Melek aksara
Melek aksara (juga disebut dengan melek huruf) adalah kemampuan membaca dan menulis [1]
Lawan katanya adalah buta huruf atau tuna aksara dimana ketidak mampuan membaca ini masih menjadi masalah terutama di negara-negara Asia selatan, arab, dan Afrika utara (40% sampai 50%). Asia timur dan Amerika selatan memiliki tingkat buta huruf sekitar 10% sampai 15%. Biasanya, tingkat melek aksara dihitung dari persentase populasi dewasa yang bisa menulis dan membaca.
Melek aksara juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan menggunakannya untuk mengerti sebuah bacaan, mendengarkan perkataan, mengungkapkannya dalam bentuk tulisan, dan berbicara. Dalam perkembangan modern kata ini lalu diartikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis pada tingkat yang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau dalam taraf bahwa seseorang dapat menyampaikan idenya dalam masyarakat yang mampu baca-tulis, sehingga dapat menjadi bagian dari masyarakat tersebut.
Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) memiliki definisi sebagai berikut:
Melek aksara adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan yang berkaitan dengan berbagai situasi.
Kemampuan baca-tulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya, dimana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas.
Banyak analis kebijakan menganggap angka melek aksara adalah tolak ukur penting dalam mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusia di suatu daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran yang berdalih bahwa melatih orang yang mampu baca-tulis jauh lebih murah daripada melatih orang yang buta aksara, dan umumnya orang-orang yang mampu baca-tulis memiliki status sosial ekonomi, kesehatan, dan prospek meraih peluang kerja yang lebih baik. Argumentasi para analis kebijakan ini juga menganggap kemampuan baca-tulis juga berarti peningkatan peluang kerja dan akses yang lebih luas pada pendidikan yang lebih tinggi.
Sebagai contoh di Kerala, India, tingkat kematian wanita dan anak-anak menurun drastis pada tahun 1960an, saat anak-anak gadis terdidik disaat reformasi pendidikan setelah tahun 1948 mulai berkeluarga. Walaupun begitu riset terbaru beragumentasi bahwa hasil yang didapat diatas mungkin lebih banyak disumbangkan sebagai hasil dari disekolahkannya anak-anak tersebut dibandingkan dari kemampuan baca-tulisnya saja. Walaupun begitu, diseluruh dunia fokus dari sistem pendidikan tetap merupakan konsep-konsep yang meliputi komunikasi melalui teks dan media cetak, dan hal ini masih merupakan dasar dari definisi melek aksara.
Lihat pula
Referensi
- ^ KBBI edisi ketiga tahun 2005. Diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka.