Rumah Sakit Panti Nirmala

rumah sakit di Indonesia

Rumah Sakit Panti Nirmala disingkat RSPN adalah salah satu rumah sakit swasta di Kota Malang, Jawa Timur. Dahulu rumah sakit ini menghadap ke Jalan Kebalen Wetan, tetapi dengan adanya bangunan baru sekarang RSPN juga mempunyai pintu masuk di Jalan Kolonel Sugiono 19-21. Sebelum tahun 1961, RSPN dikenal sebagai Tiong Hwa Ie Sia atau disingkat THIS. RSPN menjadi salah satu rumah sakit terkemuka di Malang karena memiliki dokter dan peralatan yang cukup lengkap.

Rumah Sakit Panti Nirmala

Riwayat

oleh J.A. Noertjahjo

NAMA Tiong Hwa Ie Sia untuk sebuah rumah sakit di Kota Malang, bagi generasi tua masih lebih populer ketimbang Panti Nirmala. Dan kedua nama itu sebenarnya hanya digunakan untuk satu lembaga yang bergerak di bidang kesehatan tersebut. Jadi ”RS Tiong Hwa Ie Sia” identik dengan ”RS Panti Nirmala”. Nama pertama digunakan sejak kelahirannya di tahun 1929, dan pergantian nama dilakukan di tahun 1961. Menengok masa lalu Di tahun 1920-an sekelompok warga Tiong Hwa di Kota Malang terketuk simpul kemanusiaannya di lubuk hati yang terdalam menyaksikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat ”bawah” yang cukup memprihatinkan. Kelompok cendekiawan yang bergabung dengan beberapa pengusaha setelah melewati berbagai diskusi dan pengkajian cukup panjang, akhirnya sepakat membentuk sebuah wadah pengabdian lewat pelayanan kesehatan. Maka di tahun 1929 – setelah sembilan tahun ide dicetuskan – didirikanlah sebuah poliklinik sederhana dan semacam BKIA, berlokasi di Jalan Pecinan (sekarang Jalan Pasar Besar) Malang. Menurut catatan yang ada, lembaga kesehatan ini diasuh dua dokter, Dr Liem Ghik Djiang dan Dr Tjan Eng Jong (keduanya sudah almarhum). Kedua dokter itu diminta bekerja sama oleh para pemrakarsa (perintis) yang akhirnya bergabung dalam satu perkumpulan yang diberi nama Perkumpulan Tiong Hwa Ie Sia. Para perintis itu antara lain adalah Tan Hok Wan, Kwee Sien Po, Liem Bian Sioe, dan Han Kang Hoen. Nama Perkumpulan ”Tiong Hwa Ie Sia” (THIS) ini pula yang kemudian digunakan untuk nama sebuah poliklinik - rumah sakit. Anggaran Dasar (AD) THIS dikukuhkan dengan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.25 Tahun 1934, tanggal 8 Maret 1934, dan dimuat dalam Javasche Courant No.23 tanggal 20 Maret 1934. Surat Keputusan tersebut dikeluarkan atas permohonan seorang pengurus THIS, Kwee Sien Po. Dalam Pasal 1 AD tersebut tertulis, organisasi (rumah sakit) berdiri terhitung sejak tanggal 1 Oktober 1929. Maka tanggal 1 Oktober adalah hari ulang tahun perkumpulan (yayasan) dan Rumah Sakit Panti Nirmala Malang. Pindah lokasi Lokasi poliklinik yang terletak di Jl Pecinan sifatnya memang ”darurat” dan karenanya kurang memenuhi syarat. Sifat ”darurat” itu juga merupakan akibat keterbatasan kemampuan (finansial) dari oraganisasi THIS. Ini tercermin dari beberapa kali kepindahan lokasi poliklinik, dari Jl Pecinan ke Jl Kotalama, pindah lagi ke Jl Kidul Pasar (kini Jl Kyai Tamin), lalu pindah lagi ke Jl Jagalan, untuk kemudian pindah ke Jl Klenteng (sekarang Jl Martadinata) No.40 Malang. Dalam keadaan serba sulit itu, kelangkaan tenaga juga terasakan, sehingga pengurus mencari tenaga-tenaga sukarelawan untuk memenuhi pelayanannya kepada masyarakat. Di antara sukarelawan tersebut adalah bidan Ny Go Gwat Tjing (Ny Mien Sriwulan), adik pengusaha Go In Kiem (alm), salah seorang saksi hidup yang kini tinggal di Jl Klenteng (Martadinata) No.40 Malang. Seusai PD II, dengan terjadinya Revolusi Kemerdekaan yang antara lain ditandai berkecamuknya pertempuran di Surabaya, banyak korban perang yang dibawa ke Malang dan dirawat di rumah sakit pemerintah yang ada. Begitu banyak yang membutuhkan pelayanan kesehatan, sehingga tak tertampung di RS yang disediakan. Maka Pengurus THIS pun terketuk hatinya untuk ikut menangani para korban tersebut, dan diputuskan untuk menyewa sebuah gudang kopi di Jl