tepi-tepi jalan.

Perarakan kematian

Di Jinjang, Kepong, seorang Tionghoa yang meninggal akibat sakit tua diarak sepanjang jalan dengan izin polisi. Namun perarakan kematian bertukar menjadi perarakan kemenangan pemilu dengan menghina Melayu.

Pada hari Selasa 13 Mei, Yeoh Tech Chye selaku Presiden Gerakan memohon maaf di atas tindkan anggota-anggotanya yang melampaui batas selama pawai. Yeoh sendiri menang besar di kawasan Bukit Bintang, Kuala Lumpur. Tapi permohonan maaf sudah terlambat.

Pawai balasan

Pada pagi hari 13 Mei 1969 itu UMNO merencanakan pawai balasan yang mengakibatkan terjadinya peristiwa ini. Hal ini adalah kerana perasaan emosi yang tinggi dan kurangnya pengawalan dari kedua belah pihak. Perarakan ini tidak dirancang.

Orang-orang Melayu berkumpul di rumah Menteri Besar Selangor di Jalan Raja Muda Abdul Aziz di Kampung Baru, Kuala Lumpur. Dato' Harun Idris selaku Menteri Besar Selangor ketika itu mencoba menenangkan keadaan. Namun mereka yang datang berkumpul membawa senjata pedang dan parang panjang dan hanya menunggu isyarat lampu hijau dari Dato' Harun Idris untuk mengamuk.

Sementara mereka berkumpul beredarlah cerita-cerita tentang kebiadaban anggota-anggota partai Gerakan dan DAP. Pk. 3.00 sore datang berita tentang pembunuhan orang Melayu di Setapak, hanya dua kilometer dari rumah Menteri Besar Selangor.

Pukul 4.00 sore dua pengemudi sepeda motor Tionghoa yang melalui Jalan Kampung Baru dipancung. Sebuah van yang membawa rokok dibakar dan pengemudinya dibunuh. Pemuda-pemuda Tionghoa yang konon berasal dari PKM dan kumpulan-kumpulan liar mengambil tindakan balasan. Mereka membunuh orang-orang Melayu di sekitar Kuala Lumpur. Rupa-rupanya orang-orang Tionghoa ini pun bersenjata lengkap dengan pelbagai senjata besi, tombak dan tombak.

Kerusuhan besar pun tidak terelakkan lagi. Perintah darurat dikeluarkan. Tak seorangpun diizinkan keluar dari rumah. Pasukan polisi berpatroli di sekitar Kuala Lumpur. Tentara dari Resimen Ranger sebelumnya telah dikerahkan untuk menjaga keselamatan sekitar Kuala Lumpur.

Resimen Renjer (Ranger)

Pasukan FRU di keluarkan dari Kampung Baru dan anggota Resimen Ranger mengambil alih keadaan. Malangnya pasukan ini terdiri dari Melayu, Iban, Tionghoa, India dan lain-lain turut menembaki orang-orang Melayu dan menyebabkan orang-orang Melayu semakin meradang. Ketua Resimen Ranger konon adalah seorang Tionghoa.

Pemuda-pemuda Melayu yang mempertahankan Kampung Baru dan yang lain-lain mengamuk merasakan diri mereka terkepung antara orang-orang Tionghoa dan pasukan Ranger Ranger. Beberapa das turut ditujukan ke arah rumah Menteri Besar Selangor.

Pasukan Melayu

Akhirnya Resimen Ranger ditarik dan digantikan dengan Pasukan Melayu. Beberapa bangunan rumah kedai di sekitar Kampung Baru, Jalan Tuanku Abdul Rahman masih terus terbakar. Pentadbiran diambil-alih oleh Askar Melayu. Beberapa anggota pasukan Melayu turut masuk ke toko-toko emas Tionghoa dan merampoki harta benda di sana. Ada yang mengatakan bahwa pasukan-pasukan itu berpakaian preman.

Banyak orang Tionghoa yang dibunuh dan mayatnya dilemparkan ke gudang-gudang bijih timah. Konon ada rekaman televisi yang menunjukkan bahwa beberapa pemuda Tionghoa ditangkap, dibariskan berjajar di sisi gudang lalu dibunuh. Namun sehingga kini tak ada bukti mengenai rekaman ini.

Panggung Odeon

Pemuda-pemuda Cina dari kongsi-kongsi gelap telah bertindak mengepung Panggung Odeon, di Jalan Tuanku Abdul Rahman, Kuala Lumpur. Beberapa iklan disiarkan di skrin pawagam menyuruh penonton dari kalangan Cina keluar dari panggung. Iklan tersebut dalam bahasa Cina. Penonton Melayu di panggung tersebut ramai yang mati. Ini termasuklah dua askar Melayu yang tinggal di Sungai Ramal, Kajang.

Seorang polis bernama Rahim yang tinggal di Kuala Lumpur yang turut menonton wayang di Odeon terkena tetakan di kepala dan berpura-pura mati. Beliau masih hidup hingga sekarang. Akibat daripada tindakan sebegini, orang-orang Melayu mulai bertindak balas, dan dikatakan kepala orang Cina yang dibunuh diletakkan di atas pagar.

