Bacillus thuringiensis
Bacillus thuringiensis | |
---|---|
Spora dan kristal Bacillus thuringiensis morrisoni strain T08025 | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | |
Spesies: | thuringiensis
|
Nama binomial | |
Bacillus thuringiensis Berliner 1915
|
Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara.[1] Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah.[1] Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi.[1] Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari proteinCry yang termasuk ke dalam protein kristal kelas endotoksin delta.[1] Apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati.[1] Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.[2]
Informasi umum
Sejarah
B. thuringiensis ditemukan pertama kali pada tahun 1911 sebagai patogen pada ngengat (flour moth) dari Provinsi Thuringia, Jerman. Bakteri ini digunakan sebagai produk insektisida komersial pertama kali pada tahun 1938 di Perancis dan kemudian di Amerika Serikat (1950). Pada tahun 1960-an, produk tersebut telah digantikan dengan galur bakteri yang lebih patogen dan efektif melawan berbagai jenis insekta.[3]
Habitat
Berbagai macam spesies B. thuringiensis telah diisolasi dari serangga golongan Koleoptera, Diptera, dan Lepidoptera, baik yang sudah mati ataupun dalam kondisi sekarat. Bangkai serangga sering mengandung spora dan protein kristal insektisida (insecticidal crystal protein, ICP) B. thuringiensis dalam jumlah besar. Sebagian subspesies juga didapatkan dari tanah, permukaan daun, dan habitat lainnya.[4]
Deskripsi
B. thuringiensis dibagi menjadi 67 subspesies (hingga tahun 1998) berdasarkan serotipe dari flagela (H). Sebagian besar ICP disandikan oleh DNA plasmid yang dapat ditransfer melalui konjugasi antargalur B. thuringiensis , maupun dengan bakteri lain yang berhubungan. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat merugikan organisme lain.
Toksin Bt
Protein atau toksin Cry tersebut akan dilepas bersamaan dengan spora ketika terjadi pemecahan dinding sel.[1] Apabila termakan oleh larva insekta, maka larva akan menjadi inaktif, makan terhenti, muntah, atau kotorannya menjadi berair. Bagian kepala serangga akan tampak terlalu besar dibandingkan ukuran tubuhnya. Selanjutnya, larva menjadi lembek dan mati dalam hitungan hari atau satu minggu. Bakteri tersebut akan menyebabkan isi tubuh insekta menjadi berwarna hitam kecoklatan, merah, atau kuning, ketika membusuk.[5]
Hal ini terjadi karena toksin Cry aktif di kondisi usus serangga yang basa dan menyebabkan lisis (pemecahan) usus.[1][2]
Keuntungan dan Kerugian
Referensi
- ^ a b c d e f g (Inggris) David Wainhouse (2005). Ecological methods in forest pest management. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-850564-8.Page.128-129
- ^ a b (Inggris) Rikimaru Hayashi (2002). Trends in High Pressure Bioscience and Biotechnology, Volume 19 (Progress in Biotechnology). Elsevier Science. ISBN 978-0-444-50996-3.Page.303
- ^ The Microbial World: Bacillus thuringiensis, Jim Deacon.
- ^ [www.who.int/ipcs/publications/ehc/en/EHC217.PDF Microbial Pest Control Agent: BACILLUS THURINGIENSIS], World Health Organization. Geneva, 1999.
- ^ Natural Enemies of Vegetable Insect Pests., Hoffmann, M.P. and Frodsham, A.C. (1993)Cooperative Extension, Cornell University, Ithaca, NY. Page. 63.