Gudang Garam No.8 Malang (sekarang Jl Kebalen Wetan). Di sinilah pelayanan kesehatan dan bantuan lain yang diperlukan bagi para korban diberikan oleh para sukarelawan Poliklinik THIS. Setelah perang usai, gudang kopi milik pengusaha keluarga Han yang mengusahakan perkebunan kopi ”Bumi Redjo” di lereng Gunung Kawi itu, akhirnya dibeli oleh Pengurus THIS dengan dukungan para pengusaha dan dermawan simpatisannya. Bahkan juga bangunan induknya yang biasanya dijadikan rumah tinggal, ikut dibeli. Di antara pengusaha dan dermawan tersebut adalah Tan Kee Liang, Ong Kie Hiang, Go In Kiem, dan Kwee Hok Hay. Mereka itu (para dermawan/usahawan) selanjutnya duduk dalam Badan Pengurus THIS, melakukan pembangunan kantor dan lain-lain yang dibutuhkan rumah sakit. Lokasi ini adalah lokasi RS Panti Nirmala sekarang (Jl Kebalen Wetan 8/Pen-not). Perluasan lokasi dilakukan pada tahun 1954, bertepatan dengan ulang tahun ke-25 Perkumpulan/Rumah Sakit, dengan penambahan tanah seluas 5.000 M2. Areal ini dimanfaatkan untuk bangunan poliklinik, kebidanan, penyakit dalam, klinik gigi, dan perawatan. Gedung induk RS masih mempergunakan bangunan aslinya yang mengalami beberapa renovasi. Beberapa bangunan baru didirikan di sekitarnya, umumnya dilakukan secara tambal-sulam karena disesuaikan dengan kebutuhan dan dana yang tersedia. Saat ini lokasi telah diperluas dengan pembelian sebuah bangunan (rumah) di sebelah barat komplek RS, dan sebidang tanah kosong di depannya. Rencana perluasan bangunan dan relokasi penggunaannya sedang dikerjakan oleh Pengurus Yayasan. Langkah-langkah pengabdian Sejak awal berdirinya, lembaga ini melakukan pengabdian tanpa terputus, meskipun mengalami pasang surut sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat. Pada masa Revolusi Kemerdekaan, sejak 8 November 1945 RS juga digunakan untuk menampung para pengungsi dari Surabaya. Periode Agustus 1945 – Desember 1947 melakukan pengobatan dan perawatan dengan cuma-cuma, sehingga Pengurus mengalami cukup kesulitan dalam pengelolaannya. Masa kritis sangat terasa saat terjadi pergantian uang Jepang ke uang RI (ORI) pada November 1946. Pada waktu Agresi Belanda ke Kota Malang, 30 Juli 1947, RS-THIS tetap dibuka terutama Bagian Poliklinik. Karena situasi dan kondisi yang tidak menentu, kegiatan untuk bagian lain juga tak bisa kontinyu. Namun pada 1 April 1948, RS-THIS beroperasi penuh dengan 60 tempat tidur. Dalam berbagai situasi sulit yang berkaitan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, RS-THIS tetap menjalankan fungsinya, mengabdi kepada sesama melalui pelayanan kesehatan. Dan pada masa perjuangan itu sekaligus terjadi peningkatan integrasi antar-etnis, antar-kelompok, dan antar-agama yang ada di Malang, sehingga dapat dikatakan bahwa RS-THIS merupakan wadah pengabdian bagi segenap lapisan masyarakat yang memiliki komitmen untuk menjunjung tinggi martabat kemanusiaan. Para perintis organisasi (rumah sakit) THIS sejak awal memang sadar sepenuhnya bahwa filosofi dan dasar pengabdian mereka adalah kodrat kemanusiaan yang bersifat universal, kekal, dan mutlak. Integrasi “tanpa pandang bulu” itu antara lain terbukti dari peran Prof Dr M Soetojo merancang kamar operasi di saat beliau mengungsi dari Surabaya ke Malang di zaman Revolusi Kemerdekaan tersebut, serta bantuan obat-obatan dari PMI (Palang Merah Indonesia). Rumah sakit ini juga mendapat bantuan sangat berharga dari lembaga pemasok alat-alat kesehatan dari Negeri Belanda, yaitu SIMAVI (Steun In Medische Aangelegenheden Voor Inheemschen). Bantuan SIMAVI atas rekomendasi ahli bedah Dr Lodder itu di antaranya peralatan ruang operasi lengkap dengan meja operasinya, sebagai kelengkapan untuk ruang operasi yang dirancang Prof Dr M Soetojo. Alat-alat yang kini sudah berumur lebih dari 50 tahun tersebut, sebagian masih dalam keadaan baik dan masih dipergunakan dalam kegiatan operasi. Bantuan ini bukan hanya memenuhi kebutuhan