Abdul Rafai Alias bersama rakan-rakannya dari Semenyih yang datang ke Kuala Lumpur turut terperangkap dan terkejut dengan rusuhan kaum yang tidak disangka-sangka pada 13 Mei itu. Beliau turut melangkah-langkah mayat mereka yang telah terbunuh di atas jalan.

Khabar angin mengatakan tentera Sabil dari Sungai Manik hendak datang ke Kampung Baru tetapi tersekat. Begitu juga dengan tentera selempang merah dari Muar dan Batu Pahat tersekat dan disekat oleh polis di Balai Polis Kajang dan Cheras.

Ada 4 kiai di sekitar Kampung Baru mengedarkan air jampi dan tangkal penebat, iaitu ilmu kebal dengan harga yang agak mahal. Sebenarnya mereka mengambil kesempatan daripada keadaan cemas tersebut. Sesiapa yang memakainya menjadi kebal dan boleh terbang-terbang. Apa yang pasti, Askar Melayu sahaja yang telah menyelamatkan orang Melayu di Kampung Baru ketika itu.

Namun rusuhan kaum tidak terjadi Kelantan, Terengganu dan Pahang. Di Perak, Kedah, Pulau Pinang serta Perlis tidak ada sebarang pergaduhan. Negeri Johor dan Negeri Sembilan juga tidak terjadi apa-apa. Cuma ada sedikit di Melaka. Di Betong ada tembakan oleh PKM.

Jumlah korban

Angka rasmi menunjukkan 196 mati, 439 cedera, 39 hilang dan 9,143 ditahan. 211 kenderaan musnah. Tapi spekulasi mengatakan 700 orang mati terbunuh.


Pada 13 Mei 1969 UMNO mengadakan konvoi balasan yang memicu kerusuhan rasial. Ini terutama disebabkan karena tingginya emosi dan kurangnya kawalan dari kedua pihak.

Tragedi 13 Mei ini menyebabkan banyak jiwa yang tidak berdosa jadi korban dan harta benda musnah. Untuk menangani keadaan itu pemerintahan mengumumkan undang-undang darurat ke seluruh negara dan Parlemen dibubarkan. Sebuah badan pemerintah yang diketuai oleh Wakil Perdana Menteri Tun Abdul Razak dibentuk pada 16 Mei 1969 dan dikenal sebagai Majlis Gerakan Negara atau MEGERAN.

Keadaan akhirnya dapat dikendalikan dan beberapa keputusan telah diambil untuk mencari jalan penyelesaian termasuk pembentukan beberapa badan seperti Majlis Perundingan Negara, Dasar Ekonomi Baru dan Rukunegara.

-->

Di mana Tunku Ketika itu (13 Mei 1969), Tunku Abdul Rahman baru pulang dari Alor Star meraikan kemenangan beliau di sana. 6.45 petang Encik Mansor selaku Ketua Polis Trafik Kuala Lumpur memaklumkan kejadian pembunuhan kepada Tunku Abdul Rahman. Darurat diisytiharkan pada jam 7.00 malam 13 Mei 1969. Ada khabar angin mengatakan Tunku sedang bermain macuk. Dalam tulisannya, Tunku menafikan hal tersebut. Ada yang menyalahkan Dato' Harun Idris sebagai punca tragedi 13 Mei. Bagi orang Melayu, Dato' Harun Idris adalah penyelamat orang Melayu ketika 13 Mei 1969. Dato' Harun Idris sedang menaiki tangga politik menuju ke jawatan Perdana Menteri jika tidak kerana pertandingan tinju Mohamad Ali vs Joe Bugner dan Bank Rakyat.

Mageran Negara diisytiharkan darurat pada malam 16 Mei 1969 di seluruh negara dan Mageran dibentuk di bawah pentadbiran Tun Abdul Razak. Parlimen dibubarkan. Peristiwa 13 Mei 1969 menyebabkan Tunku Abdul Rahman dipersalahkan oleh orang Melayu dan Malaysia secara keseluruhannya. Berikutan itu Tunku meletakkan jawatan pada tahun 1970. Buku "Dilema Melayu" ("Malay Dilemma") oleh Tun Dr Mahathir telah diharamkan. Dikatakan gandingan Tun Dr Mahathir dan Anwar Ibrahim memburuk-burukkan Tunku Abdul Rahman. Keadaan akhirnya dapat di kawal dan beberapa keputusan telah diambil bagi mencari jalan penyelesaian termasuklah penubuhan beberapa badan seperti Majlis Perundingan Negara, Dasar Ekonomi Baru dan Rukun Negara telah diciptakan. Ternyata langkah Tunku Abdul Rahman penyingkiran Singapura dari Malaysia tidak menyelesaikan masalah perkauman. Peristiwa 13 Mei 1969 merupakan kemuncak kemarahan lama orang Melayu kerana mereka miskin di tanah air mereka sendiri.

Tahun 1969 pilihan raya diadakan semula dan memberi kemenangan 2/3 semula kepada kerajaan yang memerintah. Barisan Nasional dibentuk. Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur dibentuk bagi mengurangkan pengundi Cina dalam Dewan Undangan Negeri Selangor. Beberapa ahli politik yang dianggap berbahaya telah ditahan melalui Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA). Persempadanan pilihan raya yang lebih bijaksana dan seimbang telah dilaksanakan. Sistem demokrasi, pilihan raya dan agihan kek ekonomi mendapat tafsiran semula

Lihat juga

Pranala luar