Inayatullah dari Banjar
Sultan Inayatullah[1] atau Sultan Indallah[2] bin Sultan Mustain Billah adalah Sultan Banjar antara tahun 1642-1647. Sultan Inayatullah adalah gelar resmi yang digunakan dalam khutbah Jumat di masjid-masjid, sedangkan gelar yang dimasyhurkan/dipopulerkan adalah Ratu Agung. Nama kecilnya tidak diketahui, sedangkan gelarnya sebagai Dipati (pejabat di bawah mangkubumi) adalah Pangeran Dipati Tuha I. Dalam masa pemerintahan Ratu Agung, Pangeran Martasari bin Pangeran Mangkunagara sempat berniat merencanakan kudeta dengan pergi ke daerah Mendawai selanjutnya akan pergi ke Mataram untuk meminta bantuan, tetapi sebelum kesampaian niatnya yang bersangkutan sakit kemudian mangkat di Mendawai, kemudian jenazahnya dibawa ke istana dan dimakamkan dalam kompleks istana Martapura. Pangeran Mangkunagara (Raden Subamanggala putera Putri Nur Alam) adalah putera permaisuri tetapi gagal menggantikan ayahnya sebagai raja karena yang akhirnya menggantikan Sultan Hidayatullah adalah Pangeran Senapati/Marhum Panembahan, anak seorang isteri selir(puteri Tuan Khatib Banun). Marhum Panembahan/Sultan Mustain Billah adalah ayah Sultan Inayatullah[1]
Sultan Inayatullah | |
---|---|
Ratu Agung Pangeran Dipati Tuha I | |
Berkuasa | 1642-1647 |
Pendahulu | Sultan Mustain Billah |
Penerus | Sultan Saidullah |
Sultan | Lihat daftar |
Wangsa | Dinasti Banjarmasin |
Ayah | Sultan Mustain Billah |
Ibu | Ratu Agung |
Keturunan
Sultan ini memiliki beberapa isteri/selir. Permaisuri adalah Gusti Timbuk puteri Raden Aria Papati bin Sultan Hidayatullah I. Anak-anak Sultan Inayatullah yaitu :[1]
- Sultan Agung/Pangeran Suryanata II/Pangeran Dipati Anom II/Raden Kasuma Lalana (anak dari permaisuri Gusti Timbuk)
- Pangeran Purbanagara/Raden Kasuma Wijaya/Raden Huju (anak dari permaisuri Gusti Timbuk; suami Putri Lanting binti Ratu Kota Waringin)
- Gusti Sari Bulan (anak dari permaisuri Gusti Timbuk; isteri Raden Yuda bin Panembahan di Darat)
- Gusti Batar (anak dari Dayang Putih; isteri Pangeran Dipati Tuha 2/Raden Halus)
- Putri Juluk 2 (anak dari Nyai Mas Tarah binti Tuan Haji Umar; isteri Pangeran Dipati Kasuma Mandura bin Ratu Kota Waringin)
- Sultan Saidullah/Ratu Anom/Raden Kasuma Alam (anak sulung dari selir)
Keraton Kayu Tangi
Majunya perdagangan Banjar membawa kemakmuran dengan kemegahan istana serta perangkat-perangkatnya, dan dikenalnya mata uang kian meluas telah mendorong iklim usaha dan produksi lada, rotan dan damar semakin pesat guna memenuhi permintaan pasar.
Jean Andreas Paravicini utusan yang dikirim VOC untuk audiensi dengan Sultan Banjarmasin saat itu menulis laporannya tentang keraton Sultan di Kayu Tangi :
.....mula-mula barisan tombak berlapis perak, dibelakangnya barisan tombak berlapis emas. Anggota penyambut mengiringi saya dan tiba dibahagian pertama keraton, dengan diiringi dentuman meriam dan musik yang merdu. Kemudian diiringi lagi oleh pengawal merah bersenjatakan perisai dan pedang. Setelah tiba dibahagian kedua keraton, disambut musik yang merdu serta diterima oleh pengawal yang lebih besar, dan diantarkan oleh pasukan pengawal biru kebahagian keraton yang merupakan ruang menghadap. Tidaklah dapat dilukiskan keindahan yang dipamerkan dalam upacara ini. Ruang menghadap yang dinding-dinding dan lantai-lantainya ditutup dengan permadani keemasan, juga piring-piring mangkok hingga tempat ludah dari emas. Tempat sirih dan bousette dari emas yang dihiasi yang tak ada bandingnya. Barisan pengawal pribadi Sultan. Selir-selir Sultan berhias emas intan yang mahal sekali, bangku indah yang tak terbanding, tempat pangeran-pangeran yang indah duduk, tempat duduk para pembesar kerajaan. Banyaknya alat kerajaan, pembawa senjata-senjata kerajaan dan lambang kerajaan, semuanya itu ditata, dihias dengan berlian yang mahal dan dihias dengan emas, dan akhirnya mahkota kerajaan Banjar yang terletak di samping Sultan, di atas bantal-bantal beledru kuning yang dihiasi denga rumbai-rumbai hingga membuat seluruhnya suatu pemandangan yang mengagumkan di dunia.
Rujukan
- Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar terjemahan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
Referensi
- ^ a b c (Melayu) Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
- ^ (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986
Didahului oleh: Raja Maruhum |
Sultan Banjar 1642-16xx |
Diteruskan oleh: Saidullah |