peralatan saja, tapi juga sekaligus memberi dorongan moril yang sangat besr bagi Pengurus THIS untuk lebih giat dan bersemangat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Sampai sekarang Lembaga SIMAVI di Negeri Belanda tersebut masih ada, dan kekhususan aktivitasnya adalah memberi bantuan alat-alat kesehatan kepada Negara-negara Dunia Ketiga/Negara Berkembang. Ruang Operasi RS-THIS/RS-PN memang punya kisah unik tersendiri, yaitu merupakan titik temu semangat perjuangan dan pengabdian. Bagaimana tidak! Desain yang dirancang Prof Dr M Soetojo merupakan sumbangan spontan atas keinginan Pengurus THIS membangun ruang operasi yang dirasa sangat dibutuhkan untuk melayani para pasien. Tetapi setelah desain selesai, Pengurus THIS pun kelabakan karena kekurangan dana untuk membangunnya. Maka dikontaklah Sekolah Ma Chung di Malang, diminta membantu dalam pengumpulan dana, dan gayung pun bersambut. Guru-guru dan para murid Ma Chung bekerja keras menghimpun dana, di antaranya dengan cara keliling ke beberapa kota untuk melakukan ”pertunjukan sandiwara amal” yang dimainkan murid-murid Ma Chung. Atas bantuan mereka itulah akhirnya dana terkumpul sehingga pembangunan ruang operasi bisa diselesaikan ......! Maka tak akan terlupakan andil pengabdian yang diberikan oleh Prof Dr M Soetojo, Dr Lodder, Lembaga SIMAVI di Negeri Belanda, keluarga besar Sekolah Ma Chung, dan para dermawan lainnya yang bersatu padu dengan Pengurus RS-THIS/RS-PN dalam mewujudkan ruang operasi tersebut. Satu bukti bahwa cinta kasih dan kemanusiaan bersifat universal, tak mengenal ruang dan waktu, tak dibatasi oleh jarak dan nasionalitas ...........! Di masa Revolusi Kemerdekaan tersebut RS-THIS juga mendapat bantuan sangat berharga dari Dr Soerodjo, ahli kebidanan terkenal di Malang saat itu. Juga dari beberapa dokter lain yang bergabung dengan motivasi mengabdi kepada sesama manusia yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Pada masa transisi yang sangat sulit itu, untuk pengelolaan RS Pengurus THIS mendapat uluran tangan yang sangat berharga dari Uskup Malang saat itu, Mgr A.E.J. Albers O.Carm (alm) dengan dirintisnya kerja sama antara Perkumpulan THIS dengan Kongregasi Suster Misericordia di tahun 1952. Bangunan dan berbagai sarana RS dibenahi sehingga kuantitas dan kualitas pelayanannya dapat terus ditingkatkan. Tidak dapat dipungkiri eksistensi RS-THIS ini berkat kerja keras dan pengabdian para Suster Misericordia yang bekerja sama dengan Pengurus THIS selama sekitar 36 tahun (1952-1988). Para Suster Misericordia yang melaksanakan tugas pengabdiannya di RS-THIS/ RS-PN dan sangat besar jasanya, antara lain Sr Gregoria, Sr Catherine, Sr Alberta, Sr Alexia, Sr Theresia, Sr Germana, Sr Imelda, Sr Mathilda, Sr Bernadette; dan masih banyak lagi. Sedangkan rohaniwan yang sulit dipisahkan dengan RS-THIS/RS-PN adalah Pastor Joseph Wang CDD (alm). Dalam alam “Demokrasi Terpimpin” RS-THIS juga mengalami berbagai cobaan dan tantangan, baik yang bersifat politik-ideologis maupun keuangan dan ekonomi. Namun berkat kegigihan para pengurusnya yang berpegang teguh pada prinsip pengabdian di bidang kesehatan, semuanya dapat diatasi dengan baik. Dan untuk memantapkan eksistensinya, sejak tahun 1961 nama “Tiong Hwa Ie Sia” diganti dengan “Panti Nirmala”, meskipun tetap berinduk pada Perkumpulan THIS. Pada perjalanan selanjutnya, induk rumah sakit yang berstatus “perkumpulan” dinilai tidak memadai lagi. Karena itu pengurusnya di tahun 1980 memutuskan untuk meningkatkan status “Perkumpulan” menjadi “Yayasan”. Untuk mewujudkan keputusan rapat pengurus tersebut, ditunjuklah Drg Oei Boen Thong (Ketua), Go In Kiem (Sekretaris), dan J.A. Noertjahyo SH (Wakil Sekretaris) sebagai wakil pengurus menghadap notaris. Dan terbentuklah Yayasan Rumah Sakit Panti Nirmala Malang dengan Akta Notaris Nyonya Soenardi Adisasmito Nomor 37 tanggal 28 April 1980, sebagai nama baru dari THIS Malang.

