Jan Wolters
Jan Wolters CM (26 Maret 1893 - 14 Agustus 1954) adalah seorang pastor Katolik. Ia dikenal sebagai misionaris vinsensian yang memiliki ide cemerlang membangun Gereja Katolik Pohsarang yang terkenal itu dengan bantuan seorang arsitek kondang, Henri Maclaine Pont. Ditahbiskan sebagai pastor CM (Congregatio Missionis) tahun 1921, pada tahun 1923 melakukan perjalanan misioner ke Indonesia (waktu itu dikenal sebagai Hindia Belanda). Dengan menumpang kapal "Johan de Witt" Romo Jan Wolters tiba bersama empat Romo yang lain, Th. de Backere CM (yang menjadi Prefek Apostolik), Theodore Heuvelmans CM, E. Sarneel CM, dan C. Klamer CM. Kelima nama imam ini adalah pastor-pastor CM pertama yang datang di Indonesia (1923). Dalam dokumen perutusan dari Propaganda Fide, pada waktu mereka datang (untuk menggantikan misi Romo-Romo Yesuit di Surabaya), terdapat hanya 40 orang Katolik dari Jawa (umat Katolik yang lain berasal dari Belanda atau Eropa atau yang disebut keturunan "Indo" dan Cina). Berkat kerja keras dan pengorbanan para misionaris bersama dengan umat, kini umat Katolik berkembang dengan baik. Merekalah para perintis Gereja yang saat ini dikenal dengan Keuskupan Surabaya.
Pribadi Romo Jan Wolters, menurut kesaksian Mgr. Johanes Klooster CM, adalah seorang periang, berjiwa petualang, sangat giat berkarya terutama membangun umat di pedesaan, rajin mengunjungi umat yang terpencil. Dari karakter Romo Jan Wolters, yang paling menonjol ialah bahwa dia seorang pastor Katolik yang sangat mencintai orang Jawa, menghormati tata nilai dan kebudayaan luhurnya, serta pandai berbahasa Jawa. Bersama Romo van Megen CM dan Romo Anton Bastiaensen CM, Romo Jan Wolters disebut "rasul Jawa" (karena kecintaannya pada tugas untuk mewartakan Injil kepada orang-orang Jawa). Stasi-stasi Paroki di wilayah Blitar, Tulungagung, dan Kediri adalah bentukannya yang dia kerjakan bersama dengan umat setempat dan para misionaris yang lain.
Romo L. Bartels CM menulis bahwa Pastor Jan Wolters, CM adalah seorang misionaris yang simpatik, penuh humor dengan kesederhanaan dan spontanitasnya. Kecintaannya pada seni dan kebudayaan memungkinkan sebuah perjumpaan hebat dengan seorang Insinyur Henri Maclaine Pont yang melahirkan mahakarya, Gereja Puhsarangyang sangat indah, yang menjadi harta rohani bukan saja bagi Gereja Katolik tetapi juga peradaban manusia di wilayah Kediri, Jawa Timur. Dalam kenyataannya, "gua kecil" di samping bangunan gereja yang estetis Jawa itu selalu dikunjungi oleh umat dari segala agama untuk bermeditasi dan melakukan ujub-ujub kehidupan (Missiefront, Oktober 1954, hlm. 136-137).