Salat Jamak
Shalat Jama' adalah menggabungkan dua buah shalat pada satu waktu shalat. Adapun pasangan shalat yang bisa dijama' adalah shalat Dzuhur dengan Ashar atau shalat Maghrib dengan Isya. Shalat jamak dibedakan menjadi dua tipe yakni:
- Jama' Taqdim atau pelaksanaan shalat pada waktu awal, yaitu melaksanakan shalat Ashar setelah shalat Dzuhur dan melaksanakan shalat Isya setelah shalat Maghrib.
- Jama' Ta'khir atau pelaksanaan shalat pada waktu akhir, yaitu melaksanakan shalat Dzuhur dan Ashar bersamaan di sore hari dan melaksanakan shalat Maghrib dan Isya sedikitnya setelah matahari terbenam.
Perbedaan Pandangan antara Sunni dan Syi'ah
Menurut Sunni
Keempat Mazhab Sunni, yaitu Maliki, Hanafi, dan Syafi'i berpendapat bahwa mereka yang diperbolehkan melakukan shalat jama' adalah mereka yang sedang melakukan perjalanan jauh (safar). Berarti kalau dia tidak memiliki halangan apapun, berada di rumah, maka tidak boleh dilakukan shalat jama'.
Sedangkan Mazhab Hambali berpendapat boleh melakukan shalat jama' di rumah dan bukan dalam perjalanan jauh asal tidak menjadi kebiasaan tetap.
Dalil yang memperkuat adalah:
- Dari Muadz bin Jabal: “Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjama’ shalat antara Dzuhur dan Asar. Dan jika sudah dalam perjalanan sebelum matahari condong, maka mengakhirkan shalat dzuhur sampai berhenti untuk shalat Asar. Dan pada waktu shalat Maghrib sama juga, jika matahari telah tenggelam sebelum berangkat maka menjama’ antara Maghrib dan ‘Isya. Tetapi jika sudah berangkat sebelum matahari matahari tenggelam maka mengakhirkan waktu shalat Maghrib sampai berhenti untuk shalat ‘Isya, kemudian menjama’ keduanya.” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Menurut Syi'ah
Mazhab Syi'ah seperti Dua Belas Imam berpendapat bahwa setiap orang walaupun tidak dalam perjalanan jauh, berdiam di rumahnya, tidak berada dalam keadaan sakit, dapat menjama' shalat, baik jama' taqdim maupun jama' taqdim. Dalil yang memperkuat hal tersebut adalah:
- Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. al-Israa' [17]:78)
Dalil-dalil lain yang memperkuat hal ini ada dalam Ringkasan Shahih Muslim, Kitab Shalat Musafir, Bab 6: Menjamak Dua Shalat ketika Bermukim (Di Rumah, Tidak Bepergian);
- Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah pernah menjama' shalat Dzuhur dan shalat Ashar, dan menjama' Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena khauf (sedang berperang) dan bukan karena hujan."
- Menurut hadits Waki', dia berkata, "Aku tanyakan kepada Ibnu Abbas, 'Mengapa beliau melakukan hal itu?" Ibnu Abbas menjawab, 'Agar beliau tidak menyulitkan umatnya.'"
- Menurut hadits Mu'awiyah, ditanyakan kepada Ibnu Abbas, "Apa maksud Nabi berbuat demikian?" Dia menjawab, "Beliau bermaksud tidak menyulitkan umatnya." (Muslim 2/152)[1]
Referensi
- ^ (Indonesia) AL-ALBANI, M. Nashiruddin. Ringkasan Shahih Muslim. Gema Insani: Jakarta. ISBN 9795619675
Pranala Luar
- (Indonesia)Shalat dan adab musafir, PKS ANZ