Catatan: Secara lebih rinci, proses perubahan ”Perkumpulan” menjadi ”Yayasan” terdapat dalam ”In Memoriam, Dokter Gigi Oei Boen Thong, Pendiri Yayasan RS Panti Nirmala Malang”; tulisan di bawah artikel ”Sejarah” ini/Pen-not).

Dalam melakukan pengelolaan rumah sakit, seizin Keuskupan Malang, Perkumpulan THIS/Yayasan RSPN melakukan kerja sama dengan Perkumpulan/ Kongregasi Biarawati. Sampai dengan tahun 1988 kerja sama tersebut dilakukan dengan Suster Kongregasi Misericordia (Pemilik/pengelola RKZ/RS Panti Waluyo Malang), dilanjutkan kerja sama dengan Kongregasi Suster Pasionis, sampai sekarang. Sedangkan kepemilikan semua aset rumah sakit tetap di tangan Yayasan RSPN. Masih banyak perorangan, kelompok dan badan/lembaga yang berjasa besar serta punya andil sangat berarti dalam perjalanan hidup RS-THIS/RS-PN ini, baik yang masih aktif maupun yang telah mengundurkan diri. Dan tidak sedikit pengusaha di lingkungan pabrik rokok (kretek) yang telah memberikan darma baktinya, antara lain Sdr. Tan Hong Bok (PR Toegoe Mas), Sdr. Tan Sie Thong (PR Grendel), Sdr. Jap Wie Tjhing (PT Cengkeh), Sdr. Ong Kian Pa (PR Oepet/Ongkowijoyo), Sdr. Samsi (PR Bentoel), Sdr. Kwee Hok Tjhiang (Bentoel), dan Sdr. JP Soegiharto Prajogo (Ketua GAPPRI), serta masih banyak lagi. (Periksa Susunan Pengurus berdasarkan Keputusan Rapat 26 Januari 1969, halaman 4-5 “In Memoriam Dokter Gigi Oei Boen Thong, Pendiri Yayasan RS Panti Nirmala Malang/Pen-not) Sayangnya – seperti umumnya perkumpulan/organisasi lain – Perkumpulan THIS/Yayasan RSPN tidak memiliki tradisi untuk mendata secara sistematis para aktivis dan pengurusnya serta mereka yang telah berjasa terhadap lembaganya. Meskipun demikian, semangat pengabdian mereka tetap terpelihara dan berkesinambungan. Sebagai contoh, Ny Herlina Budiman adalah salah seorang dokter gigi yang sepenuhnya mengabdikan diri lewat Poliklinik Gigi RSPN sekitar 24 tahun lamanya tanpa menerima gaji atau imbalan jasa. Lebih dari itu, para Pengurus Perkumpulan THIS/Yayasan RSPN sejak dulu terdiri dari mereka yang mengabdi tanpa pamrih materi, bekerja tanpa imbalan jasa. Bahkan para pemimpin dan karyawan RS-THIS/RS-PN adalah manusia-manusia pengabdi kepada sesama, pekerja yang rela menerima imbalan jasa dalam jumlah kecil. Dan memang, rumah sakit tidak cocok untuk tempat kerja bagi tipe manusia yang mendambakan kekayaan duniawi.....! Dan itu semua disadari sepenuhnya oleh insan pengabdi rumah sakit, yang selalu terngiang pada motto abadi ...: ”Mengabdi dan terus mengabdi kepada sesama manusia!” Menapak maju Penelusuran sejarah RS-PN sekaligus juga memasuki wilayah praktis, yaitu pengelolaan dan pola manajemennya. Dari sekian data yang ditemukan, terbentang benang-merah kehidupan yang cukup memprihatinkan, yaitu BOR (Bed Occupancy Rate) atau “tingkat hunian tempat tidur” dari tahun ke tahun rata-rata hanya sekitar 50 persen, bahkan ada yang di bawah itu. Dengan kenyataan ini RS-PN hanya bisa hidup asal hidup, sulit berkembang dan memperbaiki diri. Karena itu sejak awal tahun 1993 Yayasan mulai berusaha dan mencari cara bagaimana RS-PN bisa mengembangkan diri. Pameo yang muncul dari pimpinan RS-PN saat itu, BOR rendah karena sering macetnya jalanan sekitar RS, khususnya persilangan rel kereta api dengan Jalan Mergosono-Kebalen Wetan-Kotalama-Sartono. Secara umum lokasi RS-PN juga kurang strategis dan belum mempunyai keunggulan khusus dibanding RS lain di Malang. Semua hal itu mengakibatkan para dokter enggan mengirimkan pasiennya ke RS-PN, meskipun kamar operasi RS-PN bisa bersaing dengan RS lain. Salah satu jalan keluar yang diusulkan ialah membuat akses RS-PN ke Jl Mergosono (Kol. Sugiono) untuk mempermudah trasportasi. Yayasan sangat berhati-hati dalam menentukan sikap. Karena itu Ketua Yayasan (J.A Noertjahyo) disepakati oleh Rapat Pengurus untuk melakukan konsultasi dengan berbagai pihak yang bisa memberikan solusi terbaik. Pada awal tahun 1993 dilakukan berbagai pembicaraan dengan Perdhaki dan beberapa pihak yang dipandang perlu. Hasilnya, pada tahap pertama diperlukan penelitian secara khusus terhadap RS-PN. Dan tanggal 23 September 1994 terjadi kesepakatan antara TREND Consultans dengan Perdhaki (Pusat Jakarta) untuk melaksanakan kerja sama konsultan manajemen pada RS-PN. Penelitian pendahuluan dilakukan tanggal 27 Oktober 1994 dan 10-11 November 1994. Laporannya dituangkan dalam buku ”Laporan Penelitian Pendahuluan” TREND Consultans tertanggal 2 Desember 1994. Laporan itu menguraikan berbagai kelemahan RS-PN dan cara-cara mengatasinya. Pengurus Yayasan pun segera melakukan pembenahan intern dan menghubungi beberapa lembaga, khususnya yang bergerak di bidang kesehatan, baik di Jawa maupun di luar Jawa, antara lain dengan kelompok Charitas (atas saran Perdhaki), Gereja Kristus Tuhan (GKT) dan para tokoh alumni eks- Ma Chung yang tergabung dalam Yayasan Mulia Citra dan organisasi sosial lainnya. Dalam jabatan Direksi RS-PN juga dilaksanakan peremajaan dan penyegaran pada 1 Juli 1995. Direktur yang semula dijabat Dr Wahjoenarso Sp.A diserahkan kepada Dr I Wayan Tharsana Sp.An, dan Wakil Direktur dari Dr J Kohar kepada Dr Eko Sugiarto MSc. Serah terima jabatan itu dilakukan setelah Direktur dan Wakil Direktur (lama) menyatakan untuk mengundurkan diri dari jabatan masing-masing. Setelah melakukan berbagai upaya yang memakan waktu, akhirnya para simpatisan RS-PN yang tergabung dalam alumni eks- Ma Chung merasa terpanggil untuk turut melakukan pembenahan RS-PN, bahkan mengembangkannya. Faktor pendorong utama yang mengetuk hati mereka adalah peranan Sekolah Ma Chung di RS-PN pada masa lalu yang antara lain berhasil menghimpun dana untuk membangun OK (Operatie Kamer, Kamar Operasi) yang memenuhi standar internasional. Sebagai tindak lanjutnya telah diambil beberapa langkah yaitu:

1.Beberapa personel alumni Ma Chung masuk jajaran Pengurus Yayasan (Sdr Rianto Nurhadi, Sdr. Soehatmo, Sdr. Koentjoro Loekito, dan Sdr. Teguh Kinarto) berdasarkan keputusan Rapat Pengurus Yayasan tanggal 2 Juli 1996.

2.Dilakukan pembelian rumah/tanah di Jl Mergosono (Kol. Sugiono) No.19-21 dan diadakan Arisan Gotong Royong yang diketuai Sdr. Rianto Nurhadi untuk mencari dana.

3.Dibentuk Panitia Pembangunan yang diketuai Sdr. Bambang Gunawan untuk perluasan rumah sakit. Laporan tentang Arisan Gotong Royong dan pembangunan RS-PN disajikan masing-masing pada halaman lain buku ini.

Sejalan dengan pembenahan dan pembangunan fisik (gedung juga dilakukan pembenahan manajemen RS-PN secara menyeluruh. Karena itu Yayasan mendukung sepenuhnya prakarsa jajaran Direksi RS-PN untuk melakukan akreditasi rumah sakit. Hasilnya, RS-PN merupakan rumah sakit swasta yang pertama di Kota Malang dan Kabupaten Malang yang telah terakreditasi penuh. Pengurus Yayasan RS-PN beserta Direksi dan seluruh Staf dan Karyawan bekerja keras untuk meletakkan fondasi yang kokoh agar RS-PN dapat terus melangkah secara mulus dan meyakinkan dalam mewujudkan visi dan misi para pendirinya.

Gedung rumah sakit

Gedung lama

Gedung lama dibangun oleh Han Khoen Ho, seorang kaya di Malang. Gedung ini bergaya Eropa dan mirip sebuah istana. Pada kaca pintu-pintunya terukir inisial HKH. Sebelum menjadi rumah sakit, gedung ini pernah digunakan oleh sekolah Tiong Hoa MA HWA.

Gedung baru

Dengan semakin padatnya lalu lintas, apalagi kalau ada kereta api yang melintas, ambulans dan kendaraan dokter mendapat hambatan berat untuk mencapai rumah sakit di Jl. Kebalen Wetan. Karena itu, Yayasan Panti Nirmala membeli bangunan gudang di belakang rumah sakit untuk membangun gedung baru yang menghadap ke Jl. Kolonel Sugiono (d/h Jl. Mergosono).

Pengelolaan rumah sakit